Meskipun hari-hari yang di lalui cukup berat, Laila selalu berusaha selalu menampakkan senyum terutama di depan Bara, buah hatinya. Kadang di dalam hati Laila berfikir, hidupnya jauh lebih tenang bila jauh dari Arul, meskipun ia tak menerima nafkah lahir maupun batin dari Arul. Setidaknya dia tidak terus-terusan tertekan batinnya.
Sikap Arul setelah pulang dari Bali pun cenderung agak lain dari biasanya. Arul sering menjauh hanya untuk sekedar menerima telpon, memberis kata sandi di HPnya, dan yang lebih konyol lagi, Arul selalu menaruh HP di ventilasi di atas pintu kamarnya. Meskipun Laila tidak pernah menaruh kecurigaan kepada sang suami, tapi tentu saja membuat Laila merasa aneh. Ada apa dengan Hp itu, HP yang dulu milik Laila kemudia di pakai Arul, dan Laila terima saja ketika Arul menukar nya dengan spek HP yang di bawahnya. Pikir Laila, toh mereka suami istri kan, bagi Laila nggak masalah yang penting masih bisa di pakai komunikasi, sedang menurut Arul, HP yang di pakai sekarang lebih bisa meningkatkan gengsinya kalau dilihat orang lain.
Sore itu Bara menangis minta di belikan bakso kesukaannya. Arul menurutinya dengan mengajak Laila juga bayinya. "Bungkus aja, beli dua bungkus, nanti kamu sebungkus bagi sama Bara" Arul mengulurkan uang 20rb. Laila mengangguk, lalu masuk ke kedai memesan bakso. Seorang laki-laki bersama seorang anak perempuan menghampiri Laila.
"Laila....hai apa kabar?" tanya lelaki itu menyapa Laila
"Hei...Dias, baik...kamu apa kabar? beli bakso?" tanya Laila
"Iya, tapi aku udah mau pulang" jawab laki-laki yang di panggil Dias itu. "Anak mu?? sudah berapa anak mu?" lanjut Dias.
"Dua..cowok semua, ini yang besar" kata Laila menunjuk Bara "Anak mu berapa?" tanya Laila.
"Masih satu ini" jawab Dias
"Oh ya, kenalin...ini suami ku, Mas Arul" kata Laila menunjuk Arul yang masih setia diatas motor di depan gerobak bakso. Dias pun menyalami Arul dan di sambut Arul dengan senyum. "Istri mu mana?" tanya Laila
"Ndak ikut dia, lagi pijet dirumah, ini Syifa tak ajak keluar biar nggak ganggu mama nya pijet" kata Dias. "Ya sudah...aku duluan ya, kapan-kapan mampir lah kerumah main-main sama suami mu"
"Insya Allah kapan-kapan" jawab Laila.
"Ayo' Mas...aku duluan" pamit Dias pada Arul yang di balas anggukan saja olehnya.
Tak berapa lama, bakso sudah di dapat dan akhirnya mereka pulang. Sampai dirumah setelah membuka pintu, tiba-tiba saja Arul melepas jaketnya dan melempar ke atas meja. Tentu saja membuat Laila dan Bara kaget. Bara langsung mengeratkan pelukan di kaki Laila.
"Kenapa sih Mas?" tanya Laila, "Bara sampek takut ini lho" tunjuk Laila.
"Seneng dong ya kamu ketemu mantan mu itu" kata Arul membuat kaget Laila. "Atau jangan-jangan, selama ini kamu sering ketemu dia, kamu selingkuh kan sama dia" kata Arul mendorong Laila tubuh Laila.
"Apa-apaan sih kamu Mas??" heran Laila
"Apa-apan gimana? selama aku di Bali, udah berapa kali kamu ketemu dia, ngaku!!!!"
Plak...
Arul menampar Laila, sontak Bara langsung menangis "Ayah jahat....ayah kenapa pukul Bunda? jangan deket-deket" tubuh kecil itu mendorong sang ayah yang tentu saja tak berpengaruh apa-apa.
"Cukup Mas, kamu sudah keterlaluan" teriak Laila memegangi pipinya yang kebas. "Ayo Mas Bara...jadi maem baksonya ndak?, katanya laper pingin bakso" tanya Laila kepada Bara dengan mata yang berembun. Laila menghapus air mata Bara dan berusah menenangkannya.
"Dasar Sun**l" suara Arul menggerutu, lalu mengambil rokok dan menyulutnya di teras.
"Cakit Bunda??" tanya Bara menyentuh bekas tamparan ayahnya di pipi Laila, yang masih terasa panas dan nyeri ketika di sentuh
"Ndak Sayang....ndak sakit kok" Laila tersenyum meraih tangan Bara di pipinya dan menciumnya. Untung saja Shaka yang di gendongan Laila tidak terusik tidurnya.
"Ayah jahat Bunda, nanti Mas bilang sama kakung" kata Bara
"Ndak Mas...ayah ndak jahat, ndak usah bilang sama kakung juga ya, janji" kata Laila menunjukkan kelingkingnya di depan Bara.
"Janji" sahut Bara menyambut kelingking Laila.
"Ya sudah...ayo maem baksonya, nanti keburu dingin" kata Laila. "Bunda bobok in adik dulu ya" kata Laila dan di jawab anggukan Bara.
Segera Laila ke kamarnya dan menaruh Shaka yang tertidur pulas. Air mata Laila lolos begitu saja ketika sudah masuk kekamarnya. Dia sama sekali tak mengerti apa salahnya?
Dias memang mantan Laila waktu masih SMP dulu, tapi wajarkah Arul mencemburuinya seperti itu? bahkan sampai menampar Laila...hubungan Laila dengan Dias saja dulu hanya 3 bulan, cinta monyet anak ABG jaman dulu yang sama sekali tak meninggalkan kesan berarti, jarang ketemu soalnya mereka beda sekolah, sekali ketemu ya ramai-ramai bareng sahabat-sahabat mereka. Laila pun sudah sekian tahun tak bertemu, juga tak berkomunikasi dengan Dias, saat bertemu tadi, mereka juga biasa aja, sekedar "Say Hai" tapi Arul bisa semarah itu, padahal apa yang dia lakukan jauh lebih parah dari Laila, tapi ya begitulah. Seorang penghianat pasti tak ingin di hianati pula. Dia berselingkuh, tentu tak ingin di balas perselingkuhan oleh Laila. Arul takut dengan pikiran-pikiran sendiri sampai lepas kontrol menampar Laila yang tak bersalah. Tapi bagi Arul Laila tetap saja salah, tak seharusnya Laila bertemu mantannya. Tak seharusnya Laila punya mantan, Arul tidak terima.
Arul meredam emosi dengan membuka HPnya, melihat notifikasi yang masuk, lalu membalas semua chat yang masuk dari kekasih-kekasihnya, baik di aplikasi berwarna biru, hitam dan hijau. Chat-chat mesra penuh kerinduan serta kata-kata manis akhirnya membuat Arul lupa pada amarahnya beberapa menit yang lalu, berganti senyum di wajah tampannya yang terlihat disana. Arul merindukan mereka, merindukan harum tubuh mereka, Arul ingin segera pergi menemui mereka, tapi Arul enggan untuk bekerja lagi, capek...
"Hmmmm....ini saat yang tepat untuk memasukkan Laila ke PT (penampungan), biar dia segera bisa terbang ke luar negri dan menghasilkan uang" ide cemerlang Arul muncul tiba-tiba. Dengan ceria, Arul masuk ke rumah dan menyambar bungkus bakso, mengambil mangkok dan menikmati bakso di teras sambil melanjutkan kencan online nya bersama para kekasih. Setelah habis baksonya, Arul gegas menaiki motornya, tak sabar dia bervideo call dengan salah satu dari ke tiga nya. Atau mungkin akan membuat janji dengan Hariani saja, yang lebih memungkinkan untuk segera bertemu.
Mendengar suara motor meninggalkan rumah, ada kelegaan tersendiri di hati Laila. Setidaknya, dalam waktu beberapa menit ke depan, dia akan terbebas dari rasa tertekan karna sikap Arul, juga rasa bersalah terhadap Bara yang terpaksa menyaksikan pertengkaran orang tuanya.
NB: Ma'af ya baru bisa update, kemarin dua hari nggak enak badan. Terima kasih sudah mampir. Mohon kritik dan sarannya ya Guy's

KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku Super Pelit
Kısa HikayeLaila Maulidia (27), istri dari seorang Syahrul Ulum (31) atau Laila sering memenggilnya "Mas Arul", harus menghadapi sifat super pelit suaminya, mencoba selalu mempertahankan rumah tangganya demi anak dan juga perasaan orang tua serta mertuanya. Se...