Keping 37

5.8K 476 223
                                    

Kesibukan mereka selama di Samarinda memang menguras waktu. Tak jarang, Tata lembur padahal tubuhnya sudah lelah karena keinginan Danacom cukup banyak. Waktu tidurnya banyak berkurang tapi Tata tak pernah terbeban. Ia menyukai kesibukannya. Seperti sekarang, ia masih berkutat dengan bagan dan slide indeks rata-rata pencapaian jika Danacom setuju.

"Akhirnya selesai juga," desahnya pelan. Dilirik jam yang ada di kamar hotelnya sudah menunjuk pukul delapan lebih tiga puluh menit. "Tinggal rancangan target sasaran." Ponsel yang tak jauh dari laptopnya bergetar pelan. Satu notifikasi masuk yang mana membuat senyum Tata terkembang lebar.

[Jagad. A : Sudah tidur kah? Kalau belum temani saya ngopi?]

Tak butuh pertimbangan apa pun, Tata membalas pesan itu dengan cepatnya. Sama seperti saat ia menatap pesan-pesan yang sebelumnya Jagad kirim. Kebanyakan hanya sebatas pengingat, tapi Tata menyukainya. Segera disambar cardigan yang ada di tepian ranjang. Ia gunakan menutupi piyama yang membalut tubuhnya ini. Hanya sebatas minum kopi, kan?

Namun tetap saja, Tata raih kotak make upnya. Memastikan wajahnya tak terlalu kusam. Bahkan ia kenakan lipstick mesti disapu setipis mungkin. Rambutnya ia rapikan agar tak mencuat berantakan. Setelahnya barulah dengan langkah percaya diri ia keluar kamar. Bertepatan dengan itu juga, Jagad pun sama; muncul dari balik pintu kamarnya.

"Kok, Bapak rapi? Memangnya kita mau ngopi di mana?"

Jagad mengerjap. "Lho, saya pikir di kafe yang tadi siang saya tunjuk, Ta."

"Iya, kah?" Tata tertawa. "Saya kurang fokus kalau begitu. Saya ganti baju dulu, deh."

Sebelum Tata berbalik, Jagad sudah lebih dulu menahannya. "Enggak usah. Di restoran hotel ini saja kita menikmati kopinya."

"Enggak lama, kok, Pak."

Jagad menggeleng. "Besok masih jadi hari yang panjang, Ta. Kamu harus istirahat yang cukup."

Tak ingin memunculkan perdebatan lain, Tata memilih mengalah. Sedikit pembahasan mengenai project yang masih ditangani menjadi peneman sepanjang menuju restoran hotel. Di mana tempatnya ternyata cukup lumayan. Menikmati udara malam di tempat terbuka yang ada di sisi samping restoran. Dua cangkir kopi ditemani beberapa jenis camilan sebagai pelengkap obrolan mereka kali ini.

"Tadi Echa tanyain kamu."

Tata mengerjap. "Kenapa enggak kasih tau saya, Pak?"

Jagad mendengkus. "Dan kamu tidur larut karena mendongeng untuk Echa?"

Wanita itu tertawa. "Padahal saya enggak jadi soal melakukannya."

"Saya yang keberatan kalau begitu, Ta." Jagad meletakkan cangkir kopi yang baru ia sesap. "Kamu harus fokus dengan project ini dulu. Setelah semuanya selesai, enggak jadi masalah kalau kamu mau bicara banyak dengan Echa. Harus diberi pengertian lebih jauh, Ta, untuk Echa mengenai kesibukan kamu."

"Saya rasa Echa hanya kesepian aja, Pak. Kalau diberi sedikit perhatian, nanti pasti akan mengerti."

Obrolan mereka terjeda dengan dering ponsel Tata. Wanita itu pikir, telepon dari seseorang yang penting. Segera ia rogoh kantung piyamanya namun ternyata salah. Nama Bhumi muncul di beranda, membuatnya berdecak tak suka.

"Angkat saja, Ta, siapa tau penting," saran Jagad begitu melihat air muka Tata tak tak senang itu.

"Enggak perlu."

Akan tetapi, gangguan itu terus hadir.

"Siapa tau penting, Ta."

Menyerah, Tata pun menggeser kursinya. "Saya angkat dulu kalau begitu, Pak."

JAGAD UNTUK SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang