Setengah 8 malam, Zoran sedang tertawa sambil memegangi perutnya bersama Seja. Tepatnya disebuah restoran yang sudah dipesan oleh Wiliam siang tadi.
Zoran kemudian bersandar meredakan tawanya yang terdengar menggelegar hingga membuat beberapa orang disana menatapnya.
"Sumpah gue gak pernah ngira mainin si curut bakal seseru itu, Ja. Muka kesel yang ditahan lucu banget, sumpah." Disaat Zoran cekikikan tak jelas, Seja bersidekap dada menahan malu dengan tatapan orang-orang memerhatikan keduanya.
"Udah kenapa, sih. Malu cok, diliatin orang-orang. Ketawa lo kek mak lampir tau," jelasnya menunduk menyembunyikan wajahnya.
Sementara yang dicibir malah tidak menggubrisnya dan semakin mengeraskan tawanya.
"Ini Ayah lo kemana, sih? kok, gak dateng dateng?"
"Tau, tuh orang tua. Tadi suruh gue berangkat duluan. Keknya mau jemput seseorang dulu," balas Zoran mengusap air matanya yang sempat terjatuh. "Kayaknya dia mau kenalin pacarnya, deh. Bjir, gue bakal punya emak tiri gak, tuh."
"Wah, mantap, tuh. Di rumah gak akan kesepian lagi, lo."
"Bodoamat sih, gue. Kalo ada emak tiri pasti si Wiliam akan lebih fokus keistrinya. Dan gue bebas mau pergi kesana-kemari kayak dulu, jiakkk!"
"Kemusuh banget lo sama bokap sendiri. Btw, gue gak ngomong ke Bang Ellan, kalo gue mau kesini, tau. Gue malah ijinnya beli pulsa."
"Lah, emang kenapa kalo Bang Ellan tau lo ikut gue kesini?"
"Gue gak taulah. Sejak gue disidang gak boleh tinggal dirumahmu lagi, dia kek posesif banget apa-apa gue harus lapor ke dia."
Bibir Zoran seketika ketarik. Wajahnya seketika berubah ala-ala joker. Hal itu, membuat Seja menatapnya julid karena dipenglihatannya bukan seperti joker, melainkan seperti orang yang sedang menahan berak.
"Ciee, Bang Ellan naksir lo, tuh. Peka, dong," goda Zoran terkekeh. Satu hantaman tangan Seja pun berhasil mendarat di pundaknya.
"Hus! Apasih, lo. Abang gue, njir. Yakali."
Sambil memegangi bekas tabokan Seja, Zoran tersenyum menggoda. "Siapa yang tau. Lagian kan, bukan abang kandung," ujarnya.
"Lo, gak usah bikin gue overthinking. Serem kalo beneran iya." Seja menekan ucapannya sembari bergidik geli membayangkannya. Lalu dengan cepat-cepat ia meneguk jus didepannya. Lagi dan lagi Zoran tertawa puas melihatnya.
Sejujurnya mendengar pernyataan itu Seja seketika teringat ucapan Shaka beberapa minggu lalu. Ellan membesarkannya untuk dinikahi? Terdengar sangat konyol. Lagi pula, Ellan saja saat pertama kali menemuinya mengatakan untuk menjadikannya anak. Sampai saat ini juga saat bercanda dengan teman-temannya pun masih mengatakan itu. Jadi, kemungkinan besar yang dituduhkan Zoran dan Shaka itu salah.
Setelah merenungi itu semua, akhirnya Wiliam pun datang. Benar saja dibelakangnya ada seorang wanita berpakaian cantik berjalan dengan sangat anggun. Akan tetapi, belum saja ia melihat wajahnya ponselnya tiba-tiba bergetar menampilkan Ellan menelponnya.
"Zo, gue izin angkat telpon dulu, ya. Bang Ellan soalnya. Takut dia marah-marah dan ayah jadi keganggu kalo gue angkat disini." Zoran hanya mengangguk karna sedang mengetik sesuatu diponselnya juga.
Wiliam menggandeng tangan wanita itu tersenyun berjalan menuju meja yang ia pesan. Dia bisa melihat Zoran pun sudah duduk disana memainkan ponselnya. Namun, setelah kerutan dikeningnya pun muncul menyadari hanya putrinya saja yang terlihat. Lalu, dimana Seja? batinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZORAN [Selesai]
Teen Fiction"Gue bukan, Mira." "Zoran, tolong bilang ke ayah. Batalin perjodohanku dengan, Leo." "Lo pikir Mira gak sama menderitanya sama hubungan yang lo bilang menjijikan itu?" "Terima kasih, sudah datang menolongku Zoran." Azlia Zamira Antalas hampir saja k...