Setelah kepergian Arul ke Bali, Laila lebih memilih menjaga jarak dengan keluarga sang suami, demi menjaga kewarasan hatinya. Kepergian Arul pun masih dalam masa kediamannya. Tentu saja, tuduhan Arul itu menyakitinya sebagai seorang istri, juga seorang ibu.
Laila memutuskan tinggal di rumah orang tuanya saja, toh dia juga ingin segera kembali mengajar, biar terlupa dengan segala masalah rumah tangganya. Meskipun gaji guru tidak seberapa, setidaknya dia akan punya pendapatan, tidak melulu berpangku tangan pada orang tuanya secara cuma-cuma.
Hari berganti minggu, minggu pun berganti bulan. Laila merasakan ketenangan hidup meskipun jauh dari Arul,mengurus dua buah hati tersayang dengan bantuan keluarganya. Sudah 3 bulan Arul pergi, setiap bulan di jatah jajan untuk Bara seratus lima puluh ribu saja, Laila tak mengapa, masih bersyukur Arul ingat anaknya meski hanya Bara saja.
Sore itu, pertengahan bulan Ramadhan, setelah menyalurkan syahwatnya dengan Hariani di sebuah hotel kelas melati di pinggiran kota Blitar (untung ndak kena razia ya), tiba-tiba Arul muncul di kediaman Madjid tanpa pemberitahuan lebih dulu. Kedatangannya tentu di sambut suka cita oleh Bara, tapi tidak oleh Shaka yang sudah bisa tengkurap juga Laila, Shaka selalu menangis jika di dekati Arul. Mungkin bayi gembul itu bisa merasakan jika kehadirannya tak di inginkan oleh sang ayah.
Mau tak mau, Laila terpaksa kembali ke rumahnya yang biasanya hanya dia datangi dua hari sekali untuk bersih-bersih saja.
"Ada kerjaan buat kamu" kata Arul begitu Laila sudah selesai membersihkan rumah dan menidurkan Shaka di kamarnya.
"Kerja apa?" tanya Laila sambil mengeluarkan sayur dan lauk untuk persiapan sayur nanti untuk di hangatkan.
"Bikin kue lebaran" jawab Arul.
"Maksudnya?" tanya Laila
"Kamu kan pinter bikin kue kering, kemarin-kemarin aku chatingan sama temen ku yang namanya Hadi itu, tak promosiin deh itu kue-kue yang dulu sering kamu bikin, dia tertarik mau di bikinin kue...semua yang berbau kacang pokok e"
"Tapi aku ndak berani...klo bikin buat kita sendiri sih nggak masalah, klo di pesen orang...nggak lah"
"Ck....kenapa sih kamu ini ribet banget, yang penting kan kamu dapat uang, kamu nggak pingin beliin baju buat anak-anak?"
"Kan ada kamu Mas...masa' sih datang dari Bali cuma beliin baju lebaran buat anak aja nggak bisa"
"Mbangkang terus klo di kasih tau, pokok besok Hadi kesini nganter kacang 7kg...terserah mau di bikinin apa, yang penting kacang-kacang itu harus jadi makanan, titik" kata Arul.
"Mas...kamu lihat aku dong, gimana bisa aku bikin kue sebanyak itu??aku harus ngrawat anak-anak juga, Shaka juga masih kecil Mas, buat kue sendiri aja belum tentu aku sempat, apalagi pesenan sebanyak itu?"
"Titik..." tegas Arul "Jangan lupa, bolu kacang marmer kesukaan ku juga harus ada!!" pesan Arul "Aku mau tidur, capek, jangan ganggu aku, aku mau tidur"
Braakkk...
Arul membanting pintu kamar Bara. Laila menarik nafas kasar, lalu mengajak Bara yang masih asyik menonton TV di ruang keluarga untuk segera masuk ke kamarnya untuk tidur biar tidak telat waktu sahur nanti.
****
"Akhirnya kamu datang juga La...." kata Solik
"Iya Mbak...Mas Arul pulang" jawab Laila
"Ho'oh...semalem aku denger suaranya, ya namanya juga mau lebaran La...pasti lah pingin kumpul keluarga"
"He'eh...."
"Assalamu'alaikum..." seorang lelaki yang di ketahui Laila bernama Hadi, teman Arul yang di bicarakan semalam datang, membawa sebuah karung yang dugaan Laila adalah kacang tanah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku Super Pelit
Short StoryLaila Maulidia (27), istri dari seorang Syahrul Ulum (31) atau Laila sering memenggilnya "Mas Arul", harus menghadapi sifat super pelit suaminya, mencoba selalu mempertahankan rumah tangganya demi anak dan juga perasaan orang tua serta mertuanya. Se...