Bab 12 - Bad Day

35.7K 3.1K 56
                                    

MAKAN bersama setelah sukses menyelesaikan sebuah acara memang terbilang kegiatan rutin, apalagi kalau sampai mendapatkan keuntungan dua kali lipat, restoran yang dipilih pasti lebih baik lagi. Seperti sekarang, seluruh tim yang ikut serta melancarkan acara sedang makan bersama di salah satu restoran Jepang.

"Lo kenapa, Li? Daritadi diem mulu perasaan," teguran itu berasal dari Dessy yang memerhatikan gelagat aneh pada Lingga sejak kedatangan mereka ke restoran Jepang ini. Seharusnya gadis itu gembira, karena para atasan memujinya, dan acara berlangsung dengan sangat baik.

"Nggak apa-apa," sahut Lingga memaksakan seulas senyum simpul. Ia mengitari pandangannya ke sekitar restoran, tampaknya semua orang hari ini bersenang-senang.

"Kok kalian masih belum makan? Ayo dimakan-dimakan!" seruan riang itu berasal dari seorang pria yang baru saja menduduki kursi paling depan. Makan bersama per tim di meja memanjang memang bukan hal yang aneh, hanya saja bagi Lingga makan satu meja bersama Rafandra membuat selera makannya malah hilang. Kenapa sih laki-laki itu harus makan di meja ini?

"Iya, Pak. Bapak juga silakan makan," kata Azahra manis.

"Terima kasih," gumamnya. "Em... sebelum kita mulai makan bersama, saya ingin berterima kasih kepada kalian semua, terutama buat tim pemasaran yang sudah bekerja keras belakangan ini. Kesuksesan acara ini gak mungkin bisa terjadi tanpa kalian. Sekali lagi terima kasih banyak untuk kerja keras kalian semua!"

Semua orang di meja itu bertepuk tangan, mereka saling bergantian memuji Rafandra dengan lontaran-lontaran kalimat yang sangat berlebihan. Lingga terdiam. Kalau dipikir-pikir, memiliki atasan seperti Rafandra memang seperti kesempurnaan yang luar biasa. Wajahnya sangat tampan, kepribadiannya baik, tidak memandang status sosial, dan tidak ragu memuji hasil kerja karyawannya sendiri. Andai saja bukan Rafandra yang menjadi atasannya, Lingga juga akan melakukan hal yang sama seperti para rekan kerjanya.

Sedangkan di mata Rafandra saat ini, ia mengharapkan sesuatu dari Lingga yang terlihat tidak bersemangat di kursinya. Gadis itu sama sekali tidak menoleh ke arahnya, atau membuka suara. Apakah gadis itu sangat kelelahan?

"Eh, Li! Itu Eliza Yunita aktris kesukaan lo!" Tari tiba-tiba menepuk tangan Lingga yang duduk di depannya untuk segera melihat ke layar televisi besar yang menggantung di dinding restoran tepat di belakang Lingga. Sontak Lingga dan beberapa orang ikut menoleh ke belakang, merasa penasaran.

Lingga tersenyum lebar menatap seorang perempuan berwajah sangat rupawan, memiliki lesung pipit di pipi bagian kirinya, dan terlihat elegan. Ternyata restoran Jepang ini menggaet Eliza Yunita sebagai media promosi.

"Wah, cantik banget," gumam Lingga sungguh-sungguh. Baginya tidak ada lagi aktris Indonesia yang paling cantik selain Eliza Yunita, karena selain berwajah cantik, perempuan berambut hitam panjang itu juga memiliki hati yang cantik.

"Kayaknya gue bakal dateng ke semua cabang restoran Jepang ini deh," kata Lingga tanpa sadar.

"Kok lo bisa suka banget sama Eliza sih, Li?" tanya Dessy penasaran. Sepengetahuannya, Lingga ini tidak begitu menyukai aktris-aktris sinetron Indonesia, bahkan bisa dibilang membencinya. Kecuali Eliza, tentu saja. Lingga suka sekali memandang foto Eliza lekat-lekat lalu tersenyum lebar. Jika ada seseorang yang menjelekkan Eliza, Lingga akan siap tempur menghabisi orang itu sampai mereka kapok menghina Eliza di depan Lingga.

"Yaa, emang ada yang gak suka sama dia? Dia itu kan cantik, baik lagi. Pokoknya dia itu cewek paling sempurna yang pernah gue liat," kata Lingga membanggakan idolanya.

"Iya dah iya, yang katanya fans berat," ujar Tari seraya menautkan kedua alisnya pada teman-temannya yang lain.

"Tapi Eliza emang cantik lho, aku aja suka banget," sahut Fifi—sekretaris Rafandra— yang posisi duduknya cukup jauh dari Lingga.

Spring Romance (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang