Chapter 24: Hope of the Navier Kingdom

1.7K 291 33
                                    

Sakura mengusap pelan pucuk kepala Sasuke yang berada di atas pahanya. Laki-laki Uchiha yang tengah tertidur pulas itu tampak begitu menggemaskan di mata Sakura. Rasanya Sasuke seperti anak anjing Black Golden Retrievers.

"Engg." Sasuke melenguh pelan saat ia terbangun dari tidurnya, laki-laki yang tertidur dengan kepala yang berada di atas paha Sakura itu pun mengucek matanya sejenak sebelum ia menegakkan tubuhnya.

Sakura tersenyum tipis, melihat Sasuke yang baru terbangun setelah laki-laki itu tidur berjam-jam bahkan hari sudah sore saat ia terbangun dari tidurnya.

Sasuke mendongakkan kepalanya, menatap Sakura yang juga menatapnya. "Mengapa Anda tidak membangunkan saya?"

"Kau sepertinya lelah, akhir-akhir ini banyak hal yang kau lakukan. Kau benar-benar butuh istirahat, bahkan tadi kau tidur begitu lama," ucap Sakura membuat Sasuke mengerutkan keningnya.

"Saya tidak merasa seperti itu," jawab Sasuke sambil mengusap pelan tengkuknya, tak merasa dirinya selelah itu. Hanya saja berada di dekat Sakura terlalu nyaman sampai ia terbuai.

"Sepertinya saya harus segera kembali ke Istana," ucap Sasuke ketika ia melihat langit yang mulai menyore lewat jendela besar di kamar itu.

Sasuke berdiri, merapihkan sedikit pakaiannya saat Sakura ikut berdiri hingga Sakura mengantarkan Sasuke sampai di depan pintu kamarnya. Sasuke pun pergi meninggalkannya namun baru beberapa langkah laki-laki itu justru berbalik, menghadap Sakura yang mengerutkan kening ketika melihatnya.

Sasuke mengangkat tangannya, menyentuh kepala bagian belakang Sakura lalu mengecup kening Sakura sedikit lebih lama berhasil membuat jantung Sakura berdebar-debar, saat dimana dirinya merasakan gejolak aneh pada tubuhnya bahkan wajahnya rasanya memanas.

Sasuke menyudahi ciumannya, menatap Sakura sambil tersenyum tipis. "Saya akan pergi bekerja kembali."

Sasuke berbalik usai ia berpamitan namun tiba-tiba ia merasa ada seseorang yang menarik ujung lengan bajunya. Sasuke pun menolehkan kepalanya dengan pelan hingga ia melebarkan matanya, merasakan sebuah kecupan singkat di pipinya. Namun saat ia benar-benar melihat ke belakang, Sakura sudah menutup pintunya membuat Sasuke hanya bisa menyentuh pipinya yang memerah.

"Dia manis sekali." Sasuke menutupi wajahnya dengan satu tangannya, menutupi rona merah di pipinya yang menjalar kemana-mana bahkan sampai ke telinganya.

Usai lima menit berlalu Sasuke berdehem pelan, dengan wajah yang berusaha ia buat sedatar mungkin laki-laki lantas pergi untuk turun ke aula, kembali melihat ada banyak korban yang tengah diobati. Sasuke melangkahkan kakinya menuju pintu utama Kediaman itu hingga sebuah suara menghentikannya.

"Jenderal?!" Suara panggilan itu membuat Sasuke menolehkan kepalanya, melihat perempuan paruh baya yang sebelumnya terbaring tak berdaya bahkan kini sudah bisa berlari mengejarnya.

"Ada yang bisa saya bantu Bibi?" tanya Sasuke dengan sopan sementara perempuan paruh baya itu berusaha menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.

Perempuan baya itu mengeluarkan sebuah kalung dari kantung bajunya, sebuah kalung dengan liontin yang berbentuk lurus vertikal dan memiliki ujung yang tajam. "Tolong terima ini, ini adalah sebuah kalung yang sudah diberi doa."

Perempuan itu mengulurkan tangannya, memberikan kalung itu kepada Sasuke yang tampak terkejut ketika melihat kalung itu. Kalung itu biasanya hanya dimiliki oleh orang-orang dari Kerajaan Navier karena ada seorang pengrajin yang amat pandai di Kerajaan Navier dulu.

Sasuke tersenyum tipis, mengambil kalung itu dan langsung mengenakannya sambil menyentuh ujung liontin itu. Laki-laki dengan manik onyx hitam kelam itu pun menatap perempuan paruh baya di hadapannya yang tampak senang melihat Sasuke menerima pemberiannya yang tak seberapa. Sementara Sasuke tampak bersyukur, bertahun-tahun ia mencari rakyatnya ternyata mereka berada di sini. Memang benar adanya, tempat musuh atau tempat yang paling berbahaya akan menjadi tempat yang paling aman untuk berlindung.

"Sejujurnya Anda mengingatkan saya pada seseorang yang begitu bijaksana dan baik hati, seseorang yang bekerja dengan hati tanpa pamrih," ucap perempuan paruh baya itu tampak sedih.

Sasuke tahu siapa sosok yang perempuan paruh baya itu maksud, itu pasti ayahnya, Uchiha Fugaku seorang raja yang begitu baik dan bijaksana. Beliau adalah sosok raja yang amat dicintai oleh rakyatnya karena kebijakan-kebijakannya tak pernah memberatkan rakyat apalagi mempersulit mereka. Dari segi wajah memang Sasuke dan ayahnya cukup mirip sementara kakaknya lebih mirip dengan ibunya.

"Yang muncul dalam kegelapan, menerangi jalan dari kegelapan, membawa ke tempat terbaik untuk beristirahat. Bulan memang gelap, namun sinarnya melindungi dari kegelapan. Meskipun sinarnya tak seberapa ia tetap bersinar karena hanya orang-orang yang mengerti arti keberadaannya dapat mensyukuri keberadaannya." Kata-kata Sasuke membuat perempuan itu melebarkan matanya terkejut. Karena Kalimat yang baru saja Sasuke ucapkan adalah salah satu slogan di Kerajaan Navier, Kerajaan Navier yang mempercayai bahwa bulan lebih indah dibandingkan matahari.

Perempuan itu menutup mulutnya tak percaya, tak berpikir jika laki-laki itu adalah Uchiha Itachi sang Putra Mahkota Kerajaan Navier. "Mungkinkah Anda, anak itu?"

"Terimakasih untuk sudah bertahan," ucap Sasuke membuat perempuan itu meneteskan air matanya, merasakan ada harapan bagi Kerajaan Navier untuk kembali ke masa jayanya.

"Jika Anda tahu saya, berarti Anda bukan orang biasa benar?" tanya Sasuke dengan hati-hati karena jelas ia tahu, kelahiran adalah sebuah rahasia yang hanya diketahui oleh orang-orang tertentu.

Perempuan itu mengangguk kepalanya, hendak bersujud namun Sasuke segera menahannya. Laki-laki dengan onxy hitam kelamnya itu pun menggelengkan kepalanya. "Jangan lakukan itu Bibi, saya bukan dewa."

"Tapi itu benar Anda," ucap perempuan paruh baya itu lagi-lagi membuat Sasuke menggelengkan kepalanya, tak ingin membenarkan hal apa yang ada di pikiran perempuan paruh baya itu.

"Apakah Anda seorang biarawati?" tanya Sasuke membuat perempuan paruh baya itu segera menganggukkan kepalanya, membenarkan pertanyaan yang Sasuke ajukan sebab dirinya pada saat masih tinggal di Kerajaan Navier merupakan seorang biarawati. Namun setelah Kerajaan Navier runtuh, ia pergi ke Baston untuk berlindung.

Sasuke menyentuh kedua bahu perempuan paruh baya itu, menatapnya dengan serius. "Bisakah Anda mengumpulkan mereka semua?"

Perempuan paruh baya itu segera menganggukkan kepalanya. "Saya pasti akan melakukannya Yang Mulia."

"Bisakah Anda rahasiakan identitas saya sementara waktu? Ada hal yang harus saya lakukan. Karena itu, saat ini saya hanyalah seorang Jenderal," ucap Sasuke membuat perempuan paruh baya itu menganggukkan kepalanya.

"Saya pasti akan menjaga rahasia ini Jenderal, saya bersumpah atas bulan yang menyinari Kerajaan Navier," ucap perempuan paruh baya itu membuat Sasuke menganggukkan kepalanya.

Sasuke kemudian membalikkan tubuhnya, berjalan perlahan meninggalkan perempuan paruh baya itu. Sasuke menyentuh kalung yang baru saja diberikan oleh perempuan paruh baya itu dengan senyuman tipis. "Ayah, aku berjanji akan merebut kembali kehormatan Ayah, Ibu, Ibu Permaisuri dan Kakak."

•••

To be continued
Signed with love from your beloved Bie, YourBie♡

The Villain's RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang