Sasuke turun dari kudanya, memasuki sebuah rumah kayu di sudut kota yang bahkan hampir memasuki daerah perbatasan dengan banyak pohon di sana. Sasuke pun melihat Sakura yang berada di dalam ruangan itu tengah sibuk menatap jam pasirnya.
"Sepertinya Anda berhasil menimbulkan konflik baru antara Menteri Istana dan Kaisar," ucap Sasuke ketika melihat jam pasir itu, menyadari bahwa rencana mereka berhasil.
Menyebarkan rumor tentang Naruto yang jatuh cinta kepada Sakura dan menginginkannya sebagai Permaisuri lewat Ino. Di sisi lain menyakinkan bahwa rumor itu tidak benar kepada Hinata namun keluarga Hyuga pasti akan mengambil tindakan, entah itu untuk membunuh Sakura atau justru melawan Kaisar yang menghina keluarganya. Lalu membuat Gaara jatuh pada pesona Sakura, menginginkan perempuan itu hingga muncul pemikiran untuk merebutnya. Diam-diam membuat mereka semua saling bermusuhan, sebuah permainan yang menarik tanpa mengotori tangan dengan darah.
"Kau sebegitu percaya jika ia akan menyukaiku," ucap Sakura mendongakkan kepalanya, menatap Sasuke yang berdiri tak jauh darinya.
Sasuke kali ini terdiam usai mendapati ucapan itu, alasan mengapa ia percaya dengan rencana itu, alasan mengapa ia percaya jika Gaara akan dengan mudah jatuh pada pesona Sakura. Benar, karena perempuan itu memang mempesona.
"Beberapa orang mengikuti saya," ucap Sasuke mengalihkan pembicaraan membuat Sakura memiringkan kepalanya, tersenyum miring bagaikan iblis.
"Tidakkah mereka bisa membiarkan aku bersantai sejenak? Memuakkan," ucap Sakura beranjak dari duduknya.
Sakura melangkahkan kakinya mendekati Sasuke, mengambil pedang milik laki-laki itu lalu menatapnya. "Temui aku lima belas menit lagi dari sekarang."
Sakura meninggalkan Sasuke seorang diri di sana dengan menunggani kuda milik laki-laki itu, jauh memasuki hutan yang lebat hingga orang-orang menghadangnya.
"Akhirnya muncul juga." Sakura bersuara dengan suara yang begitu dingin, turun dari kudanya dan berhadapan langsung dengan tujuh orang yang ada di sana.
"Apa yang kau lakukan di hutan seperti ini Grand Duchess? Mencoba mati dengan lebih cepat? Tak kusangka mengikuti Jenderal Raiden justru membawa kami kepadamu, semakin mempercepat misi kami untuk membunuhmu," ucap salah seorang diantara tujuh orang itu.
Sakura tertawa terbahak-bahak usai mendengar ucapan itu, menatap mereka semua dengan tatapan merendahkan. "Itukah yang Temari katakan kepada kalian? Atau justru Kankuro?"
Pertanyaan itu membuat mereka semua terbelalak, seolah terkejut karena Sakura tahu siapa yang mengirim mereka. Namun bukankah hal itu tidak perlu dikhawatirkan jika mereka segera membunuhnya?
"Ayo, langsung saja!!" Orang-orang itu mulai bergerak usai seruan itu, bergerak dengan cepat menghampiri Sakura dengan pedang yang bersiap menusuknya.
"Malam yang indah," ucap Sakura yang mulai mengeluarkan pedang, bertarung dengan mereka semua dan menebas kepala mereka semua.
Mayat-mayat itu tergeletak di tanah dengan kepala yang bahkan telah berpisah dari tubuhnya, pemandangan yang begitu mengerikan bagaikan lautan darah namun Sakura justru tertawa terbahak-bahak hingga hujan turun begitu deras.
Sakura berhenti tertawa sambil memiringkan kepalanya, dengan wajah yang terlihat polos ia menatap mayat-mayat itu. "Aku hanya meniru gaya Sasuke yang mengakhiri dengan memotong kepala, kalian beruntung karena aku menirunya kalau tidak kalian akan memiliki akhir yang begitu panjang dan menyakitkan. Kasihan sekali."
Tak lama berselang Sasuke tiba, melihat mayat-mayat yang tergeletak di tanah dengan tubuh dan kepala yang sudah berjauhan. Sasuke menghitung mayat-mayat di sana dengan teliti, mengingat semua sayatan di tubuh mereka lalu menatap Sakura.
Sasuke melihatnya, melihat perempuan itu yang berlumuran darah, berdiri di bawah derasnya hujan tanpa bergerak sedikitpun."Grand Duchess?"
Sakura menolehkan kepalanya, melihat Sasuke lalu berbalik. Perempuan dengan helaian merah muda itu pun tersenyum lebar. "Aku melakukannya seperti kau."
Sasuke menganggukkan kepalanya dengan wajah datarnya, melihat pedangnya yang tergeletak di tanah. Sasuke mengambil pedangnya dan melihat Sakura kembali.
"Ah aku lupa, bukankah aku harus terlihat terluka agar menyakinkan?" tanya Sakura mengambil pedang di tangan Sasuke dan melukai lengannya sendiri.
Sasuke diam memperhatikan, wajahnya tampak datar dan dingin ketika ia mulai melihat darah mengalir dengan deras di lengan perempuan itu. Sementara perempuan itu tak berekspresi apa-apa, tak meringis sama sekali dengan luka yang Sasuke yakini begitu dalam.
Sakura menyerahkan pedang itu kepada Sasuke dengan senyumannya. "Jika begini sudah sempurna bukan?"
Sasuke menganggukkan kepalanya, mengambil pedang itu dan meletakkannya di tempat semula. Laki-laki itu lantas melepaskan jubah hitam yang ia kenakan, dengan hati-hati ia meletakkannya untuk menutupi tubuh Sakura yang sudah basah kuyup.
"Anda bisa kedinginan." Kata-kata itu membuat Sakura mendongakkan kepalanya, menatap Sasuke yang juga lebih tinggi dibandingkan dengannya, dengan tangan yang berada di atas kedua bahunya.
Sakura mengulurkan tangannya, menyentuh rahang tegas Sasuke yang kali ini menatapnya. "Kau tidak ingin memujiku?"
"Kerja bagus Grand Duchess," ucap Sasuke mencium bibir Sakura dengan lembut, dengan pemandangan darah yang diguyur air hujan membuat aroma disekitar mereka terasa semakin amis antara aroma darah atau aroma tanah yang diguyur hujan.
Sasuke melepaskan ciumannya lalu dengan hati-hati menggendong Sakura, membantu perempuan itu untuk duduk di atas kuda. Sasuke menaiki kuda itu lalu mulai menunggangi kuda itu meninggal tanah penuh darah itu.
Sakura tersenyum tipis, merapatkan tubuhnya dengan tubuh Sasuke yang terasa sedikit lebih hangat di tengah hujan deras yang dinginnya sedikit menusuk ke tulang.
°°°
Naruto dengan terburu-buru membuka pintu kamar Sakura, melihat perempuan itu terbaring di atas ranjang besar di kamarnya. Sementara Sasuke berdiri tak jauh dari sisinya dengan darah yang berlumuran pada baju bagian depannya.
Tak hanya Naruto yang datang namun Tiga Pilar juga datang, menatap Sasuke yang berlumuran darah, darah yang ia dapatkan karena memeluk Sakura.
"Grand Duchess, kau baik-baik saja?" tanya Naruto yang terlampau khawatir, menatap Sakura yang tampak lebih pucat dari biasanya.
Sakura mengulurkan tangannya yang sedikit bergetar, menyentuh tangan Naruto yang tampak begitu khawatir kepadanya. "Saya baik-baik saja Yang Mulia."
Jawaban Sakura tidak memuaskan Naruto sama sekali, ia tahu pasti dari wajah pucat, tangan bergetar dan luka di lengan itu sudah cukup menunjukkan jika perempuan itu tidak baik-baik saja. Naruto pun menolehkan kepalanya, menatap Sasuke yang berdiri tak jauh dari sisi ranjang. "Jenderal Raiden, apa yang terjadi?"
"Saya menemui Grand Duchess ke kediamannya untuk memberi tahu hasil penyelidikan namun Grand Duchess tidak ada, ternyata seseorang membawa Grand Duchess. Saya begitu khawatir lalu mulai mencari, saya akhirnya menemukannya. Ada sekitar tujuh orang yang menculik Grand Duchess, membawanya memasuki hutan perbatasan," ucap Sasuke membuat Kankuro menatapnya, seolah dari tatapannyo mengatakan bahwa rencananya tidak begitu.
"Lalu dimana mereka?" tanya Naruto sambil mengepalkan tangannya, begitu marah karena mereka menyakiti Sakura.
Sasuke dengan tenang menatap Kankuro yang juga menatapnya. "Saya begitu kesal pada diri saya sendiri, Yang Mulia menitipkan Grand Duchess kepada saya namun malah ada bedebah yang melukai Grand Duchess jadi saya menebas kepala mereka semua."
Kankuro sedikit bergetar mendengar ucapan itu, melihat Sasuke yang menatapnya dengan manik onyx hitam kelam yang begitu dingin seolah mengatakan aku juga bisa menebas kepalamu jika kau terus mengganggu.
•••
To be continued
Signed with love from your beloved Bie, YourBie♡
KAMU SEDANG MEMBACA
The Villain's Revenge
FanfictionSakura si ahli strategi berkepala licik dan kejam memasuki Ibukota Kekaisaran Baston dengan skema rumit guna membalaskan dendamnya atas kematian saudari kembarnya yang mati digantung sebagai pemberontak kekaisaran yang menggulingkan kekaisaran sebel...