Sub Bab 5 | Skorsing

5.5K 562 5
                                    

Tak sanggup tuturkan rindu,
bukan berarti tidak terasa sendu
___________________________________________

"Kenapa gak nelpon Bunda atau Ayah, Elang?"

Elang diam, menunduk dan meremas celana abu-abu miliknya yang belum sempat dia ganti, dia melirik Arsene disebelahnya yang kini diam-diam mengusap pinggangnya mengisyaratkan Elang untuk tetap tenang.

"Jawab Ayah."

Bunda Elang menyentuh bahu suaminya ketika nada bicara pria itu mulai tinggi, Ayah Elang menghela napas, dia menaruh surat yang beberapa menit lalu diberikan oleh Arsene kepadanya.

"Jelasin. Jelasin kenapa kamu bisa sampai dapet surat penskors an dan malah nelpon Arsene buat datang ke sekolah bukannya nelpon Ayah atau Bunda?"

Elang mengigit bibirnya. "Elang berantem."

"Kenapa?"

Mati kutu, dia tidak mungkin menyebutkan alasan dirinya berkelahi dengan Joni karena pemuda itu mencepukan perbuatan merokoknya disekolah, jelas cari mati dua kali namanya.

"Gara-gara..."

"Yang jelas! Kamu bukan anak perempuan, Elang!"

"Gara-gara Joni ngolokin Elang pendek!"

Arsene bahkan hampir tertawa, namun sekuat tenaga ia tahan, tidak akan mengira bahwa alasan tersebut yang akan dipakai oleh Elang saat kepanikan melandanya, dia menepuk bahu Elang untuk memberinya semangat kecil, ujung bibirnya tertarik kecil mengingat tinggi Elang yang lumayan jauh di bawahnya, Arsene berada pada tinggi 178 sedangkan Elang 167.

Ayahnya menatap Elang tidak percaya. "Cuman karena itu?"

"Itu termasuk tindak pembullyan, Yah! Elang jelas gak terima, masa Ayah bakal biarin keturunan Ayah diledek semena-mena sama orang yang gak tau etika?"

Arsene mengangguk membenarkan, walau penjelasan Elang adalah kebohongan setengah sempurna.

Ayah Elang menghela napasnya. "Tapi kamu gak seharusnya mukul temenmu itu."

"Iya, Elang salah, maaf."

Ayahnya berdiri, berjalan mendekati Elang dan mengusap rambut anaknya itu, menepuk bahu Arsene yang mengangguk, siluet mata Ayah Elang berucap terima kasih padanya tanpa bicara kemudian pergi.

Bundanya menatap sendu Elang. "Pelajarannya tetap diperhatikan ya? Tanya teman-teman kamu apa aja yang dipelajari selama masa skors mu itu, kamu udah kelas 12, Elang. Inget 'kan?"

Elang mengangguk, "iya Bunda."

"Arsene tolong jagain Elang ya, dan Elang kamu gak boleh kemana-mana semasa skors ini"

"Iya, Bun, Elang paling cuman ke rumah Ars-"

"Termasuk rumah Arsene," Bunda menekankan, Elang menatapnya tidak terima dan Arsene menghela napas. "Kamu cuman boleh ada di rumah ini tanpa keluar sedikitpun, itu hukuman buat kamu dari Bunda."

"Tapi bun, Arsene-"

"Arsene gak bakal menderita tanpa ketemu seminggu, Elang. Ya 'kan Arsene?"

Arsene diam tanpa menjawab, raut wajahnya bingung dan dia menoleh ketika lengannya dicengkeram oleh Elang dengan suara rengekan pemuda itu selanjutnya. "Elang mau sama Arsene, Bundaaaa!"

Arsene tertegun, jantungnya berdegup tidak cukup kencang tapi lewat dari batas normal, dia merasakan perutnya melonjak aneh dari dalam.

"Udah lo turutin aja apa kata Bunda, Lang, durhaka lo." Kata Arsene setelah dia berhasil mengusir rasa aneh pada dirinya. "Cuman seminggu, kayak yang kangen gue banget gitu."

Elang mendorong Arsene. "Idih! Rumah lo banyak camilannya, bukan gue kangen elo nya."

Arsene mendengus, entah kenapa sedikit kecewa.

"Nanti Bunda belikan camilan juga kayak yang ada dirumah Arsene, Arsene ksmu bisa kerjasama sama Bunda kan buat tetep nyuruh Elang diem di rumah dan kamu jangan nyamperin Elang dulu?"

Arsene mengangguk ragu-ragu. "Bisa, Bunda."

"Taik lo, Sen."

Bisik Elang tak ia hiraukan, yang dia pikirkan hanya seminggu kedepan kembali ke kehidupannya yang monoton tanpa ricuh suara Elang dirumahnya.

Setelah Bunda Elang pergi dari hadapan mereka, Ekang menghembuskan napas kasar dan menyandarkan punggung pada sandaran sofa. "Doublle fuck deh." Dirinya kacau tiba-tiba, kemudian meracau dan bertanya iseng pada Arsene yang hanya diam menatap lurus ke depan. "Lo kangen gue gak nanti, Sen?"

Barulah Arsene menoleh untuk melihat Elsng yang menaik-turunkan alisnya, dia mengapit hidung bangir Elang dan menggoyangkannya mendapatkan teriakan protes dari bocah itu.

"Ogah banget kangen lo."

"Dih, anjing."

-o0o-

TBC

Adek ipar rasa pacar ya

Pesawat Kertas [TELAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang