Hasrat yang Tertunda - 1

9.7K 569 35
                                    


Ini cerita Bima & Uli

Bima memiliki dua orang adik perempuan dan dia menyayangi keduanya, tapi jika ada yang bertanya siapa yang lebih disayang antara Uli dan Fadia maka jawabannya adalah Uli

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bima memiliki dua orang adik perempuan dan dia menyayangi keduanya, tapi jika ada yang bertanya siapa yang lebih disayang antara Uli dan Fadia maka jawabannya adalah Uli.

Sejak bertemu Uli hingga orang tua mereka memutuskan untuk menikah hubungan keduanya semakin dekat. Mereka kompak dan selalu akur. Bima benar-benar menempatkan dirinya sebagai seorang kakak, orang tuanya tidak perlu turun tangan ketika Uli mendapat tugas dari sekolah karena Bima akan membantu adiknya menyelesaikan tugas tersebut.

Lalu ketika Uli duduk di bangku kelas tiga SMP atas keinginan nenek dari pihak almarhum ayah kandungnya Bima meneruskan kuliah di luar negeri. Di tahun pertama ia sering pulang setiap waktu libur, tapi seiring berjalannya waktu ia mulai menikmati tempat tinggal barunya.

Sejak saat itu hubungannya dengan sang adik mulai renggang, namun begitu mereka tetap saudara.

Bima memiliki kesibukan baru selama tinggal di sana, entah kapan dia akan pulang.

Suatu waktu Uli pernah secara tidak sengaja mendengar pembicaraan orang tuanya, mereka membahas tentang Bima yang sudah membuka bisnisnya di Jerman.

Di tahun pertama Bima pergi mereka masih sering teleponan atau berkirim pesan lalu perlahan jarak yang sudah menjauh itu semakin terasa nyata saat Bima mengganti nomornya. Sejak saat itu mereka tidak pernah lagi tahu kabar masing-masing kecuali Uli bertanya pada mama.

Kini Uli telah lulus dari sebuah perguruan tinggi, gelar sarjana dengan predikat cumlaude membuat orang tuanya bangga.

"Yakin nggak mau lanjut S2?"

Uli mengangguk. "Mau amalkan ilmu yang ini dulu, Pa."

Naka memuji putrinya. Alih-alih mengambil jurusan bisnis Uli justru tertarik dengan ilmu komunikasi dan oleh dosennya Uli dijadikan asisten.

"Tapi ini kesempatan kamu, Mama ikut senang kalau kamu mau lanjut "

"Nanti aja, sekarang belum kepikiran."

Bukan tidak mau tapi Uli sedang menikmati pekerjaannya sebagai asisten dosen, mungkin ke depannya dia akan mengambil beberapa jam tambahan lagi untuk mengajar di kampus baru. Sejauh ini apa yang sudah dicapai membuatnya puas, Uli gadis cantik dengan kesederhanaannya.

"Bukan karena ada seseorang kan, mungkin sudah ada yang larang-larang."

Uli tertawa. Sejak SMA hingga sekarang dia belum pernah pacaran tapi dia punya Raksa--teman laki-laki yang bisa dikatakan cukup dekat dengannya namun masih sebatas teman.

"Nggak apa, kalau sudah ada pasti dikenalin."

Aisha dan Naka tidak pernah melarang anak-anaknya menjalin hubungan dengan seseorang yang dianggap pantas, hanya meminta agar mereka tidak merusak kepercayaan yang sudah diamanahkan.

******

"Bahas apaan?" tanya Uli begitu tiba disebuah kafe, sementara Raksa dan ketiga teman yang lain sudah datang setengah jam yang lalu.

"Eh, baru juga datang langsung ke inti."

Uli tersenyum. "Tuh Raksa, kayak ada yang penting. Notice chat berisik."

Raksa, pria yang juga satu SMA hingga kuliah di universitas yang sama dengan Uli namun berbeda jurusan terkekeh melihat temannya.

"Reuni tahun ini, Uli." cowok yang suka mengenakan kaos hitam tersebut menjawab. "kalau gue ngasih taunya di chat lu pasti nggak bakal datang."

"Oh." Uli menatap pria itu. "Kan masih lama apanya yang mau dibahas?"

"Kurang satu bulan lagi, Uli." Berta yang ngomong. "Nggak kerasa, 30 kedipan udah Oktober."

"Iya ya, ini udah September."

"Nah kan!" Prisca ikut berkomentar. "Gimana, kaget kan. Begini nih kalau semuanya sibuk kerja nggak ada yang ingetin."

"Absen aja tahun ini boleh nggak?" Uli tidak yakin bisa mengikuti reuni.

"Mana boleh, masih di alam yang sama kita." Berta menimpali.

"Jadwal ngajar gue padat, kalian mau lihat?" Uli membuka tasnya dan mengambil sebuah buku bersampul hitam yang berisikan agendanya.

"Makanya kita ketemuan sekarang mau bahas itu." Raksa mengambil buku yang telah dikeluarkan Uli dan kembali memasukkan dalam tas nya.

"Kayaknya gue nggak bisa." Uli menatap ketiga temannya.

"Bisa kok." Berta paling sigap dalam hal memecahkan masalah. "Sebelum hari H Lo bisa kasih tugas ke mahasiswa, tiga hari cukup kok."

Tidak, kali ini Uli tidak bisa menerima saran temannya. "Kenapa harus tiga hari, acara dimulai dari sore."

"Bukan di Jakarta." Raksa menahan senyumnya dan bersiap melihat Uli terkejut.

"Bali beb...." dengan bahagianya Priska menyebut kota tersebut.

"Apa?!"

Raksa tertawa lalu mendapatkan cubitan dari Uli. "Ini rencana lo kan Sa?"

Raksa belum berhenti tertawa jadi dia menggeleng.

"Kok Raksa, semua juga tahu kali ini hari ininya diadakan di Bali. Lo nggak pernah buka grup?" Prisca tampak kesal. "Fungsi grup itu kalau ada informasi dibaca."

"Coba HP lo." Berta mengambil ponsel Uli dan memeriksa whatsapp nya.

"Perasaan lu ada di grup ini kok grupnya nggak ada, udah leave?"

"Gue arsipin."

Sebagai dosen Uli cukup sibuk apalagi di akhir semester, whatsapp-nya banyak masuk chat dari mahasiswa jadi dia tidak punya waktu memeriksa grup angkatan SMA nya.

"Dasar!"

Bukan puluhan tapi ratusan chat di grup belum dibaca.

"Perasaan lo sama dia terus deh Sa, lo nggak pernah bilang kalau kita mau reunian di Bali?"

"Setiap ketemu ada aja bahasan mana ingat gue sama reuni." karena itulah dia mendesak Uli agar segera menemui mereka di cafe sore ini.

"Agendanya dari Juni, sudah berapa bulan Raksa?"

"Ye...kok Raksa aja yang disalahin. Uli juga punya grup salah sendiri nggak pernah buka," kata Prisca dengan bijak.

"Oke." Uli tidak menyalahkan siapapun. "Gue minta maaf karena terlambat tahu, gue juga minta maaf karena nggak bisa berangkat ke sana."

"Nggak asyik Uli!"

"Udah, jangan dipaksakan." Raksa bukannya membela Uli. "Kalaupun kita kasih tahu di awal, Uli juga nggak bakal pergi. Dia tidak setega itu pada mahasiswanya."

Berta dan Prisca tidak semangat lagi membahas acara reuni Oktober nanti.

"Maaf ya..."

Kini ponsel Uli ada di tangan Raksa, pria itu menggeleng kepala melihat isi chat di grup reuni yang dianggurkan oleh temannya. Ketika ada notice chat baru ia mengembalikan benda tersebut pada pemiliknya.

"Ada pesan masuk."

Uli memeriksanya. Benar, pesan masuk dari nomor baru.

+49126xxxx

Tes!

Cuma tes doang dan Uli tidak tahu siapa yang mengirimnya pesan sesingkat itu lalu pesan tersebut berakhir diarsip.

.........

Hasrat Yang TertundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang