CHAPTER 03

9.5K 405 41
                                    

Vella duduk di kursi kantin dengan perasaan yang tak enak hati. Ia tidak sendiri, gadis itu ditemani oleh Alva sang ketua osis yang dibanggakan oleh para murid di sekolah terutama kaum hawa.

Gadis itu termenung entah apa yang ada tengah gadis itu pikirkan. Hanya saja ia merasa tak nyaman akan tatapan horor dari sebagian pengunjung kantin terutama para kaum hawa.

Alva menghentikan aktivitas makannya kala melihat Vella yang hanya diam tanpa menyentuh makanannya sama sekali.

"Dimakan," titahnya membuat Vella menatap Alva.

"Jarang-jarang kan lo di traktir cogan," ujarnya dengan begitu percaya diri.

Vella berdecih mendengarnya. Ternyata lekaki di sampingnya itu sangat narsis.

Vella terdiam sejenak. "Makasih, ya." Seakan paham Alva mengangguk.

Alva geram dengan Vella yang masih tak mau menyentuh makanannya. "Mau gue suapin?"

Sontak saja hal itu membuat Vella menatap Alva horor. "Gak! yang ada para fans lo itu pada neror gue."

"Jangan perduliin orang lain," ujar Alva dingin.

Vella hanya mengangkat bahunya acuh dan memilih memakan makanannya dengan hidmat.

Alva yang melihat itu pun mengulas senyuman tipis. Tangannya terangkat untuk mengacak puncuk kepala gadis itu gemas. "Makan yang banyak!"

Seketika aktivitas Vella pun terhenti kala mendapat perlakuan tersebut. Entah mengapa kini jantungnya berdetak tak karuan.

Alva kembali melanjutkan acara makannya yang tertunda.

Tanpa sadar, banyak pasang mata yang menatap Vella tajam.

Vella meneguk salivannya susah payah kala sebagian pasang mata menatapnya horor. Tanpa mau memperdulikan hal itu, ia kembali memakan makanannya dengan perasaan yang berkecamuk.

***

Bel pulang sekolah berbunyi menandakan para murid berbondong-bondong menuju keluar gerbang untuk pulang ke rumahnya masing-masing.

Sebagian murid sudah pulang. Namun, tidak dengan Vella yang kini masih berdiri di dekat pintu gerbang memikirkan bagaimana caranya untuk bisa pulang ke rumahnya. Pasalnya, ia tidak memiliki uang lagi untuk membayar angkot.

Tiba-tiba saja bunyi klakson motor terdengar membuat Vella yang semula menunduk menatap sepatunya kini menegakkan kepalanya menatap seorang pria yang ia kenali.

"Alva?"

Ya, lelaki itu adalah Alva. Pria itu tersenyum tipis ke arahnya.

"Naik," titahnya.

Vella mengerjapkan matanya beberapa kali. Hal itu mampu membuat Alva gemas sendiri.

"H-hah?"

Alva mendengkus. "Lo mau berdiri terus di sana?"

Vella menggeleng pelan. Dengan ragu ia berjalan menghampiri motor besar milik lelaki itu lalu menaiki kursi penumpang.

Vella menatap pahanya yang terekspos dan berusaha menarik roknya agar bisa menutupi pahanya, meski tidak sepenuhnya.

Tiba-tiba saja Alva menyodorkan sebuah jaket padanya. "Pake."

Vella terdiam sejenak. Setelahnya gadis itu segera menerima jaket tersebut dan menutupi pahanya yang terekspos. Tanpa sadar bibirnya mengulas senyuman tipis. Ternyata Alva memiliki hati yang baik dan tidak semenyebalkan yang ia kira.

Alva tersenyum tipis dibalik helm full face-nya. Setelahnya, lelaki itu mulai menjalankan motornya menjauhi area sekolah. Bertepatan dengan itu, Vella berpegangan pada baju seragam lelaki itu dengan erat. Hal itu mampu membuat Alva kembali dibuat tersenyum.

Ketos VS WaketosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang