Four

4.4K 768 24
                                    

 Nolan anak semata wayang pak Hidayat punya banyak teman cewek tapi tidak satupun dipacarinya. Tampan dan mapan di usia muda terlebih anak orang terpandang di kompleknya sayangnya dituduh penyuka sesama jenis oleh rekan wanita. Yang lebih miris Nolan tidak pernah mengelak dari tuduhan itu lebih baik dianggap seperti itu ketimbang ada gadis yang secara blak-blakan mengatakan suka padanya.

Mungkin hanya teman laki-laki yang mengetahui bahwa Nolan adalah pria normal dan sekali lagi ia tidak mempermasalahkan anggapan orang lain terhadapnya.

"Sama bokap lagi?"

"Habis meeting." Nolan merangkul bahu rekannya. 

"Kaya anak perawan saja lo!"

"Makasih." Nolan menikmati hidupnya sekarang, memiliki kedua orang tua yang amat menyayanginya hingga usianya sudah sedewasa ini namun begitu dari dulu ia tidak pernah manja.

"Itu siapa lagi?"

Nolan melayangkan pandangannya ke arah tatapan Uwais. "Amran?"

Uwais tidak percaya pada kedua temannya itu, ia seperti menunggu muridnya diantar oleh orang tua. Jika tadi Nolan bersama ayah maka sekarang ia melihat Amran diantar oleh kakaknya.

"Hai gengs!" Amran menyapa dua temannya. "Kalian juga baru datang?"

"Kalian mau ngulang masa TK?" Uwais menatap haru pada kedua temannya. Mereka janjian ketemu di cafe dan ia harus melihat dua orang diantar oleh salah satu anggota keluarga. Saat ingin bicara lagi Uwais langsung bungkam melihat kakak Amran berjalan ke arah mereka.

"Nggak jadi, aku sama kamu aja di sini." 

What? Suara dibelakangnya membuat Amran segera menoleh, dengan cepat ia menarik Aisha menjauh dari kedua temannya.

"Mba lihat cafe ini kan, cuma ada kopi nggak ada sabu."

"Aku cuma mau santai di sini, kalau pulang nggak ada teman. Sepi."

Sepertinya benar saran dari mbak google, kalau ada kakak yang merepotkan lebih baik diberikan jodoh agar hidup lebih nyaman.

Amran kembali pada kedua temannya. "Kalian nggak ada yang mau menjadi iparku?" pria itu benar-benar frustrasi, ini waktu senggangnya bersama teman-teman tapi lihat Aisha sikapnya luar biasa.

"Sinting!"

Tanggapan Nolan sangat berbeda dengan Uwais. "Memangnya dia mau?"

"Yuk masuk." ajak Aisha dan berjalan lebih dulu dari ketiga pria tersebut, kemudian disusul oleh Nolan.

"Mimpi buruk gue belum berakhir kalau dia belum kawin."

Uwais tertawa lantas menggeret bahu Amran. 

Amran tidak ingin kakaknya bergabung dengan mereka tapi Nolan sudah menarik bangku dan mempersilakan Aisha duduk. Ya kali nongkrong sama teman-teman Amran harus menjaga sikap karena ada kakaknya.

"Mau pesan apa?"

"Samain aja," jawab Aisha acuh tanpa menatap si pe-nanya dan Nolan bergegas memesan minuman mereka lalu segera kembali. Aisha sedang menilai kafe yang didatangi adiknya. Mungkin karena masih siang makanya pengunjungnya belum begitu ramai. Saat menolehkan pandangannya pada Amran gadis itu sontak bertanya, "Mukamu kenapa?"

Amran berdesis, dalam hati bertanya kakaknya pura-pura tidak tahu atau memang tidak peka? 

"Biasa aja, nggak kenapa-napa."

"Yakin?"

Sekarang Amran tahu dari senyuman sinis sang kakak. 

"Amran beruntung sekali punya kakak sepertimu."

"Seperti aku lebih tua darimu." Aisha menegur Nolan. "Aku juga tidak malu jika kalian memanggilku Mbak."

Nolan tersenyum penuh arti. "Aku ingin memanggil nama karena ingin terbiasa, tidak keberatan kalau aku latihan dulu?"

Bisa dikatakan sepenggal makna dari kalimat itu bersifat gombalan tapi di baris pertama terselip keseriusan yang sayangnya tidak disadari oleh tiga orang yang duduk di meja yang sama dengan Nolan.

"Terserah kamu." lagi Aisha tidak menanggapi dengan serius. 

Amran yang tadinya begitu bersemangat begitu tiba di kafe tiba-tiba saja moodnya langsung hilang.

"Maaf ini kalau salah." Uwais ingin mengetahui sesuatu. "Dengar-dengar dari Amran Mba direktur?"

"Eum."

Bukan hanya Uwais banyak rekan Amran yang mengetahui dan penasaran dengan sosok Aisha bisa dikatakan sebuah keberuntungan bisa duduk bersama wanita itu. Dulu mereka hanya melihat kakak temannya itu dari balik kaca mobil sekarang bisa duduk bersama seperti ini.

"Pekerjaannya pasti sibuk sekali."

Nolan merasa bahasan Uwais sama sekali tidak berfaedah dan terdengar gaje di telinganya.

"Menikmati masa-masa single sebelum punya tanggung jawab lain." Nolan mulai memancing dengan bahasan lain, dia bukan ingin membantu Amran yang mencarikan ipar tapi memang sejak pertama kali bertemu dengan Aisha dia sudah tertarik.

"Seperti suami misalnya, itu salah satu kesibukan yang sangat dimuliakan." 

Aisha melirik sekilas ke arah Nolan, bukannya tersanjung mendengarkan ucapan pria itu ia malah teringat yang lain.

"Kamu tahu doanya malaikat ketika suami istri berkumpul?"

Uwais terpana pada temannya itu, Nolan baru saja menyebutkan kata malaikat Nolan pasti keturunan ustadz.

"Doakan dirimu dulu agar bisa menjaga mata dan sikap, baru pidato."

Nolan tersenyum menyembunyikan keterkejutannya atas pernyataan bernada teguran kakak Amran.

Mendengar celetukan kakak temannya Uwais merasa ada sesuatu.

"Jangan berdoa saja tapi hindari hal-hal yang menjurus pada maksiat."

"Wow!" Uwais berdecak kagum pada keberanian Aisha. "Mba bisa menyebutkan contohnya?"

Amran tidak mengangkat topik apapun tidak juga menanggapi obrolan mereka, akankah menjadi masalah jika meninggalkan kakaknya?

Kata Tante kalian sedang keluar, boleh tahu ke mana?

Amran mengangkat kepala dan melihat kakaknya, jika memberitahu Naka apakah Aisha akan marah? Kalaupun diberitahu apa faedahnya? 

Ah... Amran ingat kalau kakaknya masih membenci laki-laki itu, mungkin dengan kehadiran mantan, Aisha akan pergi.

"Yang jelas setiap manusia ada keburukan jadi benahi diri dulu sebelum bercuap."

Tak apa sekarang dikatakan asal bercuap karena suatu hari nanti cuapannya akan bermanfaat, Nolan tidak tersinggung.

"Kata-katamu bijak sekali bagaimana kalau aku beneran jatuh cinta?"

Nolan baru saja membayangkan tatapan dan raut kaget Aisha dengan semu merah jambu namun yang dilihatnya malah tatapan mengerikan dari wanita itu. Dia sedikit kesal saat mendengar tawa Uwais.

"Tidak sulit mencintai wanita cantik sepertimu, kita hanya perlu bertemu beberapa kali sebelum bertemu penghulu."

"Boleh saya bergabung?"

"Mas Naka sudah datang?" Amran menyambut pria itu dan menyuruhnya duduk. 

"Kamu serius ingin menikahiku?"

Pertanyaan itu tidak ditujukan untuk Naka tapi laki-laki yang mengajaknya ke penghulu sedangkan Nolan tidak tahu kalau tanya itu hanya sepercik api yang ditujukan untuk seseorang.
















Hasrat Yang TertundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang