CHAPTER 21

5.9K 214 55
                                    

Dibukanya pintu itu memperlihatkan seorang pria berwajah tampan yang terlihat seumuran dengannya dan Alva.

—————

"Siapa, ya?"

Pria itu sempat terpukau kala melihat seorang gadis yang memiliki paras yang sangat cantik keluar dari dalam sana. Sedetik kemudian ia tersadar lalu tersenyum.

"Kenalin, gue Aro tetangga sebelah."

Vella tersenyum tipis. "Oh, salken ya gue Vella."

Pria yang diketahui bernama Aro itu tersenyum seraya mengangguk. Ia menyodorkan sebuah bingkisan pada Vella. "Ini gue bawain makanan, semoga kita bisa akur, ya."

Vella menatap bingkisan itu dengan mata berbinar. "Gak usah repot-repot kali," ujarnya dengan tangan yang meraih bingkisan itu.

"Lama banget, ada si—" Ucapan Alva terhenti kala melihat pria yang tak ia kenali.

Atensi keduanya teralihkan pada Alva yang baru saja datang dari arah belakang Vella.

Alva menatap lelaki itu seolah tak suka. Pantas lama, ternyata ada tamu tak diundang. Karena pria itu, dirinya tak bisa memeluk Vella lebih lama.

Aro sempat terkejut kala melihat Alva yang muncul dari dalam. Ia kira Vella tinggal sendiri, ternyata gadis itu ditemani oleh pria yang entah siapa itu, ia tidak tahu.

Aro menggaruk tenguknya yang tidak gatal. Ia beralih menatap Vella. "Gue ganggu, ya?"

"Ganggu banget." Bukan Vella yang menjawab melainkan Alva.

Vella menyenggol siku Alva membuat Alva menatap Vella jengah.

Vella tersenyum pada Aro. "Nggak kok, ayo masuk dulu."

Alva yang mendengar hal itu pun menatap Vella tak suka. Terlebih lagi gadisnya tersenyum pada lelaki lain selain dirinya. Ah sial! Ia tak bisa berbagi.

Aro beralih menatap Alva lalu mengulurkan tangannya. "Gue Aro, tetangga sebelah."

Alva menatap lengan itu sekilas seakan tak berniat membalas uluran tangan itu.

Alih-alih membalas uluran tangan itu, justru Alva malah melingkarkan tangannya pada pinggang Vella lalu menariknya agar mendekat padanya.

"Alva, suami Vella," balasnya tanpa menjabat uluran tangan Aro.

Vella sempat terkejut dengan perlakuan Alva yang tiba-tiba memeluknya dengan sangat posesive. Ia pun berusaha menjauh. Namun, Alva semakin mengeratkan pelukannya membuatnya tak bisa berkutik.

Aro mangut-mangut lalu menurunkan lengannya. Ia terkekeh geli akan tingkah Alva yang terlihat posesive pada Vella. "Kalo gitu gue cabut dulu, ya."

Vella mengangguk. "Jangan sungkan kalo mau main, ya."

"Vella," tegur Alva seakan tak suka dengan penuturan gadisnya.

Aro terkekeh geli. "Aman," ujarnya membalas ucapan Vella.

Setelah mengatakan hal itu Aro berlalu dari sana dan memilih masuk ke dalam apartemennya.

Alva menggerutu pelan. Sejak kapan pria itu pindah ke sebelah apartemennya? Ia benar-benar tak tahu menahu soal itu. Ia jadi cemas jika ia meninggalkan Vella sendirian di apartemennya. Bagaimana jika Aro masuk ke dalam apartemennya lalu melakukan suatu hal pada Vella? Ah sial!ia tak bisa membiarkan hal itu terjadi.

Vella menatap Alva tak suka. "Ada tetangga baru bukannya disambut malah dicuekin, gak sopan."

Alva menatap Vella lekat. Tangannya pun masih melingkar di pinggang gadisnya. "Ngapain senyum-senyum sama dia? Suka lo?"

Vella menatap lelaki itu jengah. "Senyum sama orang itu bukan berarti suka."

"Gue cuma bersikap ramah sama dia, salah?"

Alva sontak mengangguk. "Salah, bisa aja dia suka sama lo setelah liat senyum lo. Gue gak suka. Cuma gue yang bisa liat senyum manis lo, cowok lain, jangan."

Vella tersenyum menggoda. "Cemburu?"

Alva berdehem. Ia melepaskan pelukannya pada Vella. "Jelas lah, Lo cewek gue. Gue gak suka berbagi, lo juga tau itu."

Vella terkekeh geli akan tingkah Alva yang menurutnya menggemaskan. "Iya sayang iya, tapi lain kali jangan ketus-ketus gitu sama Aro, gitu-gitu juga dia tetangga lo."

Alva memutar bola matanya malas. Antara senang dipanggil sayang juga kesal dengan Vella yang menyebut-nyebut nama pria tadi.

"Hm," balasnya dengan deheman.

"Kunci pintunya kalo gue gak ada," peringat Alva. Namun, sepertinya dirinya akan sering bersama Vella di apartemennya karena sebentar lagi orang tua Rigel dan Vio akan segera pulang ke Indonesia karena masalah dalam bisnisnya sudah terselesaikan.

"Emang kenapa? Aro juga gak bakal macem-macem."

Alva berdecak. "Nurut aja kenapa sih."

Vella mengerucutkan bibirnya. "Iya deh mas pacar."

Lelaki itu berhasil dibuat tersenyum kala mendengarnya penuturan gadisnya.

"Mau jalan?"

Tanpa pikir panjang gadis itu mengangguk. "Boleh."

Atensi lelaki itu teralihkan pada bingkisan yang Vella bawa. "Itu dari dia?"

Vella mengangguk. "Iya."

Alva menghela nafas berat. "Mau makan itu apa jalan-jalan dulu?"

Vella nampak berpikir. Sedetik kemudian ia kembali bersuara. "Jalan-jalan dulu deh."

Alva mengangguk. "Yaudah, ayo."

"Mau ganti baju dulu."

Alva menahan lengan Vella yang hendak berlalu dari sana membuat Vella terpaksa mengurungkan niatnya.

"Gitu aja udah cantik, Vel."

Ucapan Alva membuat gadis itu tersipu malu. Alva terkekeh geli kala melihat semburat merah menjalar di pipi gadis itu. Tangannya bergerak untuk mencubit pelan pipi gadisnya.

"Gemes banget calon bini," ujarnya disertai kekehan di akhir kalimatnya.

Vella mengerucutkan bibirnya kesal. Ia mengenggam lengan Alva yang terus mengunyel-unyel pipinya.

"Alvaa ihh..." rengeknya dengan wajah memelas berharap Alva berhenti memainkan pipinya.

Alva semakin dibuat terkekeh. Lelaki itu memilih menggenggam tangan Vella. "Ayo."


TBC

Voment please?

See you next part!

Ketos VS WaketosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang