14

175 18 9
                                    

Selamat membaca ♥

Aji dan Juan sudah sampai di rumah pada pukul 08:56 pagi.

Kali ini Aji hanya memarkirkan mobilnya di depan rumah karna nanti akan ia pakai kembali.

Mereka berdua masuk ke dalam rumah kemudian memanggil Sandra untuk memastikan apakah sang mama sudah berangkat menuju bandara.

"MAA?" panggil Aji.

"Den Aji sama den Juan udah pulang? Nyonya Sandra udah berangkat dari tadi, den." beritahu Reni, yang muncul dari arah dapur.

"Oh, oke mbak. Kalo gitu kami ke atas dulu."

"Eh, den bentar den. Saya mau nanyain kondisi Rara sekarang gimana, den?"

"Rara masih kritis, mbak. Doain aja semoga kondisinya segera membaik. Sekarang Dion yang lagi jagain dia di sana. Nanti siang Aji bakal balik ke rumah sakit buat gantian ngejaga Rara ... Mbak, Juan lagi gak enak badan, tolong buatin dia teh hangat."

"Oh, begitu ya, den? .. Baik, den, akan saya buatkan tehnya. Semoga non Rara segera diberi kesembuhan ya, den."

"Aamiin. Aku sama Juan ke atas dulu ya, mbak." Aji memapah Juan menuju ke kamarnya.

~
~
~

Dion sudah kembali ke ruang ICU, seusai sarapan di kantin rumah sakit.

Dari luar, laki-laki itu memperhatikan Rara melalui cela kaca tembus pandang pada pintu ruangan. "Masuk gak ya?" bingungnya.


"Kalo gue masuk juga mau ngapain? Yang ada malah gue nambahin virus doang. Lagian juga udah ada suster yang jagain, ya. Yaudah deh gue nungu di sini aja." ia kemudian mengeluarkan ponsel dari saku celananya.

"Yah, batre gue lowbat. Gue kan gak bawa casan. Terus sekarang gue mesti ngapain dong? Masa gue duduk bengong terus-terusan gini? Kan gak lucu orang setampan gue bengong-bengong sendririan. Gimana kalo cewe gue pada nyariin ntar, hm.." gerutunya pada diri sendiri.

Setelah duduk diam untuk beberapa menit, Dion akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan, daripada harus termenung sendirian di luar.

"Daripada ntar gue kerasukan suster ngepet, eh suster ngesot, mending gue masuk ke dalam aja. Kan lumayan nemenin suster cantik. Moga aja susternya beneran manusia."

Ceklek

Setelah memakai masker dan jubah rumah sakit, Dion pun berjalan mendekat ke sisi brankar Rara.

"Hai, Sus." sapanya pada Perawat, dan di balas senyuman serta anggukan oleh Perawat yang sedang sibuk mengganti kantong infus Rara.

"Ra, ini udah mau siang dan lo belum bangun juga?! .. Mau jadi apa lo nanti? Masa anak cewe jam segini belum bangun juga, hm?" omel laki-laki itu seakan sedang berbicara dengan Rara. Walau hanya omelan candaan, Perawat tentu melirik heran pada dirinya.

Dion melirik ke arah Perawat itu. "Suster pasti heran, ya? Sama saya juga. Soalnya gak biasanya dia bangunnya lama begini." ia kembali melirik Rara. "Lo pasti habis begadang semalaman, kan? Lagian ngapain sih pake begadang segala? Apa lo susah tidur karna Anemia?" lanjutnya.

"Maaf, tapi Insomnia mas, bukan Anemia." sahut Perawat lalu terkekeh kecil.

"Ya, itu maksud saya, Sus. Eh betewe nama Suster siapa? Biar enakan gitu manggilnya, gak cuman sas-sus-sas-sus."

MAMA || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang