Hallo
Maaf baru update setelah hampir sebulan hehe. Aku sempet istirahat. Capek ey menghadapi kehidupan.Oh ya, adakah yang nungguin update?
Votte komen ya biar semangat. Follow pun boleh banget malahanSarangek yang udah mau mampir♡♡♡
Happy reading....
Sudah lama sejak Ellan memutuskan pergi dari rumahnya sendiri. Hidup ditengah kekejaman dunia luar baginya tidaklah mudah. Apa lagi sambil menyempatkan diri untuk mengurus seorang gadis sejak remaja.
Bahagia, tentu saja ia merasa bahagia. Menyaksikan bagaimana Seja tumbuh menjadi gadis yang cantik, baik, dan juga rajin adalah satu satunya kebahagiaan yang dimiliki oleh Ellan.
Sebentar lagi Seja akan menghadapi ujian sekolahnya. Ellan pastikan setelah lulus adik kecilnya harus tetap menempuh pendidikan. Untuk kali ini mau tidaknya Seja, Ellan ingin anak itu berkuliah di Universitas tempat dirinya bekerja agar bisa mengawasinya. Anak itu cukup keras kepala jika harus dihadapkan tentang biaya. Pada akhirnya, ia lah yang menyerah. Namun, untuk kali ini Ellan tidak akan kalah.
"Ellan, tante lihat dari tadi kamu melamun. lagi banyak pikiran, ya?" Anjas datang dari arah dapur membawa nampan berisi dua gelas teh hangat.
Ellan menoleh. "Mikirin anak gadisku, Tan. Pokoknya,setelah lulus aku harus paksa dia kuliah dikampusku," balasnya disela-sela Anjas menaruh gelas didepannya.
Kekehan pun terdengar dari wanita yang hampir setiap hari datang ke apartement Ellan. Wanita itu adalah janda yang di vonis tidak bisa memiliki anak. Karna itu dirinya menganggap Ellan sebagai anaknya sendiri.
"Kenapa harus pake segala dipaksa paksa gitu? Toh pasti nanti kamu yang ngalah lagi."
"Enggak, Tan. Kali ini aku gak mau kalah. Aku khawatir kecolongan sama anak itu. Tante tau kan, remaja semakin dilarang semakin dilanggar? Takutnya dia udah mulai main pacar-pacaran dibelakangku. Ellan mau pastikan anakku lulus dulu sebelum pacar-pacaran." Wajah laki-laki itu tampak serius mengatakannya.
"Dia udah dewasa, Nak. Seja pasti tau harus apa. Udahlah jangan dipikirkan."
"Bukan cuma itu, Tan. Aku takut secepatnya dia tau ayah kandungnya. Aku gak rela kalau Seja harus kembali keayahnya."
"Lambat waktu Seja pasti akan tau siapa dirinya yang sebenarnya. Siapa orang tuanya, dari keluarga mana dia lahir. Ellan, Tante pikir kamu ini hanya fokus sama anak itu saja. Bahkan, kamu gak lihat diri kamu yang sekarang sudah hampir kepala tiga sama sekali belum memikirkan membangun rumah tangga. Kamu juga perlu memikirkan anak darah daging kamu sendiri. Bukan terus terusan mikirin anak orang lain. Orang tuanya saja gak mikirin dia, lah kamu cuma sekedar wali ambil rapot segitunya."
"Sejak aku bawa Seja ke sini, aku udah bikin perjanjian sama diriku sendiri. Anak itu punyaku. Dia dibuang Kak Indah gitu aja kayak sampah dan aku pungut dia, aku bawa ke sini, aku rawat dia tanpa melibatkan keluarga. Tante gak usah pake segala bilang aku cuma wali rapotnya Seja. Aku besarin dia selayaknya manusia pada umumnya. Bukan mereka yang cuma modal tanam benih sama rahim, doang. Aku lebih pantas dipanggil orang tua alih-alih mereka, Tante." Lontaran kata demi kata itu, Ellan ucapkan dengan menekan semuanya.
Orang mana tahu, bagaimana hati Ellan terenyuh melihat tangis Seja kecil menangis setelah mendapat cabukan dari ibunya berakhir diusir. Orang mana tahu, bagaimana Seja perlu waktu menyesuaikan traumanya yang hampir menangis sepanjang malam diam-diam dibelakang Ellan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZORAN [Selesai]
Teen Fiction"Gue bukan, Mira." "Zoran, tolong bilang ke ayah. Batalin perjodohanku dengan, Leo." "Lo pikir Mira gak sama menderitanya sama hubungan yang lo bilang menjijikan itu?" "Terima kasih, sudah datang menolongku Zoran." Azlia Zamira Antalas hampir saja k...