"Selamat pagi pengantin baru!"
Sapaan dari Widia langsung menbuat Aisyah mendelik kesal ke arahnya, ia juga tidak mengindahkan sahabatnya itu, Aisyah terus berlalu menuju ke arah ruangannya.
Tentu saja Aisyah juga di ikuti oleh Widia, sahabatnya itu mengintil Aisyah dari parkiran tempat mereka bertemu sampai saat ini saat mereka berjalan di lorong rumah sakit.
Beruntung lorong cukup sepi jadi Aisyah tidak akan di tanya macam-macam oleh rekan sejawatnya, namun tetap saja, aisyah merutuki mulut Widia yang lemes itu.
Hanya cengiran lebar yang tercetak di wajah Widia, tanpa merasa bersalah apa pun dia terus saja menggodanya, kalau bukan sahabat mungkin Aisyah sudah memukul Widia sejak lama.
Hari ini, Aisyah masuk kerja seperti biasa, rasa mual yang terasa mulai hilang secara perlahan-lahan, Aisyah kembali seperti sedia kala, tidak ada wajah pucat atau pun suara muntah yang ada setiap saat.
Setelah menikah dengan brondong itu, rasa mual yang waktu itu membuat Aisyah menderita menjadi hilang, emang benar, janin yang ada di dalam perutnya ingin selalu dekat dengan sang ayah.
Walau pun mereka tidur beda kamar tapi Aisyah tidak mual sama sekali, bahkan saat ini pun rasa mualnya seakan sirna terganti rasa nyaman kala membawa janin dalam perutnya.
"Ay! Gimana brondong lo? Strong kan? Gak mungkin lah kalau dia gak strong di ranjang," lanjut Widia ngaco.
Aisyah memicingkan mata ke arahnya, "maksud kamu apa sih? Aku gak paham."
"Halah. Gosah pura-pura deh, semalem lo tidur seranjang kan sama brondong lo?"
"Ya engga lah. Ngapain juga aku harus tidur seranjang sama dia, gak sudi."
"Lah! Kenapa gitu? Lo berdua udah sah, udah halal. Gak akan dosa mau nyoba gaya apa pun juga."
"Jangan ngaco. Aku gak akan sudi tidur sama orang yang udah ngerusak aku."
"Ups! Gue lupa. Lo udah gak perawan, hihi."
"Hust! Mulut kamu Wid, lemes banget."
"Hihi, lucu aja gue dengernya."
"Gosah di bahas lagi, aku kesel dengernya."
Aisyah langsung mempercepat langkah kakinya, Widia juga langsung menyusul sahabatnya itu, obrolan mereka belum selesai dan Widia masih belum puas menggoda sahabatnya itu.
Widia mengikuti Aisyah sampai masuk ke dalam ruangannya, kala Aisyah duduk di kursi, Widia mengambil duduk di atas meja, tidak sampai duduk hanya sedikit bertumpu di meja kerjanya.
"Kamu gak ada kerjaan lain selain gangguin aku?" tanya Aisyah jengah melihat sahabatnya itu.
"Ada. Nih kerjaan gue ngintilin lo," jawab Widia terkekeh.
Aisyah langsung memutar kedua bola matanya. "Kesel tau, kalau bukan sahabat udah aku pukul kamu dari dulu."
"Dih! Sadis bener lo sama gue. Gak berprikemanusiaan."
"Kamu juga gak berprikemanusiaan tuh, godain aku terus."
"Hihi, seru Ay. Kita sahabatan udah lebih dari tiga tahun, terus aku yang duluan punya pacar lalu tunangan, lah terus kenapa kamu duluan yang nikah! Kan lucu Ay."
"Gosah di bahas lagi, aku bete tau, kalau bukan demi janin ini aku gak mungkin terjebak dalam pernikahan ini."
"Jangan gitu, lama-lama lo juga bakal terbiasa, terus nantinya lo bisa cinta deh sama tuh brondong."
"Amit-amit. Gak bakalan, aku gak sudi."
"Awas aja lo Ay. Di tinggalin baru tau rasa."
"Gak akan."
KAMU SEDANG MEMBACA
BRONDONG HUSBAND ✅ [SELESAI]
Roman d'amour(END) ----- "Bu Dokter, nikah yuk!" "Saya lagi kerja, jangan ganggu!" "Ya udah nanti aja sepulang kerja nikahnya." "Kamu lebih muda dari saya." "Saya bisa kok pakai kumis biar kelihatan tua, saya juga bisa cat rambut yang sama persis seperti uban." ...