Keping 29

2.1K 423 75
                                    

Berhubung aku double update, Kakak sekalian juga komentnya yang banyak, ya

***

Tata mendesah pelan. Tak bisa ia pungkiri, penatnya pikiran ia sekarang. Bahkan pejamnya pun semua hal yang tengah ia pikirkan, terus membayang.

"Mau sampai jam berapa melamun di sana, Ta?" tegur Jenni dengan cebikan sebal. Kendati demikian, di tangannya terdapat dua teh hangat juga beberapa potong bolu sebagai pemenan.

Wanita yang disapanya hanya menyeringai tipis. "Entah. Enak di sini."

"Enak, lah." Jenni duduk di samping Tata setelah menaruh nampan yang ia bawa. "Ini spot favoritku di rumah."

"Aku enggak tau bagian mana yang bisa kubilang spot favorit di rumah." Tata ambil cangkir bagiannya. "Kuminum, ya. Melamun ternyata butuh energi."

Jenni tergelak. "Ada apa memangnya, Ta?"

Tata hanya menggeleng sekilas.

"Bhumi lagi?"

Sekali lagi Tata menjawab dengan gelengan.

"Tikus pengerat dan Penyihir Gadungan?"

"Serius, deh. Kamu cocok banget untuk inspirasi nama tokoh di buku dongeng."

Apa Jenni marah? Tidak sama sekali. Justru ia menikmati ucapan Tata barusan. "Kayaknya bagus untuk side job."

Mereka pada akhirnya tertawa bersama.

"Mereka berdua sudah enggak masuk hitungan dalam hidupku, Jen," Tata mulai bersuara. "Kembalinya aku ke rumah beberapa hari lalu sudah membuat mereka macam cacing terkena garam. Kelojotan."

Sukses lah ucapan itu mendapatkan sambut tawa dari Jenni.

"Tapi bukan itu yang aku pikirkan." Kali ini nadanya jauh lebih lirih ketimbang sebelumnya. Dadanya sudah terlalu penuh terisi berbagai macam hal yang menghimpit. Pikirannya juga sesak dengan kilas adegan masa lalu yang membuatnya serupa keledai dungu. "Tadi Ratih datang menemuiku."

"Mau apa dia?" tanya Jenni dengan ketusnya.

"Perselingkuhan mereka sudah berlalu lama. Aku enggak perlu membuktikan apa-apa dan enggak ingin juga mempertanyakan kenapa aku diselingkuhi. Menurut hematku, telah kulakukan segala hal yang menjadi kewajiban sebagai istri. Meski kurang atau enggak berkenan, bukankah seharusnya aku diberi tau? Bukan justru dicerca dan dipersalahkan lebih jauh? Lantas dari kekurangan itu, aku justru mendapatkan pengkhianatan? Enggak, kan, Jen?"

"Iya, lah! Enggak berhak Bhumi lakukan itu, Ta. Makanya kubilang, dalam pernikahan sebuah perselingkuhan itu harga mati untuk berpisah. Karena apa? Tiap menemukan yang jauh lebih baik dari apa yang ia miliki, ia berpaling. Terus seperti itu mungkin sampai mati. Mau jadi apa kamu kalau memaafkan Bhumi? Lagi pula, enggak ada sehatnya hubungan kekeluargaan kalian, kan? Aku enggak perlu ceramah mengenai hal ini, Ta. Capek aku."

"Aku enggak berniat dengar cemarah kamu juga, kok. Aku sudah menyadari hal itu meski terlambat."

Jenni mencebik.

"Aku ikuti saran Mbak Ning untuk mengumpulkan bukti-bukti kalau nantinya, sidang perceraian kami ini pasti lah aku yang lebih banyak disudutkan. Meski aku yakin, itu sudah terjadi di mediasi pertama. Biar saja. Tunggu saat yang tepat untuk aku beberkan segalanya."

"Aku dukung kamu pokoknya, Ta." Jenni mengusap bahu Tata perlahan. "Kapan mediasi kedua dijadwalkan?"

"Selasa depan," pungkas Tata.

"Kamu benar-benar ikuti arahan Ningrum, ya?"

"Sepertinya memang aku butuh konsultasi seperti itu," kata Tata disertai senyum tipis.

"Kalau rencana kamu sudah tersusun rapi, apa lagi yang kamu pikirkan, Ta?"

"Ucapanmu mengenai perselingkuhan, Jen."

Kening Jenni berkerut dalam. "Maksudnya?"

"Apa selingkuh itu macam candu, Jen?"

Jenni mengerjap namun kemudian mengangguk cepat. "Menurutku iya. Sekali dia berselingkuh, tau rasanya mendua itu bagaimana, suatu saat nanti kemungkinan besar akan dilakukan kembali. Semacam ada sensasi yang berbeda kalau berhasil selingkuh dari pasangan, Ta."

Jenni melirik pada Tata yang tampaknya memilih menyimak saja.

"Sebagian ada yang bilang, selingkuh itu memicu adrenalin seseorang. Ada kepuasan tersendiri begitu ia berhasil melakukannya. Sama seperti kamu yang suka naik roaller coaster dulu. Tertantang, kan? yah ... gitu, lah, kira-kira perselingkuhan itu."

Tata terdiam.

"Kenapa kamu tanya itu? Aneh banget pertanyaanmu, Ta."

"Bosku pernah berselingkuh, godaan utamanya karena istrinya enggak bisa punya anak."

"Gimana-gimana?" Jenni menegakkan punggung. "Bosmu? Kok, bisa kamu tau kisahnya? Aku ... aduh, Ta. Cerita yang jelas."

Entah kenapa, Tata jadinya berkisah mengenai Jagad lengkap dengan Echa di dalamnya. Di mana tiap kata yang Tata utarakan, direspon dengan mulut terbuka dari Jenni. Mungkin saking terperangahnya ia mendengar jalan hidup seseorang.

"Kalau dibuat sinetron tayang ratusan episode itu, Ta."

Tata hanya meringis.

"Tapi hubungannya sama kamu apa, Ta?"

"Enggak ada, sih." Tata kembali terkekeh. "Enggak tau kenapa juga aku harus pusing dan merasa ... janggal."

"Di bagian mana?" cerca Jenni tak sabar.

"Saat di Bali, ibunya Echa menemuiku. Bilang kalau dirinya masih istri sah Jagad."

"Jadi dia anggap kamu mungkin ... selingkuhan bosmu itu?" Jenni mendelik tak percaya.

"Dilihat dari situasinya, kurasa begitu. Tapi aku enggak ingin memperjelas apa pun. cukup sekali kukatakan, dia bosku. Urusannya dengan bos, aku enggak peduli. Urusanku sendiri aja banyak."

"Kamu benar ambil sikap begitu."

"Tapi, Jen," sela Tata dengan cepat. "Sejak hari itu juga, Pak Jagad berbeda ke aku."

"Kamu menikmatinya, Ta?"

Ucapan Jenni selaksa air dingin yang menyiram sekujur tubuh Tata. Membuatnya terdiam tak bisa mengalihkan diri dari mana-mana. Menohok sekali dan tepat sasaran. Tata tak bisa memungkiri hal itu. Mungkinkah saking keringnya perhatian yang ia terima dari Bhumi, sehingga secuil saja ia dapatkan, bisa menghilangkan akal sehatnya?

Jenni hanya bisa menghela pelan. "Dengar aku, Ta. Kesampingkan urusanmu dengan Jagad dulu. Astaga, nama kalian kenapa artinya harus sama, sih? Jagad lalu kamu, Semesta. Ya ampun. Kalian jodoh kali, ya."

Tata berdecak jadinya yang membuat Jenni tertawa.

"Saranku, Ta, kesampingkan semua urusanmu dengan Jagad. Fokus sama perceraian kamu. Kalau kamu sudah resmi menyandang status single, dengan pria mana pun selama baik untuk kamu, single terutama, ya." Jenni berpesan penuh penekanan. "Terserah punya anak berapa. Lalu dia menghargai kamu, aku dukung hubungan itu. Tapi kalau bersama Jagad, Ta, lebih baik kamu mundur. Kamu diselingkuhi rasanya enggak enak, kan? Enggak peduli masa lalunya Jagad seperti apa, yang jelas, sekarang dia masih punya istri. Mau diakui atau enggak, selama status mereka enggak jelas, aku enggak mau kamu jadi orang ketiga di sana."

JAGAD UNTUK SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang