BAB 17 : THE LEADER (1)

1.2K 299 57
                                    

Yang vote dan comment cerita ini didoain semoga jadian sama crush nya🫶





Pintu kamar yang terbuka menampilkan sosok Mahesa berdiri dengan senyuman lebar menyambut Hiro yang termenung, masih memegang gagang pintu kamar. Aneh saja, melihat senyuman secerah milik Mahesa di pagi hari yang membosankan dan penuh kemalasan. 

"Selamat pagi dunia!" 

Kadang-kadang Hiro bertanya dalam hati mengenai asal semangat hidup Mahesa yang tidak pernah padam. Persis seperti matahari yang selalu setia memamerkan sinarnya. Manusia memang membutuhkan sinar matahari, tetapi Hiro justru menjadi bagian dari manusia yang akan bersembunyi atau menutupi wajah ketika sinar matahari memeluk bumi dan seisinya.

Dalam lingkup lingkungan sosial ada dua tipe manusia, ramah dan tidak ramah. Mahesa tipe pertama, selalu berusaha bersikap ramah tamah pada semua orang. Maka Hiro adalah tipe kedua, tidak ramah. Menyapa dan membalas sapaan merupakan hal yang merepotkan baginya.

Sebagai tipe manusia nomor dua, Hiro mengabaikan sapaan Mahesa. Setelah keluar kamar, ditutuplah pintu kamar dan dikunci. Kemudian berjalan melewati Mahesa yang masih berdiam diri dengan senyuman lebar menunggu sapaannya dibalas.

Mahesa berdecih. Memutar tubuh menyusul, melangkah di samping Hiro. "Kayaknya lo harus belajar jadi makhluk sosial yang baik deh. Sebagai makhluk sosial, lo jelek banget. Bahkan lo nggak tau kalau nyapa dan balas sapaan itu wajib buat makhluk sosial."

Hiro berhenti di depan lift, memencet tombol menuju lantai dasar. "Makasih pelajaran tentang makhluk sosialnya." Pintu terbuka, Hiro melangkah masuk.

Mahesa masih senantiasa mengekori. Masuk ke dalam lift, berdiri di samping Hiro seraya bersandar. "Gue jadi inget waktu kelas satu SMP lo pernah dibully sama senior kelas dua karena nggak nyaut waktu dipanggil mereka. Sampai akhirnya lo dipukulin sama mereka pas pulang sekolah."

Mahesa merasa kasihan dengan Hiro yang dipukuli oleh seniornya di SMP. Mahesa masih mengingat wajah Hiro yang penuh luka dan darah. Meski begitu, Hiro tetap tidak menampilkan ekspresi apapun.

"Bu Ani selalu ngajarin gue untuk berbuat baik ke sesama manusia. Sedangkan mereka yang hobi malak dan membully yang lemah nggak pantes disebut manusia. Sekedar ngeliat mereka atau nyaut panggilan mereka pun nggak perlu. Karena mereka cuma sampah." Hiro menjelaskan alasannya tidak pernah membalas panggilan dari seniornya sewaktu SMP.

Mahesa menyunggingkan bibir. "Gara-gara itu lo sampai dipukulin tiga kali sama mereka. Kenapa lo nggak ngelawan?"

"Udah diwakilin sama lo, kan?"

Mahesa mendengus, tangannya tanpa sadar mengepal. Jika mengingat masa-masa SMP selalu membuatnya kesal. Terlebih lagi ketika Hiro selalu dipukuli oleh seniornya. Dan Hiro sama sekali tidak memberi perlawanan atau mengadu ke guru. Sebagai sahabat, sudah sepantasnya Mahesa membela Hiro. Meski berakhir tidak baik lantaran ia menjadi samsak sampai babak belur juga.

"Harusnya lo nggak usah belain gue. Jadi lo nggak bakal ikut babak belur." Hiro serius dengan perkataannya, ia tidak suka melihat orang lain menderita karenanya.

"Mana mungkin gue diem aja ngeliat teman gue dipukulin?" Mahesa juga punya alasan kuat untuk membela Hiro.

Hiro meluruskan pandangan. Bunyi lift sampai ditujuan terdengar, kemudian pintu pun terbuka. Hiro melangkah keluar bersama Mahesa, meneruskan perjalanan di lorong lantai dasar apartemen. Banyak murid Imperium yang hendak berangkat ke sekolah juga.

The King : Battle of Imperium SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang