CHAPTER 07

7.7K 331 55
                                    

Sejak insiden kemarin perihal Alva dan Vella yang tidak sengaja berciuman, Vella memilih menghindar dari lelaki itu. Hal itu membuat Alva terlihat murung.

Alva seakan tak bisa berjauhan dengan gadis itu. Namun, saat Alva menghampiri Vella, saat itu juga Vella semakin menjauh darinya.

Seperti sekarang, ia tak pernah bosan mencoba mendekati gadis itu. Keduanya tengah berada di kantin sekolah. lelaki itu menggeser duduknya ke arah Vella. Namun, gadis malah menggeser duduknya menjauh dari Alva.

Saat Alva kembali menggeser duduknya, Vella malah beranjak dari sana dan memilih berjalan keluar kantin. Seketika hati Alva mencelos.

Ia sudah menjelaskan beberapa kali bahwa insiden kemarin hanyalah sebuah kecelakaan semata bukan secara disengaja. Namun, gadis itu tetap saja mendiaminya dan terus menghindarinya.

Dilain tempat, Vella misuh-misuh sendiri dengan menggerutu seorang diri di dalam kelas. Beruntung tidak ada siapapun di dalam kelas. Tidak tahukan Alva bahwa dirinya malu perihal insiden kemarin? Mengapa juga lelaki itu terus mendekatinya?

Vella memilih membenamkan wajahnya diatas meja dengan tumpuan kedua tangannya. Ia menunduk. Pikirannya terus berkecamuk. Kini merasa canggung dengan Alva. Ia malu, sungguh malu.

"Vella."

Suara itu, suara yang sangat terdengar familiar. Tidak ia tebak pun ia sudah mengetahuinya jika itu adalah suara Alva.

Ia meruntuki dirinya sendiri karena memilih pergi ke dalam kelas. Seharusnya ia pergi saja ke dalam bilik kamar mandi.

Mau tak mau ia mendongak menatap Alva. Betapa terkejutnya ia kala melihat Alva yang mencebikkan bibirnya, terlebih lagi mata lelaki itu berair.

"G-gue minta maaf," lirihnya dengan mengeraskan rahangnya menahan kuat isak tangisnya agar tidak pecah saat itu juga.

"Kemarin gue bener-bener gak sengaja."

Vella berdiri dari duduknya lalu berdiri di hadapan Alva. "Kok muka lo merah gitu?"

"Lo sakit?"

Alva menggeleng. "Maaf."

Lelaki itu terus saja merapalkan kata maaf membuat Vella menghela nafas berat.

"Ngapain minta maaf? Kemarin kan emang kecelakaan."

Alva terdiam sejenak. "Terus kenapa lo ngehindar dari gue?"

Vella ingin sekali menangis saat itu juga. Ternyata Alva belum juga paham. Tidak mungkin jika dirinya mengatakan bahwa dia malu. Itu akan membuatnya tambah malu.

Ah masa bodo!

"G-gue, gue malu Al," cicitnya seraya menunduk menatap sepatu pantofelnya.

Alva menatap gadis itu tak percaya. Jadi karena itu Vella menghindarinya? Ah sial! Ia kira gadis itu membencinya karena sudah mencuri first kiss nya. Akhirnya kini dirinya dapat bernafas lega.

"Kenapa gak bilang?"

"Ya gue malu lah," dengus gadis itu membuat Alva gemas sendiri.

"Gue kira lo benci sama gue," lirihnya.

Vella mendongak menatap Alva lalu menggeleng keras. "Gak ada!"

Alva tersenyum tipis. "Jangan ngehindar lagi."

Vella mengangguk saja.

Alva terdiam sejenak kemudian ia kembali bersuara. "Vella."

Vella menatap Alva. "Kenapa?"

"Mau peluk," cicitnya.

Vella menatap Alva horor. "Gak! Ini di sekolah."

Alva manggut-manggut. "Jadi kalo di tempat sepi boleh peluk?"

"Ya gak gitu juga konsepnya Juned!"

Alva mendelik kesal. "Nama gue Alva, bukan Juned."

Vella hanya menatap lelaki itu jengah. "Hm, serah."

"Mau peluk," rengeknya membuat Vella bergidik ngeri.

"Lo waras gak si?"

Alva tak mengubris ucapan gadis itu. "Mau peluk, Vella," lirihnya.

Vella memainkan kukunya sebentar. "Y-yaudah, tapi se—"

Grep

"Kangen," lirih lelaki itu dengan mengeratkan pelukannya pada Vella.

Vella sempat terkejut. Namun begitu, ia tetap membalas pelukan Alva dengan sesekali mengelus punggung lelaki itu sayang.

"Baru sehari gue diemin udah kangen, dasar kutu badak."

Vella merasa sedikit bingung dengan perubahan sikap Alva padanya yang sangat terlihat manja. Alva yang sejak dulu terkenal dingin dan selalu memasang raut wajah datar meski bersamanya, tetapi kini hanya ada sorot mata teduh yang diberikan lelaki itu padanya.

"Alva," panggilnya membuat Alva berdehem.

"Udah dong."

"2 menit lagi, Vel."

"Tap—"

"Biarin gini dulu," lirihnya masih ingin melepas rindu dengan gadis itu.

Setelah 2 menit, Alva melepaskan pelukan itu lalu menatap Vella dalam. "Gue udah nyari nama Fahmi di kelas sebelah tapi gak ada."

Vella mengerjapkan matanya lucu. "Ah .. i-itu ... mungkin dia udah pindah."

Lelaki itu nampak memicingkan matanya menatap Vella intens. "Lo bohong kan?"

Vella cengengesan lalu membuang pandangannya ke sembarang arah karena malu.

Alva menghembuskan nafasnya lega. "Sukurlah."

Vella berdehem pelan. "Lo kenapa jadi beda?"

Alva mengernyitkan dahinya bingung. "Bedanya?"

"Y-ya gak dingin kayak dulu gitu, terus juga lo deket-deket gue terus, sampe mau nangis waktu gue jauhin lo."

Seketika lelaki itu bungkam. Ia tak tahu harus menjawab apa karena ia juga tidak tahu mengapa dirinya seperti ini. Sepertinya ia mulai menyukai Vella. Sedetik kemudian semburat merah menjalar di pipinya hingga telinganya pun memerah.

"Gak tau," alibinya berusaha menutupi kegugupannya.

Vella mengernyitkan dahinya bingung. Aneh, pikirnya.


TBC

Voment please?

See you next part!

Ketos VS WaketosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang