Remaja berkulit putih dengan rambut tergerai itu, menatap pria paruh baya di depannya dengan tatapan dingin. Dia duduk bersidekap di atas soffa, menunggu jawaban dari pria tua di hadapannya.
Jengah, perasaan yang perlahan muncul sebelum ia memicingkan kedua matanya—mengendalikan kesabaran yang hanya setipis tisu.
"Apakah saya harus mencekik anda terlebih dahulu, baru anda akan mengatakan sesuatu?" desis remaja itu terdengar lirih menatap sinis ke arah Wiliam.
Wiliam yang masih berpikir pun menoleh ke arahnya tajam. "Apa kamu tidak punya sopan santun terhadap orang tua, Zoran? Biarkan saya memikirkan matang-matang persoalan ini," balasnya mencibir.
Jelas hal itu membuat Zoran berdecak, "Ck, anda sudah memikirkannya berjam-jam, Tuan Wiliam. Anda hanya harus mengatakan iya, setelahnya. Sangat membuang-buang waktu jika saya harus menunggu sampai pagi tiba," jelasnya balik mencibir.
"Zoran. Putriku gadis penakut. Dia tidak bisa melakukan hal berbahaya, seperti itu. Mira—"
"Dengan melompat dari gedung sekolah, apakah itu tidak lebih berbahaya dari mengendari motor?" Wiliam terdiam saat perkataannya dipotong begitu saja oleh Zoran. Dia sedikit termenung saat bayangan kecelakaan yang dialami putrinya kembali terlintas di benaknya.
"Ayolah, Tuan Wiliam. Anggap saja ini salah satu tebusan atas dosamu di masa lalu. Saya berjanji akan menjaga Mira sebaik mungkin. Yang saya lakukan ini pun, saya lakukan untuk putri anda." Gadis itu mencoba membujuk.
Pria paruh bawa itu menghela napasnya sejenak. "Baiklah. Tapi, kamu harus benar-benar menjaga Mira dan membalas anak-anak itu atas apa yang dialaminya." Keputusan itu membuat Zoran seketika menarik sudut kanannya.
Kemudian, Wiliam melirik jam dinding, lalu tersentak. Pukul satu dini hari. Ia tidak menyangka akan menghabiskan waktu begitu lama, hanya untuk berpikir. Akhirnya, dia pun beranjak dari duduknya, melangkah keluar melewati Zoran yang masih fokus dalam khayalannya.
***
Zoran berjalan santai memasuki area sekolah menuju kelasnya berada. Setiap langkah yang dia pijakkan di lantai lorong, tak lepas dari tatapan kaget penjuru mata yang terlewati. Mereka jelas tercengang melihat Zoran. Ada yang berbeda dengan siswi itu dari sebelumnya. Mulai dari caranya berjalan, dandanannya yang jauh berbeda dari sebelumnya dan wajahnya yang angkuh, terlihat seperti seorang pembully. Banyak bisikan-bisikan yang mulai terdengar di telinganya. Bisikan cemohan dan ujaran kagum dengan aura kecantikan yang ia keluarkan.
Sontak, hal itu jelas bisa didengar oleh Grizelle—seseorang yang terkenal habis-habisan membully gadis lemah seperti Mira, anak dari seorang miliader Wiliam Farza Antalas. Zoran tersenyum sinis saat orang yang ditunggu-tunggu pun datang bersama dua antek-anteknya.
Grizelle menghampirinya dengan gaya andalan—bersidekap sombong sambil menelusuri dari ujung kaki sampai ujung kepala Zoran, tercengang.
Siswi itu berdecih, "Cih, udah berani ya lo, sok dandan-dandan melebihi gue? Inget, kecoak akan tetep jadi kecoak. mau lo dandan secantik mungkin, gak akan ngelepas jadi cewe rendahan," ketus Grizelle, menatap mangsanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZORAN [Selesai]
Teen Fiction"Gue bukan, Mira." "Zoran, tolong bilang ke ayah. Batalin perjodohanku dengan, Leo." "Lo pikir Mira gak sama menderitanya sama hubungan yang lo bilang menjijikan itu?" "Terima kasih, sudah datang menolongku Zoran." Azlia Zamira Antalas hampir saja k...