#Malam penuh lebam

621 38 1
                                    

Butuh penyemangat, sertai Votte oke

Happy reading...

"Zo, ini kita gak ikut masuk ke dalem aja, gitu?"

Zoran mendengus mendengar pertanyaan itu. "Dih, ngapain? Ntar gue ikut kena lagi, ditanya—tanya ini itu. Gue lagi males debat, cok." Seja tak berekperesi.

Malam ini dua remaja itu sedang berasa di depan rumah keluarga Kaivan. Seperti dugaan mereka, Wiliam jelas akan pergi ke tempat ini. Mereka memilih menunggu saja, enggan ikut masuk ke kediaman Leo.

Disisi lain, Wiliam menerobos masuk ke rumah Kaivan. Berteriak memanggil Leo dengan napas naik turun itu.

"KAIVAN, KELUAR KAMU!"

Suara berat itu menggelegar begitu saja. Tampak satpam rumah tersebut, mencoba menghalanginya untuk membuat keributan ditempat itu. Beberapa saat kemudian, seluruh penghuni rumah itu turun dengan wajah terlihat kebingungan.

"Ada apa ini, Wiliam? kenapa kamu membuat keributan dirumah saya?" tanya Kaivan. Alih alih menjawab Wiliam menatap satu persatu penghuni rumah itu mencari Leo. Ia berjalan ke arah Leo yang berdiri diatas tangga itu.

Bugh!

"BERANI-BERANINYA KAMU MEMPERMAINKAN ANAK SAYA!!" Wiliam menojok wajah Leo dengan emosi yang memuncak. Dengan segera Kaivan mau pun Varka mengerai keduanya.

"Apa-apaan kamu, Wiliam! Ada apa dengan kamu?!"

Napas Wiliam semakin naik turun. Emosi yang mengusai dirinya benar-benar tak bisa dikontrol.

"Om Wiliam, tenang, Om. Kita bicaraan baik-baik dengan kepala dingin," ucap Varka menenangkan. Wiliam akhirnya memilih menurut. Varka menariknya untuk duduk disofffa ruang tamu.

"Sekarang anda jelaskan. Ada apa sebenernya, ini? Kenapa kamu terlihat begitu marah, Wiliam?" ucap Kaivan memulai. Wiliam tampak berusaha menormalkan emosinya.

"Saya ingin tanya pada, nak Leo. Saya mohon kamu jawab sejujurnya. Apa benar kamu sering mencaci putri saya? Apa benar kamu melampiaskan ketidak sukanya kamu atas perjodohan ini pada Mira?" Leo tampak diam menunduk saat lontaran pertanyaan itu terucapkan. Seisi rumah itu tampak terlihat kebingungan, terlihat dari raut wajah mereka yang ikut menatap Leo dengan rasa penasaran.

"Jawab, Leo." Kaivan bersuara saat putranya tak kunjung menjawab.

"IYA! ITU SEMUA BENAR AYAH! LEO GAK SUKA TUNANGAN SAMA CEWEK BEGO KAYAK MIRA. LEO JIJIK. DIA ITU BEBAN!"

plak!

Ibu dari Leo itu pun tiba-tiba menampar keras pipi putra keduanya, marah. "Jaga ucapan kamu, Leo! Bunda gak pernah ngajarin kamu kayak gini!" ucapnya, menekan.

"Iya, Bunda sama Ayah emang gak pernah ngajarin Leo kayak gini. Dan kalian juga gak pernah ngajarin apa-apa ke Leo! Jangan salahkan Leo bersikap kaya gini. Kalian semua egois, hanya memikirkan diri sendiri gak mau denger pendapat orang. Aku bukan mainan yang bisa kalian mainin seenaknya. Leo muak, Bunda! Leo pengen bebas kayak Bang Varka! Kalian gak pernah mau denger apa yang Leo inginkan! Leo benci Ayah, benci Bunda, LEO BENCI KALIAN SEMUA!!"

"Leo!"

Remaja yang baru duduk dibangku kelas 11 itu melenggang pergi begitu saja. Mengabaikan pekikan panggilan dari orang tuanya. Kepalanya benar-benar riuh memikirkan itu semua. Ia mulai mengeluarkan motornya dari garasinya. Entah kemana ia akan pergi. Yang jelas dia butuh sendiri.

ZORAN [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang