Seorang wanita muda yang terlihat sangat cantik itu mengamati sebuah rumah sederhana dengan lekat.
"Ini rumah kamu?"
Vella menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Iya, Tante. Maaf ya rumah Vella kecil."
Wanita itu beralih menatap Vella kemudian tersenyum. "Gak masalah kok, yang penting kamu punya rumah buat berteduh."
Vella mengangguk ikut tersenyum. "Ayo masuk dulu, Tante."
Wanita itu tersenyum lalu mengangguk lalu mengikuti Vella masuk ke dalam rumah. "Kamu tinggal sama siapa kok sepi?"
Vella tersenyum tipis. "Vella tinggal sendiri, Tante."
"Orang tua Vella udah meninggal."
Wanita itu menatap Vella dengan tak enak hati. "Maafin Tante, ya. Tante gak bermaksud."
Vella tersenyum manis. "Gakpapa kok Tante, kan Tante juga gak tau."
Wanita itu mengangguk pelan. "Jadi kamu tinggal sendiri, ya."
Vella mengangguk menanggapinya.
"Kalo boleh tau, umur kamu berapa?"
"17 tahun, Tante."
"Wah, sama kayak anak Tante, ya."
"Really?" tanyanya seolah tak percaya dengan apa yang ia dengar. Ia pikir wanita muda itu belum memiliki anak. Jujur saja, wajahnya terlihat sangat muda dan menolak tua. Wanita itu seperti anak kuliahan.
Wanita itu mengangguk. "Anak Tante cowok, gemesin pula. Ceritanya dia lagi jatuh cinta," ujarnya seraya membayangkan betapa menggemaskannya anaknya saat membahas gadis yang dicintainya.
"Oh, iya. Nama Tante?"
Wanita itu terkekeh. "Sampe lupa kenalan."
"Nama Tante, Sonya. Kapan-kapan kamu main ke rumah Tante, ya."
Vella tersenyum seraya mengangguk. "Siap, Tan."
Vella terkejut kala melihat jam ditangannya yang sudah menunjukan pukul 8 pagi. Berhubung ini hari Minggu, ia kebagian sif pagi.
"Aduh, Vella lupa kalo hari ini Vella harus ke cafe."
"Kamu kerja?" tanya Sonya tak percaya. Gadis seumuran Vella yang harusnya menikmati masa mudanya itu tidak berlaku bagi Vella yang harus menanggung hidupnya seorang diri tanpa merasakan adanya kasih sayang orang tua.
Vella mengangguk. "Vella kerja part time di cafe, kalo sekolah Vella kebagian sif sore."
"Tapi tangan kamu luka," ujar Sonya merasa iba dengan tangan Vella yang belum juga diobati.
"Biar Tante obatin, ya."
Vella mengangguk saja karena menolak pun percuma karena dia orangnya tak enakan.
Vella segera mengambilkan kotak p3k di dalam nakas lalu memberikannya pada Sonya.
Dilihatnya wanita itu mulai membersihkan luka di tangan Vella, setelahnya Sonya segera mengobati lengan gadis itu dengan telaten.
"Done," ujar Sonya seraya tersenyum hangat pada Vella.
Setelah selesai Sonya kembali menyimpan kotak p3k itu ke tempat semula.
Vella yang melihat itu pun tersenyum manis. "Makasih ya, Tan udah ngobatin Vella."
Sonya tersenyum tulus. Tatapannya yang begitu tulus ia berikan pada Vella. Tangannya terangkat untuk mengelus rambut gadis itu lembut.
"Kamu bisa anggap Tante sebagai bunda kamu, mulai sekarang kamu juga boleh panggil Tante dengan sebutan Bunda."
"Bunda?" Beo Vella.
Tatapannya berubah menjadi sendu. Ia jadi teringat akan mendiang bundanya yang sudah lama meninggal.
Sonya tersenyum seraya mengangguk. "Iya, seperti anak saya yang manggil saya dengan sebutan Bunda."
Vella tersenyum hangat. "Makasih, Tan— maksudnya Bunda." Gadis itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sebenarnya ia belum terbiasa dengan panggilan itu. Namun ia akan mencobanya.
"Bunda baik deh, Vella suka hihi..."
Sonya terkekeh geli akan tingkah gadis itu. Menurutnya Vella sangatlah menggemaskan. Sayang sekali, gadis seperti Vella harus tinggal di rumah yang sederhana ini seorang diri. Pasti bagi Vella rumah itu terasa sangat sepi dipenuhi kenangan di dalamnya.
"Kamu juga bisa menginap di rumah Bunda kapan pun kamu mau. Pintu rumah selalu terbuka."
"Kamu pulang jam berapa?"
"Jam 12 siang, Bun."
Sonya mengangguk paham. "Nanti Bunda jemput, Bunda mau ajak kamu ke rumah."
Mata gadis itu berbinar. "Beneran, Bunda?"
Sonya mengangguk antusias. "Bener dong, masa boongan."
Vella tersenyum merekah kala mendengarnya. Ia jadi tidak sabar untuk berkunjung ke rumah wanita itu.
•
•TBC
Voment please?
See you next part!
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketos VS Waketos
Fiksi RemajaMenceritakan seorang gadis yang hidup dengan penuh liku-liku diantara hiruk pikuknya kehidupan. Gadis yang hidup sebatang kara itu tengah menyandang status sebagai wakil ketua osis di sekolahnya. Dia Vella, Keiza Louvella. Vella tak pernah menyangka...