Kesal

131 19 0
                                    

Universitas Sancaya sedang ramai dengan mahasiswa/i yang sedang melaksanakan ospek. Saat melewati koridor tiba-tiba David ditabrak oleh seorang mahasiswi.

"Minta maaf kak, aku nggak sengaja nabrak kakak soalnya aku lagi buru-buru tadi," ucap mahasiswi tersebut seraya membungkukkan badannya 90°.

"Lain kali kamu hati-hati yah. Di koridor jangan lari-larian kayak tadi," balas David dengan suara lembut.

"Iya kak." David menepuk pelan bahu nya lalu pergi.

Di tempat lain Sandra tengah berlarian di pinggir lapangan. Dari tadi keringatnya terus bercucuran.

Pagi ini ia sudah harus berlarian karena terlambat. Namun dia tak sendirian masih ada 3 orang di depannya yang tampak bersemangat sedari tadi.

Sudah tinggal putaran terakhir dan senior yang menghukum mereka juga sudah menunggu dengan wajah datarnya di bawah pohon.

Sandra nampak ngos-ngosan namun tidak dengan 3 orang di sampingnya.

"Nih mereka manusia apa bukan sih. Dari tadi gue perhatiin semangat banget."

Ekspresi mereka yang terlihat biasa-biasa saja membuatnya kesal karena itu hanya membuat ia terpojok.

"Kenapa kamu ngos-ngosan? Cape?" Pertanyaan senior tersebut berhasil membuat Sandra mengeluarkan kata-kata kasar dalam hatinya.

"Sialan nih senior. Dikira lari keliling lapangan nggak cape apa!"

"Siap tidak senior," bohongnya. Manusia mana yang tidak kelelahan berlarian di lapangan yang  luas banget kayak gini.

"Ya sudah kamu lari lagi 2 kali gantiin temen kamu yang pingsan tadi."

"Wah bener-bener ini senior."

"Siap senior."

Sandra dengan ragu berlarian lagi di pinggir lapangan.

"Kalau gini caranya gue juga bisa pingsan."

Sandra berlari sambil sesekali melirik ke arah seniornya dan 3 orang temannya yang sedang berdiri di tempat teduh.

Sandra akhirnya tiba di hadapan mereka namun kali ini ia berusaha untuk menahan napasnya sebisa mungkin agar si senior ini tak banyak berkritik padanya.

"Ingat lain kali jangan terlambat lagi. Paham?"

"Siap paham senior," jawab mereka serempak.

"Sekarang kalian bergabung sama yang lain dan jangan sampai ketinggalan sama kerumunan kalian." Dengan cepat mereka mengambil tas dan papan nama mereka lalu lari menyusul kerumunan yang hampir menghilang.

Sandra tertinggal jauh di belakang. Ia sudah tidak sanggup untuk berlari lagi sehingga memilih untuk berjalan.

"Kenapa kamu nggak lari? Tadi kan saya nyuruh nyusul yang lain. Sampai kamu ketinggalan sama yang lain saya jamin kamu akan bertemu saya lagi untuk lari di lapangan. Saya siap kok untuk meladeni kamu sampai malam."

Sandra terkejut dengan senior yang tiba-tiba sudah berada di sampingnya. "Siap senior," jawab Sandra dengan pelan.

"Dia nggak tahu apa gue udah mau mampus gini?"

Baru mau berlari tangannya ditahan. Senior tersebut mengulurkan sesuatu padanya. "Papan nama kamu jangan sampai hilang. Paham?"

Dengan ragu-ragu Sandra mengambilnya. "Terima kasih senior," ucap Sandra dengan lantang dan dengan cepat menyusul kerumunan yang lain.

Ospek telah berakhir. Jam di ponsel Sandra juga sudah menunjukan pukul 16:35. Ia tak menyangka kalau kegiatan ospek hari ini akan memakan waktu selama ini. Pantas saja senior tadi berkata bahwa dia sanggup untuk meladeninya sampai malam.

Sekarang Sandra sedang menunggu angkot di halte. Namun kedatangan seseorang membuat ia memutarkan bola matanya malas.

"Ngapain dia kesini? Lagian dia tahu dari mana gue kuliah di sini?"

David menurunkan kaca mobilnya. "Masuk." Dengan malas Sandra menuruti perintah nya. Setelah memastikan Sandra sudah memasang seat belt mereka langsung pergi menuju ke kediaman Erina.

Suasana dimobil sangat hening sampai David membuka suara. "Lo kenapa kemarin nggak ke rumah? Kan udah gue share location nya ke nomor lo." Suara David terdengar marah.

"Nggak ada ongkos," jujur Sandra. Tempat kediaman Erina sangat jauh dan itu berada di kawasan Elite. Tak mungkin dirinya kesana dengan ojek. Ongkos taksi juga sangat mahal dan ia tak mungkin sanggup untuk membayarnya.

David melongo tak percaya dengan apa yang barusan didengarnya. "Lo gila? Lo kan bisa ke sana naik taksi nanti baru oma bayar ongkos taksinya."

"Lo kan juga bisa langsung anterin gue kesana kemarin. Jadi oma nggak perlu bayarin ongkos taksi gue atau pun gue gak perlu repot-repot mikir gimana cara gue bisa kesana. Lo kan juga tahu kalau kawasan rumah lo itu nggak sembarang orang bisa masuk." Sandra yang sudah sangat kesal melipat kedua tangannya dan melihat ke luar. Ia sangat, sangat, sangat  kesal sekarang. Sudah hari ini disuruh lari di lapangan dan sekarang malah harus diomeli oleh David. Apa hak dia?

David pun terdiam. Apa yang dikatakan Sandra barusan ada benarnya. Jika ia mengantar Sandra kemarin maka ia tak perlu dimarahi habis-habisan oleh Erina. Pakai segala diancem-ancem lagi. Apa-apan mengancam-ancam dirinya.

David melirik kearah Sandra.

"Ini cewe penyebab semuanya jadi rumit buat gue. Lo pikir gue mau nikah sama lo? Awas aja."

Suasananya pun kembali hening. David sibuk menyetir dan Sandra sibuk melihat keluar jendela menghitung pohon-pohon yang telah dilewati oleh mereka.

***

Penulis mohon maaf jika ada kata-kata yang menyinggung.

Terima kasih telah membaca cerita "Married to Mr. David?"

Sampai jumpa di part selanjutnya.

Married to Mr. David? [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang