#Dansa

464 27 2
                                    

Happy reading...

Wiliam menatap datar kedua remaja yang kini justru menyengir kuda.

"Kalian ini. Sekali saja menurut ucapan saya apa tidak bisa?" ketusnya tak habis pikir.

"Apa? Anda pikir kami tidak pernah mengikuti ucapan anda? Lalu sekarang apa yang anda lihat, Tuan? Kami menyempatkan diri untuk datang dan mau tak mau memakai high heels ini. Anda ingin kami mengenakan dres itu? Yang benar saja. Terlalu panjang, bagaimana mungkin kami memakai pakaian itu dan diharuskan memakai high heels?" protes Zoran menggeleng tak percaya.

"Tapi, kan—"

"Pak Wiliam!"

Ucapan Wiliam terpotong saat seseorang memanggil namanya, dari kejauhan. Bersama rekan-rekannya, orang itu melambaikan tangannya menyuruh Wiliam mendekat. Wiliam pun tersenyum mengiyakan. Sebelum menghampiri orang itu, ia beralih pada Zoran dan Seja.

"Dengar, kalian harus memanggil saya Ayah. Mengerti?"

"Lah, anda bukan bapak saya Om," balas Seja menyeletuk.

"Anggap saja begitu. Saya sudah mengatakan kepada beberapa rekan bisnis saya, bahwa saya membawa dua putri pada acara ini. Coba panggil saya, Ayah," jelas Wiliam menyuruh mereka. Zoran tampak memutar bola matanya malas.

"Ayah." Seja menurut membuat hati Wiliam menghangat. Kini, hanya Zoran yang harus mengatakannya. Alih-alih menurut, gadis itu membuang mukanya diam.

"Apa, lagi? Cepat katakan," tekan Wiliam memaksa.

Akhirnya Zoran pun menurut. "Ayah," ucapnya lirih.

Wiliam mendekatkan telinganya sengaja karena terdengar lirih.

"Apa? Katakan sekali lagi. Saya tidak mendengarnya, tadi."

"Ayah."

"Kurang keras, Zoran."

"Ayah," ucap Zoran lebih keras.

"Saya bilang kurang keras."

Zoran kesal dibuatnya."Anda tuli atau bagaimana, Tuan?!" ketusnya naik pitam.

Seja mau pun Wiliam terkekeh mendengarnya.

"Ah, baiklah. Saya sudah mendengarnya. Setelah ini, ikut saya menghampiri mereka," jelas Wiliam menunjuk kesegerombolan pria berjas. Lalu berjalan menuju mereka.

Seja masih terkekeh menyaksikan wajah kesal Zoran.

"Untung orang tua. Seumuran aja udah tak gibeng tuh orang," gerutu Zoran mulai berjalan mengikuti Ayahnya.

"Pak Wiliam. Makin berisi saja badannya," sambut salah seorang yang Wiliam kenal menyalaminya. Wiliam tersenyum lebar. "Ah, tidak juga. Malahan saya merasa lebih kurus ini," balasnya merendah.

Mendengarnya, Zoran dengan gaya bersidekap dada justru mendelik. Dasar bapak-bapak. Jelas-jelas badannya gemuk seperti itu malah mengelak. Ujarnya dalam batin.

Seja hanya diam memperhatikan sambil sesekali ikut tersenyum mendengar candaan para pembisnis itu. Tak berselang lama satu diantara tiga orang itu melirik kearahnya dan juga Zoran.

ZORAN [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang