Hai, minggu nih. Makanya update. Divotte ya makasih
Happy reading...
Satu tahun lalu, mungkin adalah saat dimana Leo harus merasakan rasa senang sekaligus sakit. Selain itu, ada beberapa faktor yang mengharuskan dirinya untuk membenci gadis dari anak rekan bisnis ayahnya.
Sudah hampir 18 tahun dirinya hidup dengan menutup diri. Tidak banyak yang ia lakukan selama ini, selain duduk menatap langit malam dibalkon kamarnya. Sepi adalah temannya bertahun-tahun. Leo tidak terbiasa untuk berinteraksi dengan teman-teman sebayanya, maka alih-alih bermain diluar, ia lebih suka memetik gitar sendiri dikamarnya.
Dari pernyataan itu sudah jelas apa yang sedang dilakukan laki-laki itu sekarang. Malam ini, langit malam terlihat kosong, hanya ada bulan yang hanya menapakan setengah bagiannya saja—Leo kembali dengan gitar kesayangannya mengalunkan sedikit musik. Leo sedang merasa malu sekarang. Karena apa? Karena kini hatinya tidak bisa menyangkal untuk merindukan gadis itu lagi. Gadis yang mengaku bernama Zoran itu adalah gadis pertama dan teman pertama yang membuatnya menginginkan sebuah obrolan santai dengan seseorang.
Sudah lama temannya itu tidak ada kabar. Leo pun sudah bolak balik memastikan gadis itu sudah kembali dirumahnya atau bahkan mendatangi tempat-tempat yang pernah didatangi dan semua tempat yang diceritakan Zoran. Namun, apa boleh buat? Gadis itu mungkin sedang menginginkan kesendirian diluar sana.
"Kak Leo."
Leo melirik malas saat Genta, adiknya berjalan mendekat. Ia mengendikan dagunya, bertanda menanyai kedatangan Genta yang tiba-tiba itu.
Genta berjalan dengan membawa ponselnya mendekat dan duduk disamping Leo. Dia menyerahkan ponsel itu pada kakaknya dan langsung melenggang pergi, dengan berlari. Hal itu, membuat Leo mengeryit bingung, lalu melirik benda pipih milik adiknya, yang ternyata sebuah panggilan video call tertera disana.
"Oy! Met melem mantan tunangan jancok gue!" Mata Leo melotot dan mengerjapkannya beberapa kali mengetahui siapa orang itu.
"Mira?"
"Zoran cok, Mira, Mira." Zoran terlihat mendelik malas disebrang sana. "Btw gimana kabar lo, Le?" tanyanya. Dia menganti wajahnya menjadi tersenyum tipis.
"Bangsat! Kemana aja lo cewe, sialan?!" Wajah Leo merengut marah, membuat Zoran tertawa senang disana. Laki-laki itu menaruh gitarnya dan membawanya kedalam kamarnya. Setelah itu Leo duduk bersandar diranjangnya.
Dia merajuk, bahkan tidak merespon ucapan-ucapan Zoran beberapa saat. Hal itu semakin membuat Zoran terlihat girang menggodanya.
"Ya, elah, Le. Jadi lo ngambek nih, ceritanya? Sorry brother. Ayolah, masa cowo baperan. Jangan bikin gue gak nyesel putus tunangan sama lo napa?" Tanpa merasa berdosa, gadis itu ceplas-ceplos berceloteh. Leo sempat membulatkan matanya mendengar ucapan terakhir Zoran. Akan tetapi, dia tetep kekeh tidak mau mengeluarkan sepatah kata apa pun.
"Le, gue mau ngomong sesuatu tapi gue agak gengsi, nih." Kening Leo mengeryit mendengarnya. "Gue kangen lo, anjir. Bisa-bisanya."
Wajah kaget Leo masih bisa terselamatkan oleh wajah datarnya. Bahkan, jantungnya berdetak dua kali lipat dari sebelumnya. Batinnya bersuara, ternyata kerinduannya tidak bertepuk sebelah tangan. Laki-laki itu tertawa diam-diam didalam batin yang berteriak.
"Lo dimana? Gue kesana sekarang." Hanya itu yang bisa Leo ucapkan. Memangnya apa yang harus ia ucapkan seharusnya?
Zoran terkekeh mengubah posisi bersandarnya menjadi terlentang. "Jangan, Le. Gue lagi gak dirumah Ayah sekarang. Tunggu gue yang kerumah lo, aja. Tapi bukan dalam waktu dekat, mungkin sekitar lusa atau minggu depan?" jelasnya santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZORAN [Selesai]
Teen Fiction"Gue bukan, Mira." "Zoran, tolong bilang ke ayah. Batalin perjodohanku dengan, Leo." "Lo pikir Mira gak sama menderitanya sama hubungan yang lo bilang menjijikan itu?" "Terima kasih, sudah datang menolongku Zoran." Azlia Zamira Antalas hampir saja k...