Dibakar Api Cemburu

70 1 0
                                    

"Aku sudah mengirim uang ke rekening mu 300rb" kata Arul lewat telpon kepada Laila

"Buat apa Mas?" tanya Laila, Laila heran tumben-tumben suaminya ini pagi-pagi menelpon setelah satu minggu hilang dari peredaran.

"Ya buat biaya lahiran kamu lah, kok buat apa?" jawab Arul

"Oh...kirain buat bayar utang ke emak mu" sindir Laila

"Kok gitu nada suaramu? dikirimi uang bukan berterima kasih, malah nggak enak gitu suaranya" gerutu Arul.

"Nggak enak ya?ma'af.." kata Laila yang sudah diliputi rasa kecewa datar

"Ingat ya, nanti di catat di pembukuan, pas aku pulang aku mau cek pembukuan keuangan kamu" ingat Arul, mantik geram di hati Laila.

"Tenang aja, sudah aku catet semua kok, termasuk hutang-hutang mu, tentu saja ..pembukuan itu saldonya minus"

"Maksud mu apa?aku punya hutang pada siapa?" tanya Arul.

"Ya sama orang tua ku lah, siapa lagi? Mas pikir biaya melahirkan ke bidan cukup pakai daun? buat bidan aja 1jt..belum kebutuhan yang bayi yang lain, popoknya, bajunya..kamu pikir datang dari mana? buat sepasaran bayi..emang dapat dari mana bahan-bahannya? istri melahirkan..bukannya di tungguin..malah hilang, ditelpon nggak diangkat-angkat, chat nggak di bales" Laila menumpahkan emosinya.

"Orang aku nggak punya pulsa, mana bisa angkat telpon" potong Arul.

"Jangan nunjukin kebodohan kamu Mas, yang nelpon aku, apa hubungannya kamu punya pulsa apa nggak??" sergah Laila.

"Untuk urusan hutang, kan bukan aku yang minjam duit buat biaya lahiran, ya berarti itu hutang kamu dong, kenapa aku yang di suruh bayar? lagian anak itu kan cucu mereka sendiri, kenapa hitung-hitungan begitu sih orang tua mu sama darah daging sendiri" Arul mengalihkan pembicaraan dan masih menunjukkan kemarahannya.

"Cucu mereka itu anak kandung mu Mas, harusnya kamu yang bertanggung jawab semuanya, siapa sih disini yang hitung-hitungan sama darah daging sendiri?kamu apa orang tua ku hah???"  emosi Laila.

"Kan banyak orang yang jagong bayi, pasti mereka ngasih duit juga" kata Arul.

"Aku ndak ngerti jalan pikiran kamu Mas, oke kalau kamu anggap itu cukup...lalu hutang-hutang mu yang lain pada orang tua ku kapan di bayar? biaya kamu berangkat ke Bali, buat beli benih dan pupuk waktu kamu nggarap sawah, kapan itu di kembalikan"

"Kok kamu jadi ngungkit itu sih, kalau uang buat nggarap sawah, kan habis buat makan sehari-hari, emang kamu makan nggak pakai uang? kalau yang buat bekal ke sini, orang aku aja belum punya uang, gimana mau balikin uang ke orang tua mu?"

"Hahahaha..." Laila tertawa atas pemikiran Arul yang menurutnya konyol itu " uang hasil panen buat makan sehari?? kamu lupa Mas hasil panen pertama kamu buat beli sound yang 12 an itu, kamu cuma beliin aku dan Bara bakso sekali, SEKALI" Laila menekan kan kata sekali agar jelas di telinga Arul "Panenan ke dua, kamu beli mixer...panenan ke 3 kamu neli aqualizer, panen berikutnya sound 16"an...18"an padahal itu bareng dengan lebaran, bahkan baju Bara aja nggak kamu belikan buat lebaran, buat makan sehari-hari kamu cuma bawa beras kadang aku juga bawa beras dari rumah Ibu'..kamu pikir cukup beras di makan??nggak perlu di masak??kadang...ini kadang, kamu ngasih uang 5000 kamu pikir cukup buat beli sayur, beli gas, beli lauk??" Laila sudah benar-benar emosi "kalau aku nggak kerja, kalau Bapak nggak sering-sering ngasih uang, kalau nggak bapak nanggung biaya listrik, semua nggak bakal cukup" kata Laila "Tadi kamu bilang apa Mas? nggak punya uang buat bayar uang bekal kamu ke Bali? beli laptop kamu bisa...buat bayar utang sama kebutuhan anak-anakmu kenapa nggak ada?" tanya Laila.

"Dari mana kamu tau aku beli laptop" Arul kaget karna ia merahasiakan itu dari Laila "sialan...pasti ada yang ngadu ini sama Laila" batin Arul

"Gimana aku nggak tau kalau Mas sendiri yang share status di akun media Mas dengan caption *Alhamdulillah bisa beli dengan hasil keringat sendiri*, alasan apalagi sekarang Mas??" tanya Laila.

Suamiku Super PelitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang