Naruto tersenyum licik saat suara musik dari piringan hitam itu memenuhi ruangan. Pemilik Kekaisaran Baston itu berdiri di depan jendela besar di ruangan itu.
Suara musik dari piringan hitam itu terdengar meriah, menyuarakan musik yang menunjukkan suasana hatinya yang tengah berbahagia seolah dirinya tengah merayakan sesuatu di saat rakyatnya menderita.
Suara ketukan pintu terdengar membuat laki-laki itu akhirnya bersuara, mempersilahkan seseorang di luar sana untuk masuk. Sementara ia mendudukkan dirinya di sebuah sofa ketika seseorang itu memasuki ruangan itu hingga laki-laki dengan rambut kuning itu mengangkat satu tangannya, mengisyaratkan agar bawahannya itu tak perlu memberikan salam.
"Yang Mulia, Jenderal Raiden sudah pergi. Beliau mengikuti petunjuk ke Wilayah Selatan," ucap sang bawahan membuat Naruto menganggukkan kepalanya.
Dengan perlahan laki-laki itu menolehkan kepalanya, menatap sang bawahan yang tengah menundukkan kepala. "Kau sudah memastikan orang mengikutinya?"
"Sudah Yang Mulia, saya sudah menugaskan beberapa orang untuk mengikuti Jenderal Raiden yang mungkin kembali satu minggu lagi," jelasnya membuat Naruto menganggukkan kepalanya lalu mengibaskan tangannya hingga sang bawahan itu segera undur diri.
"Mengapa kau begitu repot-repot mengirimnya pergi?" Suara pertanyaan itu terdengar membuat Naruto meluruskan pandangannya, menatap laki-laki dengan rambut putih yang duduk tepat di depannya. Jiraya, laki-laki yang belum lama ia angkat sebagai Uskup Agung di Baston.
Naruto tersenyum licik. "Kau tidak akan pernah mengerti apa yang sebenarnya aku lakukan."
"Bukankah kita sedang mempersiapkan wabah ke seluruh penjuru kekaisaran? Lantas mengapa kau mengirimnya jauh? Apakah kau takut ia terkena racunnya? Tampaknya laki-laki ini cukup istimewa." Jiraya tersenyum dengan sarkas usai menyelesaikan kalimatnya.
Naruto menatap laki-laki yang ia anggap sebagai guru itu dengan tatapan tajam. "Sebaiknya kau memperhatikan kalimatmu, aku sekarang adalah seorang Kaisar."
"Aku hanya memastikan. Bagaimana jika kau mengacaukan rencana karena perasaan cinta seperti cintamu pada Sakira Obelia," ucap Jiraya menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa sembari melipat tangannya di depan dada, menatap lekat-lekat Kaisar Baston itu.
Naruto mendengus remeh. "Sudah kukatakan berulang kali, aku tidak mencintainya."
"Kalau begitu apakah kali ini cinta? Kau mencintai Jenderal itu, Sasuke de Raiden?" tanya Jiraya dengan tatapan yang meremehkan.
"Aku hanya menyuruhnya pergi untuk membawa perempuan merah muda yang mengaku sebagai Sakura Obelia itu. Apakah kau puas?" ucap Naruto dengan kesal diakhir dengan pertanyaan ketusnya.
Jiraya menarik sudut bibirnya, menciptakan sebuah senyuman miring yang sarkastik. "Benarkah hanya karena itu?"
Kali ini Naruto memalingkan wajahnya sembari melipat tangannya di depan dada. "Kau tidak akan mengerti seperti apa Raiden itu. Dia hanya mementingkan rakyat dan hanya melihat rakyat, mungkin karena dia adalah rakyat kecil. Jika kita mencoba menyebarkan wabah, apakah kau berpikir ia akan diam saja?"
"Apa itu artinya kau takut kehilangan pelayan kecilmu?" tanya Jiraya yang masih belum berubah, wajahnya masih tampak sinis dan sarkastik.
"Apapun itu aku harus menemukan perempuan itu. Aku harus tahu siapa Pemilik Pohon Jiwa Kehidupan yang sebenarnya," ucap Naruto sembari menolehkan kepalanya, menatap lurus ke arah Jiraya.
Jiraya menurunkan tangannya, berusaha untuk kembali bersikap biasa-biasa saja. "Baiklah, selama kau tidak mengacaukan rencana."
"Kau yakin ramuan itu bisa menunjukkan Pemilik Pohon Jiwa Kehidupan yang sebenarnya?" tanya Naruto membuat Jiraya yang sebelumnya sedikit menundukkan kepalanya menenggak kepalanya untuk melihatnya.
"Tentu saja, ia hanya perlu meminumnya lalu aku akan membacakan mantranya. Jika benar itu adalah orangnya maka akan muncul akar hitam di tubuhnya. Akar itu adalah akar Pohon Jiwa Kehidupan, tidak ada sihir apapun yang bisa menirunya," jelas Jiraya.
"Tapi bukankah sebelumnya kau begitu yakin tentang Haruno Sakura itu?" tanya Jiraya selang beberapa menit kemudian.
Naruto menganggukkan kepalanya pelan. "Kau benar, awalnya aku juga berpikir jika dia benar-benar saudari kembar Sakira namun setelah perempuan yang mengaku sebagai Sakura Obelia itu muncul aku mulai ragu."
"Bukankah memang itu tujuannya? Membuatmu terkecoh," ucap Jiraya membuat Naruto menatapnya lekat-lekat.
"Tadinya aku percaya jika Haruno Sakura itu adalah orangnya namun menyadari mereka berada dalam garis keturunan yang berbeda membuat aku mempertimbangkannya dan lagi ia tak sama seperti apa yang Sakira ceritakan," cerita Naruto panjang lebar.
"Lalu perempuan yang memiliki ciri yang sama seperti yang Sakira katakan tiba-tiba muncul. Itu bukanlah sebuah kebetulan, tidak ada yang tahu tentang percakapan itu," lanjutnya.
Jiraya menganggukkan kepalanya pelan. "Aku mengerti, kita akan melihatnya nanti."
°°°
"Dia sudah pergi." Kata-kata Kankuro ketika memasuki ruangan tengah kediamannya itu sontak membuat Gaara dan Temari menolehkan kepalanya.
"Raiden sudah pergi?" tanya Temari memastikan hingga ia mendapati anggukan kecil dari kepala sang adik.
Gaara tersenyum tipis. "Baguslah jika begitu kita hanya perlu menunggu kepulangannya."
"Ini benar-benar rencana yang sempurna, kita hanya perlu menculik Sakura Obelia saat sudah berada di Istana dan menggunakan kekuatannya," ucap Temari ikut senang.
"Ah ya aku juga mendengar Naruto memberikan Grand Duchess beberapa hadiah karena bantuannya terhadap rakyat," ucap Kankuro membuat ekspresi di wajah Gaara berubah seketika.
Gaara mengepalkan tangannya. "Laki-laki brengsek itu."
"Sudahlah Gaara, jangan khawatir. Aku lebih mempercayai jika Grand Duchess itu sudah jatuh hati padamu, ia tak akan goyah hanya karena rubah bodoh itu," ucap Temari menenangkan.
"Tentu saja, tidak ada yang bisa mengalahkan pesonamu Gaara," sahut Kankuro sembari mengacungkan jempolnya.
Gaara terdiam selama beberapa saat hingga kenangan dirinya bersama Sakura kembali berputar di benaknya. Laki-laki dengan rambut merah itu pun lantas tersenyum. "Benar, perasaan Grand Duchess bukanlah sebuah perasaan yang mudah goyah."
"Tentu saja," ucap Temari sambil merangkul bahu Gaara, berusaha menyemangati laki-laki itu.
"Hanya Kaisar bodoh itu saja yang terlalu percaya diri, seolah semua perempuan menginginkannya. Nyatanya Grand Duchess memilih ikut pada pemilihan itu hanya karena dirinya tak bisa menentang perintahnya," lanjutnya.
"Aku benar-benar tak sabar bertemu Grand Duchess besok, aku ingin menemuinya," ucap Gaara dengan senyuman hangat yang kali ini terpatri di bibirnya.
Temari menganggukkan kepalanya pelan. "Sementara menunggu Raiden kembali dari pencariannya, kau bisa mendekati Grand Duchess Emerald hingga waktunya tiba."
"Aku akan membicarakan tentang persembunyiannya, sebaiknya saat pemberontakan terjadi ia berada di tempat yang aman. Aku tak ingin ia terluka," ucap Gaara membuat Temari menganggukkan kepalanya.
"Tentu saja, itu tak boleh terluka karena ia akan menjadi Permaisuri Negeri ini. Dengan dukungannya dan Wilayah Utara, kau bisa menduduki tahta Kaisar dengan mudah," ucap Temari dengan tenang.
"Aku akan melakukan cara apapun untuk mencapai tujuan itu," ucap Gaara dengan yakin, mengepalkan tangannya dengan penuh keyakinan.
•••
To be continued
Signed with love from your beloved Bie, YourBie♡
![](https://img.wattpad.com/cover/318283798-288-k793229.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Villain's Revenge
FanfictionSakura si ahli strategi berkepala licik dan kejam memasuki Ibukota Kekaisaran Baston dengan skema rumit guna membalaskan dendamnya atas kematian saudari kembarnya yang mati digantung sebagai pemberontak kekaisaran yang menggulingkan kekaisaran sebel...