CHAPTER 10

7.6K 294 52
                                    

Vella menutup telinganya dengan menggunakan bantal hingga kepalanya pun ikut tertutup.

Ia kesal karena sedari tadi Alva terus memekik sehingga membuat waktu tidurnya terganggu.

"VELLA KELUAR!"

Lagi-lagi Vella hanya bisa mendengkus kesal. Sampai kapan Alva akan berada di sana? Lelaki itu sudah terlalu lama berada di depan rumahnya, semenjak pulang dari sekolah hingga malam tiba.

"GUE NGANTUK, ALVA!" sahutnya dari dalam rumah.

Alva semakin menekuk wajahnya. Bahkan kini, wajahnya sudah memerah menahan tangisnya.

"Vella." Kini tak ada pekikan dari lelaki itu dan kini, hanya ada suara parau.

Akhirnya ia dapat bernafas lega kala tak lagi mendengar suara lelaki itu. Semoga saja lelaki itu pulang.

Hujan pun turun menguyur tubuhnya. Para tetangga yang hendak marah pun mengurungkan niatnya kala merasa iba dengan Alva yang sedari sore berdiri sambil berteriak memanggil nama Vella. Terlebih lagi saat ini hujan begitu deras membuat mereka semakin tak tega jika harus memakai Alva.

"Pulang aja kali, udah hujan ini," celetuk seorang gadis yang seumuran dengan Vella.

Alva tak mengindahkan hal itu. Ia masih tetap berdiri di tengah guyuran hujan.

"KELUAR, VELLA!"

Seakan tersadar akan dengan pekikan Alva membuat Vella mengeluarkan kepalanya dari bantal lalu menatap ke arah jendela.

"VELLA!"

Gemercik air hujan terdengar membuatnya gelagapan. Mengapa Alva masih ada di luar? Ia kira tadi Alva sudah pulang karena suara lelaki itu tak terdengar lagi.

Dengan cepat ia keluar kamar dan melangkah menuju pintu utama. Dibukanya pintu itu membuat senyum Alva mengembang kala melihat gadis cantik muncul dari balik pintu rumah.

Dengan cepat Vella menarik Alva masuk ke dalam rumahnya.

"Ih kenapa gak pulang aja?" Tangan Vella sibuk mengusap anak rambut Alva yang basah dan berantakan akibat air hujan.

Grep

Vella mematung di tempat kala Alva mendekapnya sangat erat. Tubuh Alva memang basah. Namun, pelukan itu begitu terasa hangat.

Sedetik kemudian ia tertegun kala merasa tubuh Alva yang bergetar. Apakah Alva menangis? Bagaimana bisa ketua osis menangis karena dirinya yang tak kunjung membukakan pintu untuk Alva? Sungguh moment yang sangat langka.

"Lo nangis, Al?"

Alih-alih menjawab, lelaki itu justru semakin mengeratkan pelukannya.

"Gue gak mau nyari cewek lain lagi, Vel. Lo aja udah lebih dari cukup," lirihnya masih dengan terisak. Rahangnya mengeras menahan segala isak tangisnya.

Ia lemah jika harus dihadapkan dengan Vella. Ia terlalu takut jika Vella benar-benar meninggalkannya.

Vella membalas pelukan itu tak kalah erat dengan sesekali mengelus punggung lelaki itu sayang.

Cukup lama mereka saling berpelukan, akhirnya Alva menyudahinya dan beralih menatap Vella dengan lekat.

"Lo gak suka sama Daniel kan?"

Vella nampak berpikir. "Suka, Daniel orangnya baik, gan—"

"Stop! Gausah muji dia," tegasnya seakan tak mau mendengar Vella yang terus memuji Daniel.

Vella tersenyum tipis. "Walaupun gue suka sama dia, itu gak menutup kemungkinan kalo gue suka sama lo. Gue lebih sayang sama lo, Alva. Cowok yang paling gue cintai di dunia ini cuma lo, Alva."

Alva tertegun mendengarnya. Apa itu artinya Vella menerimanya? Kemarin Vella belum sempat memberi jawaban.

"Lo nerima gue?"

Vella mengangguk antusias seraya tersenyum manis.

Grep

Spontan Alva menarik kembali tubuh Vella ke dalam dekapannya.

"Makasih," ujarnya tulus sesekali mengecup puncuk kepala gadis itu dengan hangat.

Vella mengangguk menanggapinya. Ia memilih posisi nyaman dengan memeluk Alva seraya mendusel di dada bidang lelaki itu.

***

Vella menyodorkan segelas teh hangat pada Alva. Lelaki itu sudah berganti pakaian menggunakan hoodienya yang berwarna hitam miliknya serta celana milik mendiang ayah Vella.  Beruntung ukurannya itu over size hingga hoodie itu pas dengan tubuh Alva yang kokoh.

Tak hanya Alva, Vella pun mengganti bajunya yang basah akibat Alva yang terus memeluknya.

Setelah meneguk teh hingga tandas, Alva kembali menaruh gelas tersebut di atas meja.

Lelaki itu menekuk wajahnya membuat Vella menatap lelaki itu cemas.

"Kenapa? Pusing?"

Alva menggeleng lemah. "Mau peluk."

Vella menghela nafasnya lega. Ia kira lelaki itu pusing karena kehujanan tadi. "Tadi kan udah."

Alva mencebikkan bibirnya, terlebih lagi matanya yang mulai berair bersiap akan menumpahkan tangisnya saat itu juga. Vella yang melihat itu pun gelagapan dan memilih menarik Alva ke dalam dekapannya.

Seketika senyum Alva terbit dan segera membalas pelukan Vella seraya menenggelamkan wajahnya di ceruk leher gadis itu.

Vella menggeleng pelan akan tingkah Alva. Ia baru tahu jika Alva mempunyai sisi yang sangat manja.

"Lo gak nemenin ponakan?"

"Ada bunda," balas lelaki itu dengan sesekali menghirup leher Vella yang memiliki aroma vanila, baginya sangatlah memabukkan membuatnya ingin terus mencium aroma Vanila di tubuh Vella.

Vella merasa geli kala nafas lelaki itu terus menerpa lehernya.

Gadis itu terkekeh geli seraya menggeliat kecil. "Geli, Al."

Ide jahil pun terlintas di otak lelaki itu. Dengan sengaja lelaki itu beberapa kali mengecup leher jenjang Vella yang putih nan mulus membuat Vella semakin geli dan melepas tawanya.

"AHAHA.. Geli, Alva."

Vella sedikit menjauh dari Alva. Namun, lelaki itu menekan tengkuknya membuatnya tak bisa menghindar dari kecupan Alva di lehernya.

Alva tersenyum kala melihat Vella yang tertawa lepas seperti ini. Baginya Vella sangatlah cantik dan tawanya pun sangat merdu membuatnya semakin ingin memiliki Vella seutuhnya menjadi miliknya. Rasanya ia ingin cepat menikahi Vella saat itu juga.

Ia cemburu kala melihat Vella berdekatan dengan lelaki lain, ia tak suka Vella menangis ia pun tak suka melihat Vella terluka. Ia sangat menyayangi Vella dan tulus mencintai gadis itu. Sungguh ia tak mau kehilangan Vella.

Salah satunya cara agar Vella tetap bersamanya adalah dengan cara mengikat Vella dengan pernikahan. Karena, ia tak percaya dengan para lelaki di luar sana yang pastinya akan terang-terangan merebut Vella darinya. Terkadang, sudah menikah pun banyak sekali perebut di luaran sana.

Umur mereka belum cukup legal. Ia akan menunggu jika dirinya dan Vella lulus SMA. Semoga saja ia bisa sabar menunggu.


TBC

Voment please?

See you next part!

Ketos VS WaketosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang