Dua bulan sudah usia pernikahan mereka, usia yang masih seumur jagung untuk sebuah usia pernikahan pasangan beda umur tersebut, dan sudah tiga bulan lebih usia dari janin yang ada dalam kandungan Aisyah.
Pernikahan yang mereka jalani terlihat seperti orang kebanyakan, menjalani hari-hari normal namun tidak ada hal yang istimewa, Aisyah lebih fokus ke janinnya saja, dia tidak terlalu peduli dengan suaminya itu.
Pada awalnya sih begitu, tapi entah kenapa akhir-akhir ini ia selalu saja cemas kala suaminya itu belum pulang, apa lagi di akhir pekan seperti ini, Rendra selalu pulang tengah malam.
Dua akhir pekan lalu, Aisyah tidak terlu ambil pusing, cuma akhir pekan sekarang, entah kenapa hatinya mulai gelisah, apa lagi Rendra selalu pulang dalam keadaan babak belur kalau akhir pekan seperti ini.
Setiap akhir pekan selama satu bulan lebih, Rendra selalu pulang telat, kenap Aisyah bisa tau, itu karna setiap kali Rendra pulang dirinya selalu terbangun, dan setiap kali memastikannya itu sudah lewat tengah malam.
Aisyah tidak tau dengan dirinya, namun sekalinya coba mengelak hatinya seakan resah, dirinya terus mencoba untuk tidak peduli, tapi lagi-lagi hatinya berontak, hati dan otaknya tidak sejalan.
Sekarang sudah lewat dari tengah malam, ini sudah waktunya Rendra pulang, Aisyah menunggu di ruang tengah, duduk sambil melipat kedua tangan di dada, lampu ruangan ini sengaja di matikan.
Aisyah tau kalau begadang seperti ini gak baik untuk kesehatan janinnya, tapi tetap aja dirinya tidak bisa tidur bahkan diam saja, janin dalam perutnya seakan menolak untuk berdiam diri dan acuh.
Seolah-olah semua ini adalah kemauan si jabang bayi, calon anak mereka mungkin ingin bersama ayahnya, bisa menghabiskan waktu bersama Rendra, selama ini mereka jarang berinteraksi, mungkin itu penyebab semua ini, kegelisahan Aisyah yang di amini oleh sang jabang bayi.
"Ayah kamu kemana sih sayang? Tiap akhir pekan selalu pulang telat kayak gini! Nyusahin aja." Aisyah bermonolog sendiri sambil mengusap perutnya.
Tidak lama terdengar suara deru motor milik Rendra, 12.45 tengah malam Rendra baru pulang, itu sudah cukup membuat kesabaran Aisyah hilang, selama ini ia tidak tau menau mengenai pekerjaan sang suami, bahkan suaminya itu tidak pernah bercerita apa pun.
Memang dirinya lah yang salah karna terlalu acuh, tapi tetap aja Rendra juga salah karna tidak bercerita apa pun, Aisyah berharap kalau Rendra bercerita tentang pekerjaannya walau engga di pedulikan oleh dirinya.
Cekrek!
Pintu di buka dari luar, Aisyah mendengar langkah kaki cukup pelan dari arah pintu, ia juga melihat kalau Rendra sedikit mengendap-ngendap, sepertinya dia takut ketahuan karna pulang malam atau apa lah itu, yang pasti itu sangat mencurigakan.
Tiba di sekat antara ruang tengah dan ruang keluarga, sosok Rendra terlihat lebih jelas lagi, dari tempat Aisyah duduk, dirinya bisa melihat kalau wajah sang suami penuh lebam.
Itu sudah cukup membuat Aisyah semakin kesal, dirinya langsung beranjak untuk melabrak langsung sang suami yang baru saja pulang.
"Dari mana saja kamu?" Suara Aisyah cukup lantang dan tegas.
Rendra langsung terkejut, lepas itu dia menoleh ke arah Aisyah sambil tersenyum. "K-kamu belum tidur?"
Aisyah memutar kedua bola matanya. "Jangan ngalihin pembicaraan. Aku tanya, kamu habis dari mana pulang jam segini?"
Rendra menghela napas pelan lalu beranjak ke arah Aisyah. "Aku kerja, ngapain lagi coba!"
"Kerja? Kerja apa yang bisa sampai lewat tengah malam?"
"Ya, kerja."
"Iya, kerja apa? Terus wajah kamu kenapa lagi? Mau alesan apa? Sisa kerja tadi, iya?"
"Engga, aku di pukul orang tadi."
"Di pukul orang? Sebenarnya kamu kerja apa? Kenapa tiap pulang akhir pekan wajah kamu babak belur terus? Kamu debtcollector atau tukang pukul?"
"B-bukan. Kerjaan aku bukan seperti itu, aku kerjanya halal kok, kamu gak perlu tau. Lagian kamu kenapa sih, kok tumben ngintrogasi aku seperti ini?"
"Gak perlu tau kamu bilang? Aku istri kamu, ak berhak tau suami aku kerja apa di luar sana, aku berhak tau kamu main atau ngapain aja di luar sana, aku berhak tau akan hal itu. Kamu pikir aku siapa? Aku istri kamu kalau kamu lupa."
"Istri? Sejak kapan kamu nganggap aku sebagai suami? Dari pertama kita menikah kamu bahkan gak pernah nganggep aku ada, aku yang terus berjuang untuk kamu bahkan gak pernah kamu lihat sama sekali, sedikit pun gak pernah kamu lihat, dan sekarang kamu bilang kamu seorang istri? Jangan bercanda, kamu bahkan tidak pernah melaksanakan kewajiban kamu sebagai seorang istri, masih pantas gak kamu di sebut sebagai seorang istri?"
"Kamu kok ngegurui aku? Aku jauh lebih tua dari kamu, aku lebih tau semuanya dari pada kamu."
"Iya, kamu emang lebih segalanya dari aku, kamu lebih berpendidikan, tapi sayangnya pendidikan tinggi pun gak mencerminkan kalau orang itu baik, semua ilmu yang kamu pelajari selama ini akan sia-sia jika kamu tidak bisa menghargai orang terlebih suami kamu sendiri."
"Maksud kamu aku bodoh gitu? Iya!"
"Aku gak bilang gitu, kamu sendiri yang bilang barusan."
"Halah, alesan kamu. Bilang aja kalau memang ngatain aku bodoh."
"Terserah. Yang penting aku tidak pernah bilang kamu seperti itu."
"Cih. Kamu jadi suami kok gak pernah ngertiin perasaan aku? Kamu justru ngehina aku kayak gitu!"
"Aku gak ngehina kamu, kamu yang bilang sendiri bukan! Lagian jangan sebut kamu seorang istri kalau kamu gak pernah berperan sebagai istri buat aku suami kamu. Kalau mau di hargai orang, hargai suami kamu sendiri, karna syurga bagi seorang istri ada di kaki suaminya sendiri."
Setelah mengatakan itu, Rendra langsung masuk ke dalam kamarnya sendiri, ia memutuskan untuk mengakhiri perdebatan mereka semua, kalau di lanjut, ia takut menyakiti istrinya itu, ia tidak ingin manyakiti siapa pun juga.
Aisyah membisu, tertohok dengan semua perkataan Rendra, tanpa sadar air matanya luruh, semua yang di katakan oleh suaminya itu langsung menusuk ke dalam hatinya, ia benar-benar tertampar keras oleh kenyataan yang ada.
Aisyah sadar kalau selama ini dirinya tidak pernah berperan sebagai seorang istri, semua tugas yang harusnya ia kerjakan justru di lakukan oleh Rendra, ia sadar kalau dirinya tidak pantas di sebut sebagai seorang istri.
Aisyah terduduk, bersimpuh sambil menutupi wajah dengan kedua tangan, ia menangis sejadi-jadinya tidak menyangka mendapat perkataan pedas dari sang suami, ini kali pertama ia meihat suaminya itu marah kepadanya, sungguh sangat menyakitkan rasanya.
"Hiks... Maaf!" Aisyah menangis di tempat.
Tidak ada yang bisa ia lakukan selain minta maaf, keegoisan dirinya lah yang sudah membuatnya seperti ini, kalau saja dirinya tidak terlalu egois dan berperan layaknya seorang istri mungkin ia tidak akan sesakit ini.
Sementara itu di balik pintu kamar, Rendra juga melakukan hal yang sama, terduduk sambil bersandar di pintu, air matanya lolos seketika, Rendra juga tutut menyesal karna sudah memarahi sang istri.
Tapi itu semua ia lakukan karna sudah merasa tidak kuat, ia sakit hati dan menumpahkan semua itu saat ini, bahkan ia lupa kalau sang istri tengah mengandung anaknya, jabang bayi yang ada di dalam kandungan Aisyah mungkin akan turut merasa sedih juga
Rendra berpikir kalau dirinya sudah keterlaluan, mungkin besok kalau sudah tenang, ia akan minta maaf atau mungkin ia akan sedikit memberi pelajaran kepada istrinya itu biar sadar dengan posisi nya saat ini.
* * *
...TO BE CONTINUE...
KAMU SEDANG MEMBACA
BRONDONG HUSBAND ✅ [SELESAI]
Romance(END) ----- "Bu Dokter, nikah yuk!" "Saya lagi kerja, jangan ganggu!" "Ya udah nanti aja sepulang kerja nikahnya." "Kamu lebih muda dari saya." "Saya bisa kok pakai kumis biar kelihatan tua, saya juga bisa cat rambut yang sama persis seperti uban." ...