"KAMU baik-baik aja? Udah minum obat?" Rafandra melayangkan pertanyaan kepada Lingga sambil berjalan memasuki kosan gadis itu. Rafandra juga bersikap seolah-olah dirinya tidak tahu alasan mengapa Lingga pulang lebih awal. Padahal jelas-jelas gadis itu terlihat habis menangis.
"Oh itu..." Lingga tidak sempat melanjutkan perkataannya karena tiba-tiba Rafandra menempelkan punggung tangannya di kening gadis itu.
"Lumayan anget," gumam pria itu pelan. "Kayaknya kamu telat makan deh, makanya tiba-tiba sakit," katanya berspekulasi.
"Hm-hmm, palingan cuma butuh istirahat aja, besok juga kayaknya baikan," balas Lingga.
"Kalau gitu ayo dimakan dulu," kata Rafandra sementara dirinya duduk di lantai kosan tanpa dipersilahkan gadis itu. Ia tampak sibuk mengeluarkan makanan yang dibelinya untuk Lingga.
Lingga menatap Rafandra sejenak, sebaiknya ia membiarkan pria itu di kosannya atau mencari cara untuk mengusirnya? Tapi pria itu sudah berbaik hati mengunjunginya, bahkan sampai membawakan dirinya makanan. Sepertinya tidak ada salahnya membiarkan pria itu di sini sebentar.
"Bapak tau dari mana kamar kosan aku?" tanya Lingga ikut duduk di hadapan pria itu.
"Aku nanya penghuni kosan di sebelah kamu. Kebetulan pintu kamarnya gak ditutup karena lagi banyak temen-temennya. Padahal awalnya aku mau nelepon kamu," jawab Rafandra. Lingga mengangguk-ngangguk sebagai respons atas jawaban pria itu.
"Ini, Li," Rafandra menyodorkan ayam goreng spicy di hadapan Lingga. Gadis itu dengan ragu-ragu menerimanya.
"Makasih ya, Pak." Menyadari ada kesalahan dari perkataannya, Lingga pun kembali meralat, "Maksud aku, Fan. Makasih ya, Fan," ulangnya.
"Pas banget aku lagi pengen makan yang pedes-pedes," komentar Lingga dengan mulut penuh.
"Serius? Syukur deh kalau begitu. Tadi pas di restoran, aku sempet bingung mau beli yang original atau spicy. Cuma karena inget kamu suka pedes, jadi deh aku beli yang spicy," kata Rafandra menjelaskan.
"Kamu juga ayo makan, ini enak banget," ujar Lingga menawarkan.
Rafandra menggelengkan kepala pelan. "Nggak apa-apa, kamu makan aja sendiri. Lagian aku kan gak bisa makan pedes."
Gadis itu berseru tanpa suara, baru teringat kalau Rafandra tidak bisa memakan makanan yang mengandung bubuk cabai.
"Aku punya beberapa cemilan manis, kamu mau?" kata Lingga menawarkan.
"Boleh?"
"Boleh. Sebentar ya." Lingga menaruh ayam goreng itu di atas tissu yang ia ambil beberapa helai. Ia membersihkan kedua tangannya dengan cara saling menepuk kemudian ia bangkit berdiri, dan mengambilkan beberapa camilan manis yang sempat dibelinya.
"Makasih, Li," ucap Rafandra saat gadis itu memberikannya camilan miliknya.
"Sama-sama."
Lingga dan Rafandra menikmati makanan masing-masing. Sejujurnya kalau boleh dibilang, Lingga agak bersyukur dengan kedatangan Rafandra ke kosannya. Ia memang butuh seseorang untuk menemaninya, dengan begitu, ia tidak perlu kelihatan menyedihkan karena menangis sendirian sambil mendengarkan lagu-lagu sedih.
"Kamu berlangganan Netflix gak, Li?" tanya Rafandra memecah keheningan di ruangan tersebut.
"Aku berlangganan. Emang kenapa?" Lingga balik bertanya.
"Gimana kalau kita nonton film sambil makan?" usul pria itu.
Lingga berpikir sebentar, tidak ada salahnya juga. Siapa tahu dengan menonton film, ia bisa mengembalikan mood-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spring Romance (END)
Ficción GeneralLingga Paramitha dikenal sebagai biang gosip paling top di bagian divisi pemasaran. Semua gosip dari golongan A sampai golongan Z, ia tahu sepenuhnya. Meskipun begitu, ia sangat menyukai kehidupannya. Kalau bisa dibilang, ia memang suka mendengar ki...