[Bhumi : Kenapa barang-barang Ibu kamu taruh kamar tamu? Dia ibuku, Ta! Berani sekali kamu melakukan itu saat aku enggak ada?]
Tata sejak tadi menatap pesan itu dengan seringai tipis. Ingin membalas, tapi malas. Tak dibalas, ada keinginan untuk menimpali semua pesan yang Bhumi kirim untuknya. Semalam saat ia pulang, ibu mertuanya kembali berulah. Barang-barangnya dimasukkan kembali ke kamar di mana Tata tidur. Padahal sejak hari pertama ia kembali ke rumah ini, peringatannya sudah jelas.
Entah pemikiran dari mana yang membuat kepercayaan mereka tinggi sekali. Kalau Tata di rumah ini tak berhak sama sekali. Semua yang ada di dalam rumah dua lantai ini milik Bhumi. Makanya mereka bisa seenaknya seperti ini. Mungkin mereka berpikir, Tata akan menurutinya seperti biasa. Gertakan kala itu hanya sebatas kata.
Namun kali ini, Tata kabulkan perkataannya.
Tak peduli sang mertua meneriakinya. Adik ipar menyumpahinya. Kayyish yang mendadak ketakutan lantaran orang terdekatnya menggunakan suara tinggi demi bicara pada Tata. Semua tak ada yang berhasil menggoyahkan keteguhan hati Tata.
"Kamu berulah di saat Bhumi enggak ada, ya? Kurang ajar sekali kamu!" hardik Rieka. Tangannya hampir saja mengenai pipi Tata tapi dengan cepat juga, Tata menghindar.
"Aku sudah beri peringatan. Ada atau enggak ada Bhumi sekalipun, barang Ibu bukan harusnya ada di kamarku." Ditepisnya tangan itu dengan cukup kuat. Ia abaikan sorot mata penuh amarah yang kini terpusat padanya. "Ini masih rumahku sampai semuanya jelas. Seharusnya Ibu paham." Tata pun meninggalkan mereka dengan santainya. Meski dadanya bergemuruh kuat, tapi ia berusaha sekali untuk bersikap tenang.
Seumur dirinya menjadi menantu keluarga Bhumi, belum pernah ia tinggikan suaranya. Belum pernah juga ia menyanggah apa perintah dari sang mertua.
"Ta."
Tata segera memasukkan ponselnya ke dalam laci. "Ya, Pak?"
"Kamu melamun lagi?"
Kening Tata berkerut sedikit.
"Bercanda, Ta."
Mau tak mau Tata larut dalam kekehan yang Jagad ciptakan. "Ada apa, Pak?" Lantas wanita itu segera mengembalikan fokusnya terutama pada kedatangan Jagad. Tak mungkin sang bos keluar ruangannya begitu saja tanpa ada kepentingan.
"Ini," Jagad menyodorkan berkas yang sejak tadi ia pegang. "Kamu pelajari dulu. Kita meeting dua jam lagi."
Tata terperangah. "Kok saya enggak tau, ya, Pak?"
"Mungkin karena kamu melamun?"
Tadinya Tata ingin sanggah, tapi melihat Jagad seperti tengah meledeknya, Tata urungkan niat itu.
"Ini memang meeting dadakan, Ta." Pria itu pun tertawa melihat ekspresi Tata. Ia tarik salah satu kursi yang ada di depannya. Duduk dengan nyaman sembari bersandar. "Pak Jimmy mau membahas mengenai Jiayi. Proyek yang sebelumnya ternyata ingin dibuat besar pihak mereka. Dan kebetulan juga, pembukaan perdana produk baru adanya di Bali."
Tata mengangguk saja namun matanya membaca satu demi satu laporan yang Jagad berikan.
"Bahan meetingnya sudah oke. Biar kamu enggak ketinggalan aja."
Hanya sekilas Tata mengangkat matanya, di mana ia melihat Jagad tersenyum tipis ke arahnya. "Iya, Pak. Terima kasih."
"Pak Jimmy sudah singgung mengenai dinas lagi, Ta." Jagad sedikit menegakkan punggungnya. "Kamu tau keadaan Ridwan, kan?" Tanpa perlu menunggu jawaban Tata, Jagad memilih melanjutkan ucapannya. "Saya juga sudah tanya Sudar, ternyata minggu depan dia ada proyek lanjutan dengan Mecoo Home."
KAMU SEDANG MEMBACA
JAGAD UNTUK SEMESTA
Romansa[Repost] . Blurb : Sulit akur dengan mertua, berdebat terus dengan ipar satu-satunya, diperparah pria berlabel suaminya itu ... ibarat kepala dilepas ujung kaki digelayuti, membuat Semesta terus menerus memupuk sabar. Sampai cintanya yang tulus diha...