Keping. 8

1.7K 413 157
                                    

Ada satu nama yang masih lekat dalam ingatan Tata; Anisya Ratih Dwihara.

Lucu sekali karena ia pun hafal nama lengkap perempuan itu. Satu-satunya perempuan yang pernah hadir di hidup Bhumi. Tata tahu, kehadirannya sebagai pengganti kala itu. Gadis yatim piatu yang mau saja menerima tawaran cinta semu, berujung pernikahan yang katanya berlandas cinta bisa ada karena terbiasa. Yang sampai kini ia yakini, Bhumi memang sudah memiliki cinta untuknya. Ia lupa ... ingatan masa lalu mengenai cinta terindah mampu melenyapkan segalanya.

Tak pernah Tata sangka, untuk kedua kalinya, ia memergoki sang suami bersama wanita yang sama. Yang mana akhirnya juga ia tahu, sosok seperti apa Anisya Ratih Dwihara ini.

"Aku sudah menduga, sih, istri kamu pasti cantik sekali, Mas," katanya dengan nada lembut. Senyumnya melengkung sempurna. Sorot matanya juga terlihat bersahabat. Namun, Tata tak jua bisa meredam tanya di hatinya.

Kenapa tangan itu justru bergelayut pada suaminya?

"Enggak sangka, ya, kita bertemu di sini," imbuh sang lawan bicara.

"Iya," sahutnya. "Saya juga enggak sangka bertemu kalian di sini." Sembari menyesap pelan isi cangkirnya, Tata menatap tanpa ragu lawan bicaranya.

Ada tawa yang terdengar merdu, tetapi tersirat hal yang membuat Tata tak serta-merta melepas pandangannya. Pun sorot yang saling berbalas dalam diam. Dirinya tak buta.

"Bisa aja kamu, Ra. Kalian belum pernah ketemu rupanya, ya? Padahal reuni SMA tiga tahun lalu, Tata ikut. Kalau kamu datang, pasti kalian bisa berteman lebih akrab."

Bhumi tertawa padahal hatinya mengibarkan bendera waspada. Tak menyangka akan bertemu istrinya di sini. Berusaha sekali terlihat santai dan tenang membawa diri.

"Kalian teman kerja?" Kali ini Jenni yang bertanya. Dirinya jualah yang menegur Bhumi dan menarik mereka untuk bergabung bersama.

"Bukan," sahut Ratih masih dengan nada riangnya. Rambut bergelombang pirangnya bergerak pelan. "Kebetulan lagi menangani proyek yang sama. Iya, kan, Mas?"

"Bukan teman kerja, tapi ... bertemu weekend? Wow." Jenni tersenyum miring. "Lucu, ya."

"Saya memang ada urusan dengan Ratih, Jen," tukas Bhumi dengan raut tak suka, lalu menatap Tata yang hanya menampilkan wajah datar. Tampaknya sang istri terlihat tak terganggu dengan apa yang ia lakukan. Apa istrinya tak peduli?

Baguslah.

"Kamu pulang jam berapa?" tanya Bhumi pada Tata.

Merasa ditanya, Tata hanya tersenyum tipis. "Belum tahu. Jenni masih ingin ditemani."

"Aku enggak jemput. Masih ada yang harus kulakukan."

Tata mengangguk.

"Kami permisi kalau begitu." Bhumi berdiri yang mana diikuti pula oleh Ratih. Sebelum langkah keduanya meninggalkan mereka semua, Tata menadahkan tangan.

"Kunci, Mas."

Kening Bhumi berkerut dalam. "Kunci?"

"Iya. Kunci mobil aku. Pasti kamu bawa, kan? Aku lagi malas naik taksi. Enggak ada lembur kantor jadi enggak ada voucer taksi." Ucapan itu sangat enteng Tata lantunkan. Tanpa beban sama sekali. Tak peduli kalau Bhumi memberi tatapan tak percaya juga terlihat marah.

Pria itu melirik ke arah Ratih yang masih tersenyum, lalu kembali menatap istrinya. Segera ia rogoh kantong celananya dan memberi kunci mobil milik istrinya itu.

"Ini!"

"Selamat bekerja lembur, Mas," kata Tata dengan senyumnya yang lebar. Ia genggam kunci itu erat-erat sampai terasa sakit telapak tangannya. Ia juga biarkan suaminya pergi dengan wanita lain dengan mesranya. Hatinya ... hancur.

JAGAD UNTUK SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang