Keping 21

2.1K 391 73
                                    

Pada akhirnya, Tata duduk di sisi Jagad sekadar menemaninya makan siang. Tak lupa juga ada Sudar dan Ridwan di sana. Oh ... Beberapa staff marketing lainnya yang ikut serta project Acame turut meramaikan. Semua diundang Jagad untuk menghabiskan siang bersama.

"Jangan sungkan," kata Jagad untuk ke sekian kalinya. "Jarang-jarang, kan, kita makan bersama di sini?" Ia pun tertawa sembari mendorong piring berisi potongan daging pada Sudar yang persis ada di depannya.

Apa luput dari perhatian Jagad sosok wanita yang ada di sisinya? Tentu tidak. Bagian yang siap untuk dimakan, tanpa dikomando sudah Jagad taruh di mangkuk bagian Tata. Meski lewat ekor matanya Tata bertanya-tanya, tapi Jagad memilih tersenyum saja.

"Makan, Ta. Jangan terlalu banyak melamun," bisiknya.

Yang bisa Tata lalukan hanya mengangguk pelan. Agak canggung dengan tingkah Jagad barusan. "Terima kasih, Pak."

"Menurutmu enak mana? Slice beef-nya atau cube beef?" Jagad bertanya sembari menikmati potongan yang baru saja matang dari alat pemanggang.

"Slice, sih, Pak."

Jagad kembali tersenyum. "Buat saya enak yang cube, Ta. Lebih terasa juice dagingnya gitu." Ia pun menyodorkan mangkuk kecil yang dituang garlic butter sauce. "Coba pakai ini, Ta. Enak."

Tata mengerjap pelan. "Terima kasih."

"Jangan berterima kasih terus. Dimakan, Ta." Jagad kembali tersenyum. "Dan kalian juga, jangan sungkan. Pesan lagi kalau habis."

"Wah, Bapak. Saya jadi enak, neh, disuguhi daging semua," kelakar Sudar yang mana membuat orang di sekitarnya pun tertawa. "Kalian yang mau tambah, Bapak bilang jangan ragu."

"Kesempatan perbaikan gizi, ya, Dar," seloroh Ridwan yang segera saja dihadiahi cebikan tak terima dari Sudar, namun itu tak berlangsung lama. Keduanya lantas tergelak bersama pada akhirnya.

"Ayo, dimakan." Jagad kembali berkata dengan senyum yang tak ingin pergi dari wajahnya. Perasaan bersalahnya tadi mulai berkurang jauh terutama saat melihat anak buahnya tampak mulai kembali seperti biasanya. Tak menatapnya dengan sorot menerka serta segan.

Jagad tau, dirinya agak keterlaluan tadi.

"Bu Tata," panggil Ridwan dengan kekehan. Atasannya itu menoleh dengan tatapan tanya. "Sebelumnya saya minta maaf. Sepertinya tugas dinas ke luar kota untuk ke depannya saya absen dulu."

"Ada apa memangnya, Wan?" Tata penasaran juga. Biasanya Ridwan memang paling rajin ikut Jagad ke mana pun dinas itu ada.

"Oh, saya tau, Bu," Sudar menyela. "Istrinya hamil tua."

Sudut bibir Tata tertarik sekilas. "Suami siaga, ya, Wan."

"Iya, Bu. Maklum, anak pertama."

"Jadi suami siaga jangan cuma anak pertama aja, Wan, tapi dalam kondisi apa pun," sela Jagad dengan cepat. "Enggak hanya saat hamil aja. Anak kedua, ketiga, keempat juga harus siaga. Tapi dikasih jarak, Wan, jangan dekat-dekat. Kasihan istrimu nanti." Jagad mengimbuhi kata-katanya barusan disertai kekehan ringan.

"Bapak bisa aja," kata Ridwan dengan tawa di bibirnya. "Tapi saya serius, Bu, Pak, untuk beberapa bulan ke depan, saya absen dinas dulu, ya."

Jagad mengangguk paham, sementara Tata tampak berpikir. Yang mana keraguan yang Tata punya ini ditangkap dengan jelas oleh netra Jagad. "Kalau Bu Tata enggak bisa, jangan dijadikan beban. Masih ada Sudar, kan?"

"Siap, Pak," kata Sudar dengan segera.

"Ayo, lanjutkan makannya." Jagad berkata sembari memanggil seorang pelayan. "Saya tambah lagi, ya. Harus dihabiskan."

JAGAD UNTUK SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang