16

159 20 0
                                    

Rara kini sudah mulai tenang, karna sudah merasa lelah terus-terusan menangis. Namun suaranya masih terdengar terisak layaknya seorang anak kecil yang habis menangis karna tidak diberikan uang jajan.

---

"Kalian pulang aja. Biar gue yang jaga disini." Aji memerintah kedua adiknya untuk pulang ke rumah.

"Yaudah deh wan, ayo kita pulang aja. Lagian juga Rara kan udah siuman. Dan dia juga belum bisa buat dijenguk. Jadi lebih baik kita pulang dulu. Besok waktu pulang sekolah kita balik lagi." saran Dion.

Juan menatap sekilas ke dalam ruangan Rara lalu menundukkan kepalanya, tampak aura kemurungan yang tersirat di wajahnya.

Aji menyerahkan kunci mobilnya pada Dion. "Nih kunci." Dion menerimanya lalu menarik tangan Juan ikut bersamanya.

Dion dan Juan sudah sampai di parkiran. Kemudian masuk ke dalam mobil.

"Lo pengen nemenin Rara?" tanya Dion seraya memasang sabuk pengaman. "Percuma. Kondisi mental Rara saat ini belum stabil, jadi lo gak bakalan bisa ngapa-ngapain disana. Yang ada dia malah makin down ntar." beritahu Dion pada adiknya yang masih terlihat murung itu.

~
~
~

Melihat Rara yang sudah tertidur, Aji memberanikan diri untuk menghampiri adiknya yang sedang tertidur lelap itu. Ia mengelus lembut surai bagian atas kepala adiknya.

"Makasih ya."

"Makasih karna kamu udah mau bertahan, Ra."

"Abang tau kamu itu anak yang hebat. Anak yang kuat. Kamu pasti bisa ngelewatin semuanya."

"Lekas pulih ya, Ra. Abang pengen ngerasain masakan enak kamu lagi."

Aji tersenyum tatkala mengingat saat Rara benar-benar memasakkan makanan untuknya saat itu. Masakan enak yang belum pernah ia rasakan di manapun sebelumnya. Padahal dirinya hanya berniat mengerjai gadis itu saja kala itu.

Sudah larut malam. Aji menidurkan dirinya pada sofa yang tersedia di ruangan. Ia memiringkan tubuhnya menghadap Rara. Hanya menatap lurus pada adiknya sebelum ia benar-benar tertidur.

*
*
*

"Bunda." Rara tiba-tiba mengigau di tidurnya. Sepertinya gadis itu sedang mengalami mimpi buruk.

"Bundaaa.." lirih Rara diiringi air mata yang mengalir dari sudut matanya.

Aji yang mendengar lirihan adiknya itu lantas terbangun dan mendudukkan dirinya. Ia hanya bisa memperhatikan Rara yang sedang menangis itu dari sofa, karna tidak ingin gadis itu mengetahui keberadaan dirinya.

"Hiks.." isak Rara.

"Bunda .. Kenapa bunda gak jemput Rara?"

"Rara selalu nungguin bunda. Tapi bunda gak pernah datang."

"Rara pengen ketemu bunda. Rara pengen peluk bunda. Rara pengen lihat wajah cantik bunda, sekali saja. Hiks ... Hiks ..." gadis itu semakin menangis kencang.

"Bundaaa.. Rara capek.. Apa gunanya Rara hidup, kalau Rara udah gak bisa ngelihat lagiii..."

"Rara gak bergunaa.. Rara udah gak punya siapa-siapa lagi.. Rara takut.. Rara pengen ketemu bunda...."

"Rara benci sama papa Agra! .... HAAAAAAAAKH!" histeris Rara.

Aji tentu panik dan segera berlari keluar untuk memanggil Perawat.

MAMA || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang