"Mas, hujannya lebat banget," keluh Tata sembari sedikit menyingkirkan tetes air hujan yang mengenaik ujung blazernya. "Kalau diterabas kita bisa sakit, lho."
Bhumi tertawa. "Justru keseruannya di situ. Ibu bilang, kalau hujannya deras seperti ini enggak bikin sakit."
Tata menggeleng tak percaya.
"Serius." Bhumi menatap istrinya dengan sorot meyakinkan. "Ayo, pulang sekarang. Seru juga mandi hujan bersama."
Entah kenapa ingatan mengenai hari di mana mereka berakhir kuyup lantaran hujan, namun penuh dengan suka cita, justru terulang tanpa aba-aba dalam benak Tata. Mungkin karena dirinya yang tengah berdiri tepat di depan jendela yang kini terdapat banyak tetesan hujan.
Dalam tahun pertama pernikahannya, segala hal yang manis serta rasa beruntung dinikahi Bhumi, begitu Tata rasakan. Perlakuan pria itu sampai sekarang belum bisa dilupakan begitu saja. Sebanding dengan perlakuannya yang kian hari kian berubah. Tiap kali Tata mempertanyakan ada apa, Bhumi hanya melengos. Mengalihkan pembicaraan atau malah semakin menyudutkan Tata, adalah hal yang biasa yang ia alami.
Sekali lagi ia menghela pelan. Berdiri sembari menikmati cangkir teh yang hangat ini ia pikir mampu mengurangi sedikit rasa sesak karena memorinya ini.
Tata baru selesai menghadiri satu meeting dengan pihak Acame. Beruntung ide yang Andi katakan, ia konsep bersama hingga mendapat persetujuan Jagad, diminati oleh Acame. Jadi lah selepas meeting ini, Tata harus bekerja ektra. Hanya saja ternyata di luar hujan cukup deras mengguyur Jakarta.
Sebenarnya ia tak perlu merisaukan kepulangannya ke kantor. Mobil Jagad selalu siap sedia mengantarkannya pulang. Pak Muh tak bisa mengantarkan mereka lantaran Sudar dan timnya juga ada meeting di kantor lain. Jagad tak jadi soal mobil siapa yang akan ia pakai menuju Acame. Dan menurutnya yang paling simple adalah mobil miliknya. Kebetulan juga hari ini Tata tak membawa kendaraannya seperti biasa.
Berhubung Ridwan masih ada yang harus dibahas dengan salah satu staff Acame. Termasuk Jagad juga yang terlihat bicara santai dengan salah satu manager Acame. Tata memilih menyingkir untuk mengambil minum tadinya. Malah kakinya terpaku menatap jendela lantaran hujan. Menatap gedung yang berseberangan dengan posisinya sekarang. Rintik hujan yang membasahi jendela pun tak luput dari penglihatannya.
Seolah netranya mampu menghitung banyak tetesan hujan di luar sana.
"Kamu lagi apa, Ta?"
Beruntung cangkir teh yang Tata genggam tak meluncur ke bawah. Ia sampai berjengit saking kagetnya karena Jagad kini ada di belakangnya.
"Maafkan saya." Jagad agak menyesal jadinya. "Saya enggak bermaksud mengagetkan kamu." Sejak Tata menyingkir dari obrolan, mata Jagad tak bisa melepaskannya begitu saja. Beberapa hari belakangan ini, Tata terlihat berbeda.
"Bapak mau saya ambilkan teh?" tanya Tata yang berusaha untuk menutup kegugupannya.
"Enggak perlu, Ta. Kami sudah selesai bicaranya. Bisa segera pulang karena masih banyak yang harus diurus, kan?"
Tata tersenyum tipis. "Iya, Pak."
"Habiskan saja dulu tehmu, Ta." Jagad pun mengarahkan pandangan pada jendela lebar yang ada di depannya kini. "Hujannya deras juga, ya."
"Iya, Pak."
Tak ada yang bicara satu pun di antara mereka sampai Ridwan datang menginterupsip. "Pak, saya sudah selesai. Rangkumannya juga sudah selesai saya buat. Tinggal Bu Tata koreksi aja."
Mereka berdua pun sontak menoleh pada Ridwan yang mana sudah siap dengan tas laptop serta beberapa berkas yang Tata yakini, hasil pembicaraan lebih lanjut dengan pihak Acame. Wanita itu sedikit bergerak ke arah Ridwan dan membaca sekilas laporan tersebut.
![](https://img.wattpad.com/cover/318163679-288-k709331.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
JAGAD UNTUK SEMESTA
Romance[Repost] . Blurb : Sulit akur dengan mertua, berdebat terus dengan ipar satu-satunya, diperparah pria berlabel suaminya itu ... ibarat kepala dilepas ujung kaki digelayuti, membuat Semesta terus menerus memupuk sabar. Sampai cintanya yang tulus diha...