Happy reading...
Jika disuruh memilih bagaimana orang ingin hidup, Zoran jelas ingin mengatakan secara lantang bahwa dia ingin hidup tanpa perasaan. Sungguh dia ingin hidup dengan berdiam diri menonton orang-orang disekitarnya tanpa melibatkan dirinya sama sekali.
Berdiam diri tanpa mengeluarkan suara sedikitpun, disertai dengan wajah datar tanpa ekpresi. Itu yang hampir ia lakukan ketika tidak bersama teman-teman dekatnya. Walau begitu, masih saja hampir setiap siswa-siswi disekolahnya berbisik satu sama lain menatapnya ketika sedang melewati dirinya.
Apakah mereka semua merasa bosan saat ini tidak ada lagi tontonan seru seperti pembullyan terhadapnya dulu? Kebetulan sudah lama juga dirinya tidak membuat onar disekolah ini. Zoran merenggangkan otot-ototnya sejenak sembari menelusuri kearah sisi kiri dan kanannya mencari sesuatu yang bisa membuatnya terhibur.
tiba-tiba saja dibenak gadis itu muncul satu nama yang menarik untuk ia permainkan. Mungkin selama ini Zoran lupa apa tujuan dirinya berada disekolah itu. Ya, bermain-main dengan penjuluk kecoa, kepada dirinya.
Grizelle.
Mungkin ini sudah lebih dari cukup untuk gadis sialan itu bersenang-senang atas kemenangan mendapatkan pria brengsek itu. Lalu, sekarang saatnya dia yang akan bersenang-senang.
Zoran menarik sedikit ujung bibir kanannya dengan tangan bersidekap dada.
Apa yang akan dilakukannya setelah itu?
Benar! Membalas dendam dengan mencari Grizelle terlebih dahulu.
Sesaat, Zoran bisa tersenyum kala melihat mangsanya berada didepan matanya. Akan tetapi, senyum itu seketika luntur saat menyaksikan si pria brengsek itu pun ada disamping mangsanya.
"Ck! Mengganggu rencanaku saja," ujarnya berdecih sebal. Dia terdiam, memikirkan sesuatu yang bisa ia lakukan detik itu juga.
"Sepertinya aku harus mengurus si brengsek itu terlebih dahulu, sebelum mempermainkan si curut itu." Zoran terkekeh setelah mendengarkan ucapannya sendiri, dengan julukan yang baru saja ia berikan pada Grizelle.
"Apa perlu aku harus membuat si brengsek itu berpihak padaku terlebih dahulu?" dia terus menatap dua sejoli yang sedang duduk bersama menikmati makan siang mereka. "Aku tahu harus apa," ujarnya tersenyum sinis sembari berbalik untuk berjalan kearah berlawanan.
Malam pun akhirnya datang. Terlihat pula dua gadis sedang berjalan diatas tangga dengan tergesa-gesa.
Zoran tidak menggubris ketika Seja terus memanggil namanya. Dia sendiri pun tak mengerti dengan tingkah dia yang seperti emak-emak melarang anaknya yang hendak keluar malam.
Ah, baiklah! dia mengaku kalah. Memang apa yang dikatakan anak-anak Zeronic tentang Seja, benar adanya. Gadis itu sangat berlebihan.
"Ja, lu ngapain, sih? Orang gue mau keluar bentar juga!" sentaknya jengah.
"Makanya kalo orang tanya tu dijawab yang logis! Mau kemana, lo?!" balas Seja mencibir, dengan menekan kalimat akhirnya.
"Gue ada urusan, Ja. Bentar doang, elah! Lo juga bukannya mau keluar juga ya, kencan sama si Ghastan." Sontak Seja menoyor jidat milik Zoran begitu saja, setelah apa yang ia dengar dari mulut jahanam itu.
"Mana ada gue kencan, Anying! Gue cuma..." Seketika Seja bingung harus beralasan bagaimana. Secara apa yang dikatakan Zoran pun benar tidak benar. Agendanya malam ini memang keluar bersama Ghastan. Dimana ia hanya berniat menemani laki-laki itu ke toko buku saat doi memintanya.
"Cuma apa, hm?"
"Cuma nemenin dia beli buku doang, njir! Kencan apaan?!"
"Berdua doang, kan? Berarti itu kek kencan, Nyet."
KAMU SEDANG MEMBACA
ZORAN [Selesai]
Teen Fiction"Gue bukan, Mira." "Zoran, tolong bilang ke ayah. Batalin perjodohanku dengan, Leo." "Lo pikir Mira gak sama menderitanya sama hubungan yang lo bilang menjijikan itu?" "Terima kasih, sudah datang menolongku Zoran." Azlia Zamira Antalas hampir saja k...