David tengah bersiap untuk mengunjungi makam papanya. Saat turun dari tangga ia melihat Sandra yang baru saja keluar dari rumah.
Ceklek, ceklek, ceklek bunyi suara pintu dikunci. David langsung berjalan menuruni tangga dengan cepat sehingga menyebabkan kaki kanannya terkilir.
"Sialan," umpatnya. Ia menggedor pintu dengan kuat seraya memanggil Sandra. "Woi, buka!"
Sandra yang baru saja menutup gerbang bergegas membuka pintu untuk David. Setelah pintu terbuka ia melihat wajah David memerah seolah menahan amarah yang ingin meluap.
Sandra menggigit bibir bawahnya. "Dia marah? Kan masing-masing dari kita megang kunci rumah."
"Lo kenapa?"
"Menurut lo gue kenapa?"
"Kok nanya balik sih."
"Lo gimana sih? Udah pergi nggak pamitan, main tutup pintu aja lagi. Lo lihat nih kaki gue jadi terkilir gara-gara ngejar lo doang," omel David yang membuat Sandra hanya menaikan kedua alis nya berusaha tak menjawab perkataan David.
"Fix dia lupa nih kayaknya kalau dia megang kunci rumah juga. Lagian emang harus banget ngejar gue?"
Sandra mengalihkan pandangannya. "Kalau mau pergi bareng bilang kali," gumamnya pelan.
"Lo bilang apa barusan?"
Sandra mengabaikan pertanyaan David lalu melihat pergelangan kaki kanan nya yang terlihat merah. "Lo bisa jalan nggak?" Tanya Sandra yang langsung dibalas culas oleh David. "Ya menurut lo gue bisa jalan apa nggak?"
Sandra diam-diam menghembuskan napasnya. "Mau gue bantu buat jalan?" Tanya Sandra kali ini dengan lembut namun masih dibalas ketus oleh laki-laki yang menyadang status sebagai suaminya itu. "Jangan pernah lo sentuh gue tanpa persetujuan dari gue. Gue nggak suka disentuh sama perempuan kayak lo. Jangan lo pikir diri lo udah berjasa banget ngurus gue waktu sakit. Gue nggak butuh lo."
Mendengar perkataan David, Sandra kembali teringat Rania yang datang ke rumah 2 hari lalu dan memarahinya habis-habisan karena tidak bisa mengurus David dengan benar.
Sandra diam sejenak dan mempersilahkan David untuk masuk dan duduk terlebih dahulu sementara ia menyiapkan baskom berisi air dan es batu. Ia berjongkok dan mengompres kaki kanan David sambil berusaha agar tangannya tidak bersentuhan sedikit pun dengan kaki David.
"Kalau udah kayak gini gimana gue bisa ke pemakaman coba? Lo bisa nggak sih jadi orang tuh nggak bikin susah gue?"
David melipat kedua tangannya sambil melihat Sandra yang berada di depannya. "Nggak kebayang senyusahin apa lo buat orang tua lo saat itu. Coba kalau lo nggak ada pasti orang tua lo bakal nyelamatin diri mereka sendiri dari pada susah-susah nyelamatin lo. Gak guna. Dan kalau lo nggak ada, gue juga nggak perlu nikah sama lo."
Sandra tetap fokus pada pekerjaannya. Ia harus menepati perkataannya untuk bersikap dewasa dalam hubungan ini dan tidak boleh cepat tersulut emosi.
Melihat Sandra yang tak bereaksi, David menyeritkan alisnya. "Lo nggak nampar gue kayak waktu itu?" Tanya nya seraya tersenyum mengejek.
Wajah David perlahan mendekat ke arah Sandra. "Pipi kanan gue belum nih, jalang."
Perkataan David kali ini berhasil membuat Sandra menatap kearah nya dengan tajam.
"Lo akhirnya marah juga kan."
Melihat tatapan Sandra, David tak menyianyiakan kesempatan itu. Ia menyodorkan pipi kanannya meminta agar ditampar oleh Sandra. "Nih tampar, biar nanti gue aduin ke mama kalau lo itu nggak terima ditegur sama gue jadi lo nampar gue. Terus-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Married to Mr. David? [ON GOING]
Novela JuvenilDavid menolak dengan tegas tentang perjodohannya dengan Sandra. Dia tidak pernah menginginkan apalagi meminta sosok Sandra untuk hadir dalam kehidupannya yang sempurna. Ditambah ia mengetahui bahwasanya Sandra sudah tidak perawan lagi. Sandra tidak...