CHAPTER 02

9.9K 394 35
                                    

Sedari tadi Alva tengah mencari Vella karena ada yang harus dibicarakan mengenai pentas seni. Namun, sejak tadi ia tak kunjung menemukan Vella.

Saat ia melewati tangga, terlihat segerombolan anak lelaki yang tengah merokok dan di sana ada Vella yang dilihatnya tengah berusaha melarang mereka agar tidak merokok di area sekolah.

"Lo pada tuli?" tanya Vella yang sudah geram.

"Berapa kali gue bilang jangan ngerokok di area sekolah!" ujarnya dengan nada yang sedikit tinggi.

Dengan cepat Vella menjatuhkan salah satu rokok yang tengah dipegang oleh seorang pria. Setelah rokok tersebut jatuh ke lantai, dengan cepat Vella menginjaknya hingga apinya padam.

Diego yang terkenal bad boy itu berdiri lalu mendekat pada Vella membuat gadis itu terpaksa memundurkan langkahnya.

Lelaki itu menatap Vella tajam. "Lo udah miskin banyak tingkah!"

"Harusnya anak kayak lo itu didepak keluar dari sekolah ini, karena lo gak pantes ada di sini."

"Lo cuma sampah! Malu-maluin nama sekolah aja!" sungut lelaki itu seraya mendorong jidat gadis itu dengan jari telunjuknya.

Vella berusaha untuk tidak terpancing emosi. Ia hendak mengeluarkan suaranya. Namun, ia urungkan kala netranya tak sengaja menatap Alva yang berdiri di bawah tangga.

Dilihatnya lelaki itu berjalan menaiki anak tangga lalu menarik kerah baju Diego dan membanting tubuhnya ke bawah. Beruntung tidak terguling ke bawah tangga.

Alva menatap Diego tajam. "Gak kebalik? Dia pinter dan bisa banggain nama sekolah dengan berpartisipasi ikut olimpiade. Sedangkan lo? Lo lebih dari sekedar sampah yang bisanya malu-maluin nama sekolah dengan kenakalan lo yang ngerugiin orang lain."

Alva beralih menatap dengan sorot mata yang tajam pada keempat teman Diego yang menatapnya sangar.

"Lo pada bisanya bikin rusuh, gak mematuhi tata tertib sekolah, dibilang jangan ngerokok di sekolah, ya jangan!"

"Gue tau lo pada kagak tuli."

"Kalo besok gue liat lo pada ngerokok di area sekolah lagi, lo pada harus terima konsekuensinya."

Setelah mengatakan hal itu, Alva menarik pelan lengan Vella dan membawanya berlalu dari sana.

Diego menatap kepergian mereka dengan sorot matanya yang mengkilat tajam. "Sialan!"

***

Sejak tadi Vella hanya diam hingga keduanya sampai di ruangan osis. Alva menatap Vella dengan lekat.

Vella memandang ke bawah dan menatap lengannya yang masih digenggam oleh lelaki itu.

Seakan tersadar, dengan cepat Alva melepaskan genggaman tangannya pada Vella lalu berdehem.

"Bentar lagi mau ada acara pensi, kita harus adain acara rapat."

Vella mengangguk paham. "Biar gue yang atur."

Alva mengangguk menanggapinya.

Vella mengeluarkan ponsel dari dalam saku lalu membuka kunci layar. Ia bergegas membuka chat grup osis lalu jari-jemarinya menari di atas keyboard dengan lincah.

Tak lama seluruh anggota osis yang berjumlah 36 orang datang memasuki ruangan osis. Alva segera memulai rapat ditemani oleh Vella di sampingnya.

Setelah rapat selesai, Alva pun menutup rapat.

"Sekian rapat hari ini, gue harap kita bisa melakukan tugas dengan baik dan semoga semuanya berjalan dengan lancar. Gue bener-bener butuh banget bantuan kalian."

Para anggota mengangguk. "Kita siap menjalankan tugas," ujar mereka serempak.

"Kita di sini saling mengandalkan satu sama lain, kalo ada yang butuh bantuan jangan diem aja. Bisa dimengerti?" Kini Vella yang bersuara.

"SIAP BISA!" ujar mereka serempak.

Alva mengangguk pelan. "Kalian bisa kembali ke kelas masing-masing."

Mereka mengangguk lalu berjalan keluar ruangan dan hanya menyiksakan Alva dengan Vella.

Gadis itu hendak pergi. Namun, sebuah lengan kekar mencekal pergelangan tangannya membuatnya kembali berbalik menatap Alva.

Seakan tersadar, Alva segera melepaskan cekalannya lalu berdehem berusaha menutupi kegugupannya. "Lo gak ke kantin?"

"Hah? Oh i-itu, gue gak laper," alibinya.

Bertepatan dengan itu, perut Vella berbunyi membuat bibir Alva berkedut menahan senyumnya. Sedangkan Vella menahan malu. Perutnya ini memang tidak bisa diajak kompromi.

Vella meringis seraya menunduk menatap sepatunya. Sebenarnya ia lapar, hanya saja ia tak memiliki uang untuk membeli makanan karena setiap harinya uang sakunya selalu diperas oleh Reny dkk.

"Gue tau lo laper, ayo," ujarnya seraya menarik lengan Vella.

Vella menggeleng pelan. "Gue gak ada duit, duluan aja."

Alva menatap gadis itu lekat. "Gue yang traktir."

Vella mendongak menatap Alva lalu menggeleng keras. "Gak usah, gue bisa makan setelah pulang sekolah kok."

Alva berdecak. "Yang ada lo mati kelaperan. Dari pagi muka lo pucet, gue tau tadi pagi lo belum sempet sarapan kan?"

Vella hanya terdiam. Yang dibilang Alva memang benar. Sejak pagi, dirinya memang belum sempat untuk sarapan karena niatnya akan jajan di kantin. Namun sayangnya, semua uang sakunya di ambil oleh Reny dkk.

Lelaki itu menatap gadis itu jengah. "Udah ayo."

Alva menarik lengan Vella dan membawanya menuju kantin. Melihat tangannya yang ditarik oleh lelaki itu membuatnya menghela nafas pasrah. ia tak menolak karena dirinya memang sedang lapar lagi pula ia senang jika gratisan.

Kedatangan mereka membuat para pengunjung kantin menatap mereka dengan iri ada juga yang berdecak kagum melihat keduanya yang seperti pasangan kekasih, dan kini keduanya menjadi pusat utama dari banyaknya para pasang mata.

Ini berita yang menghebohkan seantero sekolah. Bagaimana bisa ketua osis yang terkenal dengan ketegasannya dan parasnya yang tampan itu menggandeng lengan salah seorang wanita?

Ini kali pertamanya mereka melihat sang ketua osis bergandengan dengan seorang wanita. Terlebih lagi gadis itu adalah wakil ketua osis. Pasalnya, Alva adalah tipikal orang yang tidak mudah tersentuh oleh wanita manapun dan kali ini lain lagi, ini adalah sebuah hal yang mengejutkan bagi para kaum hawa.

Mereka mulai berasumsi bahwa keduanya menjalin hubungan ada juga yang berasumsi bahwa Vella menggoda Alva hingga kini berita itu sudah menyebar seantero sekolah dalam sekejap.


TBC

Voment please?

See you next part!

Ketos VS WaketosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang