Hai semua gimana kabarnya? Baikkan? Senyumnya, jan lupa buat hari ini ya. Hehe aku nyempetin nulis sebisa mungkin ditengah tengah jam sekolah yang agak sore. Semoga suka. Votte, komen, follow nya juga ya biar semangattt. Selamat membaca
"Jangan karena saya membebaskan kamu berbuat semaunya, kamu bisa seenaknya, Zoran! Mengabaikan telpon saya dan pulang larut malam seperti ini? Maksud kamu, apa?!"
Beberapa kali Zoran menguap saat Wiliam tak henti-hentinya mengoceh sejak ia sampai dirumah. Jelas saja Pria tua itu mengomel. setelah jarum jam menunjukan pukul 23.25, motor Zoran baru bisa terdengar ditelinganya memasuki gerbang rumah. Orang tua mana yang tidak khawatir anak gadisnya keluyuran tak tahu waktu?
Sekiranya suara berat itu tak terdengar, Zoran mulai merenggangkan otot-ototnya yang pegal. "Tuan Wiliam, gak capek apa ngomel ngomel? Udah malem ini," celetuknya, di sela-sela itu.
"Kamu nanyeak? Kamu bertanya-tanya?" balas Wiliam dengan nada dibuat-buat. "Dari mana kamu baru pulang? Kamu minta saya membelikan motor untuk seperti ini? anak tidak tau diuntung!" rajuknya, benar-benar marah.
Zoran mengepalkan tangannya kuat mendengar kalimat akhir Wiliam. Kenapa pria tua itu berlebihan sekali? Sudah benar ia memilih pulang dari pada mengikuti rayuan teman-teman barunya tadi, untuk menginap. "Anda benar-benar membuat saya muak, Tuan. Apa hak anda memarahi saya berlebihan seperti ini? Karena Mira? Bukankah sebelumnya anda tidak peduli dengan anak itu?" ketusnya bernada dingin.
Wiliam tampak menghela napasnya sejenak. Dia tahu, untuk seorang Ayah seperti dirinya memang tidak pantas dikatakan pelindung untuk putrinya. Mengingat dirinyalah yang menjadi ancaman anaknya tidak bahagia. Bertahun-tahun lamanya, ia baru menyadari saat putrinya merenggung nyawa dengan lompat dari gedung sekolah. Mira anak dari seorang miliader. Rumahnya pun sangatlah besar. Akan tetapi, sebesar apapun rumah itu tidak akan senyaman pelukan dari mereka yang terkasih.
Wiliam mewajari tindakan anak semata wayangnya itu, untuk bunuh diri. Jelas saja, ditempat anaknya meraih ilmu, dia tidak mendapatkan perlakuan selayaknya murid seperti yang lainnya. setelah pulang, seharusnya dia membutuhkan pelukan dan dukungan darinya—justru ia menambah luka hati putrinya.
Namun, dalam lubuk hatinya Wiliam tidak yakin jika putrinya sengaja menjatuhkan diri begitu saja. Pasti ada seseorang di balik itu semua. Satu-satunya jalan untuk menemukam fakta itu adalah Zoran. Gadis itu lebih kuat dari putrinya. Dia tidak mungkin membiarkan dirinya ditindas oleh orang lain.
"Kenapa, anda diam?" Lamunan Wiliam buyar seketika saat Zoran bersuara. "Tidak apa. Yang kamu katakan semuanya benar. Sudahlah, lebih baik kamu beristirahat. Besok kamu harus sekolah."
KAMU SEDANG MEMBACA
ZORAN [Selesai]
Teen Fiction"Gue bukan, Mira." "Zoran, tolong bilang ke ayah. Batalin perjodohanku dengan, Leo." "Lo pikir Mira gak sama menderitanya sama hubungan yang lo bilang menjijikan itu?" "Terima kasih, sudah datang menolongku Zoran." Azlia Zamira Antalas hampir saja k...