Alva menjalani hari-harinya tanpa adanya Vella di sampingnya. Rasanya begitu hampa, separuh raganya pun terasa hilang.
Pemilihan ketua osis dan wakil ketua osis baru serta debat osis pun sudah dilaksanakan dari minggu kemarin. Tentu Alva tidak ditemani oleh Vella. Kini Alva tengah di sibukkan dengan ujian kelulusan.
Bagaimana keadaan Vella sekarang? Apakah gadis itu baik-baik saja? Apakah Vella tidur dengan nyaman? Entahlah, saat ini pikirannya terus berkecamuk.
Sejak kepergian Vella, Alva memilih untuk pulang ke rumahnya dan tinggal bersama bundanya lagi. Sejak saat itu juga, lelaki itu memang lebih banyak diamnya. Alva irit sekali jika berbicara. Bahkan, sejak Vella dinyatakan hilang kabar, para wanita tak sungkan-sungkan mendekati Alva. Namun, Alva tak pernah mengubris hal itu, lelaki itu juga selalu menghindar dari para wanita gila itu dan mengabaikannya, disentuh pun Alva tak sudi dan berakhir para kaum hawa menyerah karena sikap Alva yang seperti acuh tak acuh.
Kini lelaki itu termenung di jendela kamarnya. Bayangan Vella terus menghantuinya. Gadis itu selalu terlintas dalam benaknya. Ia sangat merindukan gadisnya. Namun sialnya, ia tak bisa melakukan apapun selain menunggu.
Ia percaya bahwa suatu saat nanti Vella akan kembali padanya. Semoga saja Vella benar-benar kembali menemuinya. Ya, semoga.
Alva menghela nafas berat. Ia memilih duduk di bangku kerjanya lalu tangannya bergerak untuk membuka laptopnya kemudian menyalakannya. Tak berselang lama, laptopnya pun menyala membuat jarinya mulai menari dengan lihai di atas keyboard.
Ia pun sempat menyuruh tangan kanannya untuk mencari keberadaan gadisnya. Namun, tetap saja mereka tak dapat menemukan di mana keberadaan Vella. Sepertinya gadisnya itu cukup pintar dalam bersembunyi. Ah, sial!
"Arghh! Bangsat!"
Alva menghentikan aktivitasnya lalu tangannya bergerak untuk memijat pelipisnya. Bekerja pun ia tidak fokus. Pikirannya benar-benar dipenuhi oleh gadisnya.
"Woi bro." Suara seseorang membuat Alva mengalihkan atensinya ke arah sumber suara.
"Ngapain?" tanya Alva kala melihat siapa yang datang. Dia Aro.
"Wess, santai bro. Keliatannya lo depresot, cewek lo belum juga ketemu?"
Alva menghela nafas panjang. "Menurut lo?"
Aro tersenyum tipis lalu menepuk pelan bahu Alva. "Gue yakin pasti Vella balik nemuin lo."
"Lo masih inget kan kalo dia adik pungut gue?" tanyanya disertai kekehan kecil diakhir kalimatnya.
Sontak saja hal itu membuat Alva menatap lelaki itu sangar. Aro semakin dibuat terkekeh. "Canda bro."
"Gue bakal pantau lo terus, awas aja kalo sampe lo duain adek gue, gak bakal gue restuin lo sama Vella."
"Gue cabut."
Setelah mengatakan hal itu Aro berlalu dari sana meninggalkan Alva yang terdiam.
"Mana bisa gue nyelir, ditinggal Vella aja udah ketar-ketir."
"Arghh, sialan!" Lelaki itu mengacak rambutnya frustasi.
Alva mengusap wajahnya gusar. Ia kesal pada dirinya sendiri karena tak kunjung menemukan keberadaan Vella.
Ia mengambil ponsel dari dalam sakunya. Ditatapnya lama benda pipih itu olehnya, sedetik kemudian ia mulai memainkan ponselnya dan segera membuka aplikasi Whatsapp lalu membuka room chat-nya dengan Vella.
Entah sudah ke berapa kalinya lelaki itu menghela nafasnya berat. Semua chat yang ia kirimkan pada Vella tak kunjung di balas oleh gadis itu. Bahkan, Vella tak kunjung mengaktifkan sosial medianya. Mungkin saja gadis itu mengganti nomornya.
Kapan Vella akan menemuinya? Mengapa gadis itu tega meninggalkannya? Ia benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran Vella.
Ia mengepalkan tangannya kuat hingga uratnya menonjol. Wajahnya kini mulai memerah, ia begitu merindukan gadisnya.
"Vella," lirihnya seraya mengeraskan rahangnya kuat menahan isak tangisnya agar tidak pecah saat itu juga.
•
•TBC
Voment please?
See you next part!
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketos VS Waketos
Teen FictionMenceritakan seorang gadis yang hidup dengan penuh liku-liku diantara hiruk pikuknya kehidupan. Gadis yang hidup sebatang kara itu tengah menyandang status sebagai wakil ketua osis di sekolahnya. Dia Vella, Keiza Louvella. Vella tak pernah menyangka...