Best Decision

24 1 0
                                    

Seperti hari-hari sebelumnya, Sandra menyiapkan sarapan untuk David dan juga Vidia. Sesekali ia mengelap keringat yang turun perlahan dari keningnya dengan tisu. Setelah dirasanya siap, ia segera menuju ke kamar Vidia untuk membangunkannya.

"Pagi, sarapannya sudah siap," ucap Sandra seraya membuka pintu kamar nya. Ia tampak kebingungan saat tak menemukan keberadaan Vidia di kamarnya.

"Apa jangan-jangan"

Sandra perlahan menuju ke kamar David dan membuka pintu kamarnya dengan hati-hati. Dugaannya tidak pernah salah. Ia menemukan David dan Vidia tidur sekamar. Sedangkan dirinya masih tidur beralaskan matras tipis.

Dengan perasaan kesal dirinya segera meninggalkan kedua nya lalu bergegas dengan cepat mengambil tas dan jacketnya. Ia sudah tak tahan dengan sikap David dan Vidia.

"Sabar Sandra, sabar," ucap Sandra sambil mengelus dadanya. Ia berdecak kesal. "Mereka kok makin hari semakin menyebalkan yah? Heran gue. Si David selain hebat ngarang cerita dia juga bisa buat gue di pagi hari yang cerah ini ngerasa kepanasan banget. Kesabaran gue makin kesini juga semakin menipis banget ya Tuhan."

Saking kesalnya, Sandra mendorong pintu pagar dengar keras. "Bodo amat. Kalau mereka kayak gini terus gue juga bakal ogah-ogahan ngelayanin mereka. Gue kan is-" Sandra menjeda ucapannya. "Gue kan istr-"

Sandra menghela napasnya pelan. "Mau nyebut istri, tapi David aja nggak pernah anggap gue sebagai istri dia. Kayaknya gue hilang seminggu juga bakalan nggak sadar," katanya dengan pasrah.

"David tidak pernah menganggap kamu sebagi istrinya? Apa maksud kamu Sandra?"

Sandra dengan panik melihat ke arah sumber suara. Ia mulai gelagapan melihat keberadaan Erina yang tiba-tiba berkunjung. Dia sudah yakin bahwa kejadian ini akan terjadi, tapi tak secepat yang ia bayangkan juga. "Oma kok bisa ada di sini? Oma sendirian ke sini? Mama di mana? Nggak ikut-"

"Sandra, apa maksud perkataan kamu tadi? David-" Belum sempat menyelesaikan perkataannya, Sandra segera menuntun Erina agar menjauh dari rumah. "Oma kita jalan-jalan yuk, sambil saya belikan Oma sarapan. Di depan ada bubur ayam yang enak sekali," rayu Sandra dengan manis.

Erina melepaskan tangan Sandra dari dirinya dengan perlahan, membuat Sandra kebingungan. "Oma bisa jalan sendiri kok sayang. Kamu di depan saja, oma ini sudah tua. Jadi sulit untuk Oma buat menyamai langkah Oma dengan langkah kamu." Sandra perlahan berjalan mendahului Erina seraya menjelaskan maksud perkataannya tadi.

"Jadi begini Oma, maksud perkataan saya tadi itu bukan apa-apa kok Oma. David sama saya selama ini baik-baik saja kok. David memperlakukan saya dengan sangat baik dan saya juga baha-" Sandra menjeda perkataanya.

"Maafin Sandra Oma, udah bohongin Oma."

"Saya juga bahagia dengan pernikahan ini. Oma tidak perlu mengkhawatirkan kami kok-" Sandra terdiam sejenak saat tak melihat keberadaan Erina lagi. Dengan cepat ia berlari kembali ke rumah.

"DAVID!" Erina terlampau emosi melihat cucunya sedang berciuman dan bermesraan dengan perempuan lain. Lain halnya dengan David yang segera berlari menuju Erina. Dia menggenggam tangan Erina dengan kuat. "Oma ini nggak seperti yang Oma lihat. David bisa jelasin ke Oma-"

Sandra menutupi mulutnya saat melihat Erina menampar pipi David dengan keras. "Oma tidak menyangka kamu seperti ini. Kamu tidak pernah menghargai Oma dan juga istri sah kamu, Sandra. Tega-teganya kamu berbuat seperti itu di rumah ini? Oma tidak habis pikir dengan kamu!"

Vidia menatap kearah David dan Sandra secara bergantian. "David sama Sandra adalah pasangan suami istri? Jadi selama ini aku-" Vidia meneteskan air matanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Married to Mr. David? [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang