Three

5.6K 892 36
                                    

 Sejak putus dari Naka gadis itu tidak pernah dekat dengan laki-laki lain dalam artian khusus bukan berarti tidak memiliki teman cowok, tidak menjalin hubungan bukan karena trauma tapi memang belum ada yang cocok ditambah pekerjaannya yang cukup sibuk lagi pula dia memiliki Amran yang bisa mengantarnya ke manapun dia pergi.

Sakit hati memang, di awal Naka memutuskannya tapi seiring berjalannya waktu Aisha berhasil melupakan laki-laki itu. Mungkin tidak begitu menyakitkan jika alasannya putus bukan karena wanita lain, karena rasa sakitnya Aisha menghapus rekam jejak Naka di memorinya.

Lalu apa yang tersisa? Kebencian saat mereka dipertemukan kembali, entah dengan alasan yang dibuat-buat atau memang disengaja bahwa ia harus melihat kembali wajah pria brengsek itu karena alasan bisnis.

"Kenapa dialihkan?"

"Aku tidak selamanya di perusahaan, Amran akan memegang kendali penuh."

"Tapi proyek itu di bawah kendalimu."

"Aku takut tidak bisa profesional."

Bumi tersenyum. "Belum move on?"

"Membenci seseorang yang pernah menyakiti kita di masa lalu bisakah dikatakan belum move on?"

Bhumi menggeleng. "Papa tidak tahu, Papa papa pikir tujuh tahun yang telah berlalu tidak menyisakan apapun."

"Selama aku tidak melihatnya akan baik-baik saja, karena itu aku harus menjaga jarak takutnya emosiku malah labil."

Bhumi tidak mungkin membiarkan Aisha bergerak sesuka hati dan membuat keputusan di tengah emosi.

"Pikirkan lagi, Papa tahu kamu bisa bersikap profesional. Jika perlu tunjukkan padanya kamu semakin membaik setelah ditinggalkan."

Aisha tidak bisa. "Aku tidak tahan melihat wajahnya, bagaimana kalau terjadi hal yang tidak diinginkan?"

"Papa yakin Putri Papa tidak akan melakukan hal buruk."

"Tidak ada yang bisa menjamin, karena itu aku menyerahkan proyek itu pada tim. Aku akan memantau bila diperlukan, tenang saja tim yang aku bentuk memiliki kapasitas di atas rata-rata."

"Kali ini kamu mengikuti emosi?"

"Aku hanya menghindar dari masalah." karena Aisha tidak yakin akan baik-baik saja bila berhadapan dengan laki-laki yang pernah meninggalkannya demi wanita lain setelah empat tahun menjalin hubungan dengannya. 

Bhumi emang tidak ingin putrinya bertindak sesuka hati tapi ia juga tidak bisa memaksa, berbeda dengan Amran yang segala sesuatu bisa dinego dengan Aisha negosiasi tidak akan berhasil jika gadis itu sudah mengatakan tidak.

"Aku tidak ingin membahas proyek itu lagi." dan Aisha juga tidak ingin membahas laki-laki itu lagi, semuanya telah usai dan Naka sendiri yang menyelesaikannya.

Ini pertama kali Aisha menyerahkan tanggung jawab perusahaan pada Bhumi sejak gadis itu menjabat sebagai direktur. Artinya ini memang harus serius yang tidak bisa diabaikan oleh Bhumi, ia masih butuh Aisha sampai Amran layak diberikan jabatan itu.

******

Braaak!

"Eh Maaf."

Jika itu adiknya mungkin Aisha akan membully habis-habisan, matanya sempat mengarah ke layar laptop di mana sedang ada adegan gancet-gencetan antara dua manusia berbeda jenis kelamin.

"Nyari Amran?"

Aisha mengangguk, lalu ia mulai berpikir. Apakah wajar usia seperti Nolan dan adiknya masih menonton film tersebut? Mungkinkah dia harus menyuruh kedua laki-laki itu menemui psikiater?

"Baru aja keluar, beli mie katanya." Nolan mengumpat dalam hati, kenapa cewek di layar kalah cantik dengan kakak temannya?

"Lanjutkan." setengah meringis Aisha menyuruh Nolan melanjutkan tontona keji itu.

"Ouh ini, ngisi waktu aja. Sambil nunggu ashar."

Apa? Aisah kesal mendengar jawaban Nolan, bawa-bawa kewajiban tapi yang dilakukan bejat sekali. Nunggu ashar katanya?

"Iya silahkan." Aisha menutup pintu kamar adiknya sedikit keras. 

Dalam keadaan marah Aisha turun ia mengomel sendiri, mengomentari tabiat anak muda zaman sekarang dan di saat sedang kesal-kesalnya ia berpapasan dengan Amran yang baru pulang sepertinya.

"Kamu tahu, melihat tontonan itu sial 44 hari ditambah wajahmu gelap dan azabmu sama dengan yang melakukannya. Paham?!"

Amran tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh kakaknya, 44 hari itu apa, masa nifas?

"Satu lagi. Sering menonton maksiat otak jadi oon!"

Kapan ia menonton maksiat? "Mba jangan asal nuduh." 

Sepertinya memang benar, sekarang otak adiknya itu tidak bisa bekerja dengan baik atau memang sudah bodoh.

"Sana, kumpul sama temanmu. Nanti mama nyusul."

Selang beberapa menit Amran baru mengerti ia bergegas lari menaiki tangga.

"Kakak gue ke sini?"

Nolan melihat dengan tatapan bingung pada temannya. "Iya, kenapa?"

"Matikan bentar lagi mama gue nyusul."

Nolan menurut, dia mematikan layar. "Sampe hal ini diatur?"

"Ck, kakak gue resek!"

Nolan tampak memikirkan sesuatu. "Pantes tadi dia kaya marah gitu." tapi ada yang aneh, Nolan bertanya lagi. "Kakak lu sering masuk ke sini tanpa ngetuk, lo nggak risih?"

"Kunci kamar gue dia yang pegang satu."

Nolan tergelak.

"Padahal gue udah dewasa, tapi kakak gue masih nggak percaya."

"Gitu ya kalau punya saudara."

"Mending nggak punya!" ke mana-mana diawasi sudah macam perawan, belum lagi ketika dirinya dijadikan asisten pribadi oleh Aisha.

"Iya sih kalau modelan begitu."

Amran menggaruk kepala mengingat sikap kakaknya yang luar biasa. "Gue ambil air panas dulu."

Di bawah Aisha sedang meluahkan semua kekesalannya pada salah satu temannya via telepon, kebetulan Amran yang baru turun ternganga mendengar kalimat kakaknya.

"Kamu tahu? Bukan sekali dua Pis, sering! Apa yang ditengok coba!" Aisha menarik napas kesal. "Heran aku, kenapa candu banget sama bokep? Menurutmu apa baiknya aku nikahkan saja dia?"

Amran segera mendekat dan merebut ponsel kakaknya, asal pencet sangkanya panggilan sudah diputuskan.

"Mbak ngomong sama siapa?"

"Nafis."

Apa? Amran tidak percaya, kakaknya membuka kartu terburuknya pada seorang wanita yang selama ini diam-diam disukainya. Nafis adalah salah satu teman kakaknya.

"Itu aib Mba, kenapa diumbar?"

"Menurut Mbak itu penyakit jadi harus disembuhkan, kebetulan Nafis mau buka praktek. Jadi kamu harus berobat ke sana."

Tapi Amran tidak sakit. Argh.... lupakan. "Memalukan sekali." Amran ingin menangis, ia belum sempat PDKT karena belum memiliki pekerjaan tetap tapi lihatlah kakaknya sudah duluan menjelekkannya pada Nafis.

Dia masih mencari pekerjaan yang layak asalkan tidak bergabung dengan perusahaan keluarga, selama kakaknya masih jomblo Amran tidak akan bisa leluasa bergerak. Perkara nonton bokep saja dijadikan masalah, tidak adakah seorang laki-laki yang datang melamar kakaknya itu?

Di tangga atas Nolan melihat interaksi adik dan kakak tersebut, walaupun sedang bertengkar mereka cukup akrab dan Nolan menyukainya. Maksudnya pria itu menyukai sikap protek kakak temannya.

Nolan mulai penasaran sepertinya dia akan mencari tahu segala sesuatu tentang Aisha, wanita itu unik dan menggelitik hatinya.

Hasrat Yang TertundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang