"ABAANG!" pekikan Rigel menggema di seluruh penjuru ruangan.
"Brisik bocil!" desis Vio yang memilih menyumpal telinganya dengan earphone.
Rigel mendelik tak terima pada Vio yang mengatainya bocil. "Rigel bukan bocil! Rigel udah gede!"
Vio tak mengubris hal itu karena memang ia sengaja meningkatkan volume musiknya agar tak bisa mendengar suara bocah itu.
"Kenapa Rigel?"
Seorang pria bertanya dengan langkah yang menuruni anak tangga.
Rigel segera berlarian menghampiri Alva. "Rigel kangen mama eugg ..." lirihnya seraya memeluk kaki Alva.
Alva menatap Rigel iba. Ia segera berjongkok menyamakan tingginya dengan Rigel.
"Mau video call, hm?"
Sontak saja hal itu membuat Rigel mengangguk cepat. "Ide bagus."
Alva tersenyum tipis. Ia mengelus sekilas rambut Rigel, setelahnya ia pun segera menuntun Rigel membawanya menuju ruang tengah, dan duduk di sofa. Namun, ia menghentikan langkahnya sejenak lalu menoleh pada Vio.
"Vio, lo gak mau ikut?"
Vio hanya diam tak menjawab. Alva melihat Vio lekat. Ternyata gadis itu tengah memakai earphone. Sudah dapat dipastikan bahwa gadis itu mengeraskan volume suaranya.
Dengan cepat ia berjalan menghampiri Vio dan segera melepas earphone tersebut membuat Vio mendelik kesal pada Alva.
"Apaan sih," ketusnya.
Gadis itu berdiri lalu memilih pergi dari hadapan Alva dengan perasaan kesal.
Alva kicep. Vio terlihat sangat kesal. Padahal ia tidak mau telinga gadis itu budeg akibat meningkatkan volume suaranya.
Alva memilih pergi dari sana menuju ruang tengah dengan tangan yang menuntun Rigel.
Alva segera mengeluarkan ponselnya lalu menekan panggilan vidio, dan mengarahkan layar itu pada Rigel.
Tak butuh waktu lama, panggilan vidio pun tersambung membuat Rigel sontak berseru gembira.
"Ayah, Bunda!" Rigel melambaikan tangannya di udara dengan antusias. Bocah itu tersenyum merekah tatkala melihat wajah kedua orang tuanya yang sangat ia rindukan.
"Rigel, kamu tumbuh dengan cepat, sayang," ujar seorang pria paruh baya yang masih terlihat tampan dari sebrang sana. Dilihatnya pria iru tengah merangkul istrinya.
Rigel tersenyum merekah. "Iya dong, Rigel gitu loh."
Dilayar ponsel terlihat seorang wanita tersenyum hangat. "Bunda kangen banget sama kamu."
Senyum Rigel tak kunjung luntur. "Apalagi Rigel, Rigel juga kangen kalian."
"Kak Vio mana?" tanya pria paruh baya yang seakan tak melihat kehadiran anak pertamanya.
Rigel mengangkat bahunya acuh. "Kak Vio setiap harinya sensi mulu."
"Pms kali," celetuk Alva.
"Loh Alva makin ganteng, ya." ujar wanita itu membuat pria paruh baya yang berada di sampingnya merubah raut wajahnya menjadi masam.
"Masih gantengan aku kali."
Alva terkekeh mendengarnya. "Tuh kan, Alva emang ganteng, Om."
Pria itu mendelik menatap Alva. "Om gak kalah ganteng, Al."
Alva menatap pria itu malas. "Narsis deh."
Rigel terkekeh geli akan tingkah papanya. "Rigel paling ganteng di sini, mending kalian mingkem."
Mereka tertawa lepas mendengarnya.
Lama mereka berbincang pun Rigel memilih menyudahinya karena kantuk mulai menyerangnya.
"Rigel mau bobo siang?"
Rigel merem melek. Alva jadi gemas sendiri dengan bocah itu. Ia memilih menggendong Rigel ala koala membuat Rigel memilih mengalungkan tangannya di leher Alva.
Saat Alva hendak berjalan meninggalkan ruang tengah, netra Rigel tak sengaja menangkap sosok gadis yang ia kenali. Sedetik kemudian matanya berbinar dan melupakan kantuknya.
"Kakak cantik!"
***
Usai bekerja, Sonya benar-benar datang menjemputnya hingga kini keduanya tengah berada di perjalanan menuju rumah Sonya.
Keduanya asik berbincang sesekali bercanda ria. Keduanya terlihat sangat akrab, padahal keduanya baru saja bertemu.
Vella heran dengan jalan perumahan yang seakan tak asing itu. Ia jadi teringat seseorang.
Vella semakin dibuat bingung dengan mobil Sonya yang berhenti tepat dipekarangan rumah mewah jangan bilang bahwa—
Vella memilih mengikuti Sonya dari belakang hingga sampai di ruang tamu. Ternyata dugaanya benar saat melihat seorang pria yang tengah menggendong bocah lelaki. Dia Alva. Lelaki itu terlihat tengah menggendong Rigel. Sudah dapat dipastikan bahwa Alva adalah anak dari Bunda Sonya. Dunia memang sangatlah sempit.
"Kakak cantik!"
Pekikan itu membuat langkah Alva terhenti dan berbalik ke belakang. Ia mengernyitkan dahinya tak paham dengan apa yang ia lihat. Ia bingung sekaligus senang melihat Vella yang berada di rumahnya.
"Vella," gumamnya seraya tersenyum hangat.
Sonya mengernyitkan dahinya heran. Ia menatap Vella dan Alva secara bergantian. "Kalian udah saling kenal?"
Alva mengangguk antusias. "Dia cewek yang Alva ceritain. Namanya Vella, pacar Alva sekaligus calon menantu Bunda."
Seketika semburat merah pun menjalar dipipinya. Vella tersentuh sealigus malu mendengar penuturan Alva.
Sonya menatap keduanya tak percaya. "Ternyata dunia memang sempit, ya."
"Vella nolongin Bunda waktu dompet Bunda mau dijambred. Liat tuh, tangannya sampe luka gitu."
Alva membulatkan matanya saat tersadar dengan luka di tangan Vella yang cukup banyak.
Dengan cepat ia menurunkan Rigel dari gendongannya dan bergegas menghampiri Vella.
"Lo kenapa gak telpon gue? Nekat banget."
"Lo pasti ceroboh jadinya luka gini," desisnya kesal sekaligus khawatir.
Sonya melihat wajah anaknya yang terlihat cemas. Ia dapat melihat jelas kekhawatiran dari wajah Alva.
TBC
Voment please?
See you next part!
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketos VS Waketos
Novela JuvenilMenceritakan seorang gadis yang hidup dengan penuh liku-liku diantara hiruk pikuknya kehidupan. Gadis yang hidup sebatang kara itu tengah menyandang status sebagai wakil ketua osis di sekolahnya. Dia Vella, Keiza Louvella. Vella tak pernah menyangka...