Keping. 13

1.9K 457 114
                                    


***

"Aku enggak pernah takut bercerai dari kamu, Ta," kata Bhumi seraya mendekat pada sosok wanita yang masih berstatus istrinya itu. "Tapi aku minta kamu nikah dulu di depan Ibu. Seenggaknya, kalau pun kita berpisah seperti yang kamu mau," Bhumi menyeringai seolah bisa kembali menyetir Tata lewat kata-katanya. "Ibu tau."

Mendengar ucapan Bhumi, membuat Tata semakin lekat menatap mata suaminya itu. Tanpa sadar, ia tarik ujung bibirnya sedikit. "Mari ... kita selesaikan di depan ibumu, Bhumi."

Tata tau, kedatangan Bhumi bukan sebatas mendengar ocehannya. Tapi persidangan utama selain di depan pengadilan agama nantinya. Sejak ia datang ke rumah yang sering dikunjungi kala weekend, tak ada yang menyambutnya dengan senyum. Baik Nilam juga Rieka menatapnya dengan sorot sangat sinis. Seolah Tata telah berbuat dosa yang begitu besar. Ah ... kapan dirinya disambut dengan keramahan? Mereka hanya bertegur sapa dengan Tata saat tangannya membawa sesuatu. Kali ini tidak.

Tata tak berniat sama sekali untuk sekadar mampir membeli camilan kesukaan Rieka.

Kalau saja bukan paksaan dari Bhumi serta ia memang harus menyelesaikan urusan ini sampai benar-benar selesai, tak sudi kakinya menginjak lagi di rumah yang tak bisa menghargai dirinya. Ia anggap ini kali terakhir dirinya ada di sini. Sepanjang menuju rumah Nilam, tak hentinya Tata berdoa agar ia masih bisa mengendalikan diri.

Selayaknya tamu, Tata duduk dengan tenang di ruang tamu. Tak peduli kasak kusuk yang terdengar jelas sekali masuk ke telinganya. Sampai akhirnya sang pengadil turut serta duduk di sana, lengkap dengan putri bungsunya yang selalu menempel.

"Sebenarnya apa yang jadi masalah di antara kalian?" tanya Rieka dengan nada ketus. "Enggak etis rasanya suami sampai kamu usir gitu, Ta. Memangnya Bhumi salah apa?"

Tata terkekeh.

"Astaga, Mbak. Ditanya bukannya malah menertawakan Ibu." Kali ini Nilam yang angkat bicara. Ada decak kesal keluar dari bibir adik ipar Tata tapi tetap, Tata tak ingin menggubrisnya.

"Diam kamu," desis Rieka. Jangan sampai hilang wibawanya hanya karena interupsi sang putri. "Perkara Ratih?" Rieka kembali bicara. Ia tau, Nilam bukan ikut campur tapi tak terima dirinya diperlakukan seperti itu oleh menantunya. "Harusnya kamu berpikir, Ta, kenapa Bhumi bisa dekat dengan wanita lain. Apa kurangnya kamu, salahmu sama suami, kamu telaah dong. Bukan malah ngusir Bhumi gitu aja!"

"Tata bukan wanita bergelimang lebih, Bu. Jadi di mata kalian, Tata selalu salah. Mau membela diri juga percuma." Tata memilih menyandarkan punggung dengan nyaman. Ditatapnya satu demi satu sosok yang ada di sana termasuk Bhumi. "Jadi untuk ukuran wanita yang enggak punya kelebihan macam Tata, perselingkuhan suaminya dianggap sebuah kewajaran."

Rieka menggeram pelan. "Jangan bantah kalau dikasih nasihat!"

Tata tak bersuara.

Hal ini semakin membuar Rieka berang. Menantunya ini sudah kelewatan. Beberapa hari lalu putranya pulang sembari berkata kalau dirinya diusir dan sang istri meminta cerai. Lantaran dekat dengan salah satu rekan kerjanya. Yang mana menurut Rieka juga, jauh lebih baik dari pada Tata. Apa, sih, yang bisa dibanggakan dari Tata? Entah bagaimana bisa Bhumi dulu mengajaknya menikah. Benar saja, kan? Sekarang setelah bisa mandiri dan merasa cukup, seorang Semesta Lathika berulah.

Merasa dirinya sudah mampu, kah?

Konyol!

"Ada buktinya kalau anak Ibu selingkuh? Kalau enggak ada buktinya, jangan macam-macam membuat tuduhan, Ta."

Tangan Tata terkepal kuat. Sorotnya tak jua lepas dari Bhumi yang membalas tatapan itu dengan seringai tipis.

"Namanya bekerja di kantor, bertemu dengan banyak klien, pria juga wanita. Sama seperti kamu, kan?" Rieka terus menyudutkan Tata. "Enggak wajar apa yang kamu tuding ke Bhumi. Segala minta cerai. Pikir baik-baik kalau kamu cerai, kamu yang rugi. Bhumi? Enggak dirugikan sama sekali. Ibu bicara ini untuk kamu, Ta." Rieka menatap menantunya dengan sorot kaku. "Minta maaf dengan masmu sekarang. Jangan sembarangan buat tuduhan. Pikir baik-baik salah kamu apa."

JAGAD UNTUK SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang