Hasrat Yang Tertunda - 12

3.3K 577 127
                                    

  Bima dan Uli baru saja pulang dan melihat Salima di ruang tamu duduk bersama Aisha.

"HP mu lowbat?" bukan Salima tapi sang bunda yang bertanya pada Bima.

"Tidak."

Uli menyapa mama dan Salima lalu melanjutkan langkahnya, sementara Bima hanya bisa menatap tanpa bisa menyuruh gadis itu berhenti. 

"Dari tadi ditelpon Salima tapi nomormu tidak aktif."

Bima sengaja mematikan ponselnya karena tidak ingin diganggu siapapun selama bersama Uli.

"Eum." 

Karena Bima sudah pulang Aisha meninggalkan keduanya. "Mama tinggal dulu ya."

"Iya Ma."

Bukan kamar tapi ke dapur, Aisha ingin meminta tolong bibi membuatkan minuman dingin untuknya tapi ia tidak melihat si bibi.

"Dari mana dua orang itu, kenapa bisa pulang bareng?" Aisha bergumam sendiri. "Bibi bilang tadi Uli pergi sendiri, kenapa bisa pulang bareng?"

Teringat mobil Uli ia segera bangun lewat pintu samping Aisha memeriksa dan tidak melihat mobilnya lalu menuju ke kamar anak gadisnya. 

"Kenapa Ma?" 

Aisha merangkum wajah Uli seperti mencari sesuatu, saat tidak menemukan dia meraba kepala tidak ada juga. "Bentangkan tanganmu," titahnya dengan nada khawatir.

Uli menurut.

Ketika yang dicari olehnya tidak ada barulah si ibu bertanya. "Mobilmu ke mana? Kata bibi kamu bawa mobil tadi."

"Sebentar lagi diantar Raksa."

"Kenapa, mobilnya macet atau terjadi sesuatu?"

Uli menggeleng. "Tadi mas Bima ke cafe tempat Uli sama teman-teman ngumpul, pas pulang pakai mobilnya."

"Syukurlah." Aisha mengela napas lega. "Mama baru kepikiran, semoga tidak ada hal buruk yang terjadi padamu."

Atas perhatian orang tuanya Uli selalu dibuat tersentuh. Mereka tulus menyayanginya tapi Uli punya kepikiran untuk menjaga jarak secara tidak langsung ia sudah mengecewakan keduanya.

"Ya sudah, kamu istirahat ya."

Uli mengangguk, Aisha keluar dari kamar anak gadisnya. 

"Bukan dariku, tapi orang tuamu. Coba kamu tanyakan lagi."

Aisha akan kembali ke kamarnya tapi tidak sengaja mendengar obrolan Bima dengan Salima.

"Saat kamu di Jerman aku pernah bilang tidak masalah jika harus menikah dulu, setelah itu kita bisa saling mengenal lebih dalam lagi."

Sepertinya mereka berdebat.

"Lalu kenapa Mas mundur?"

"Bukan mundur, Salima." Bima tidak memarahi gadis itu dia berbicara baik-baik hanya saja intonasinya lebih jelas. "Aku menghargai permintaan orang tuamu, mereka minta tidak buru-buru dan kita berkenalan dulu."

"Jangankan berkenalan bertemu dengan Mas saja sulit, aku harus apa?"

Di sini Bima merasa bersalah, rencananya pulang memang untuk berbicara dengan Salima terkait keputusan di pertemuan keluarga beberapa waktu lalu yang membahas tentang hubungan mereka tapi yang menjadi perhatiannya malah Uli.

"Begini saja," kata Bima mengusulkan sarannya. "Karena orang tua sudah sepakat kita ikuti saja. Seperti kata mereka kita belum saling mengenal baik satu sama lain, jadi aku ingin berusaha untuk nyaman dulu. Bisa?"

"Selama ini Mas tidak nyaman?"

Mungkin terdengar egois tapi jujur Bima belum pernah meluahjn perasaan pada gadis itu, mereka bertemu atas keinginan nenek dari kedua belah pihak bukan atas kemauan mereka sendiri.

Hasrat Yang TertundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang