SIDE STORY [2]

3.2K 289 17
                                    

"Elang, nak?"

"Playstation, Buuun!" Elang menoleh ketika Arsene memukul pahanya sementara dia sedang sibuk bersama stick game di tangan. "Opo to, Mas?"

Mendengar panggilan langka itu disuarakan Arsene diam-diam tersipu, dan menggeleng untuk tanggapi pertanyaan Elang. "Datengin dulu Bunda mau minta tolong itu, jangan teriak-teriak dari sini."

Elang menunjuk permainan mereka berdua yang belum usai. "Ini?"

"Nanti lagi, sayangku, Bunda dulu itu." Arsene mengambil stick game dari tangan Elang perlahan, mengusak rambut sehitam jelaga milik pacarnya yang dibalas tiupan poni oleh Elang. "Cepet."

"Iya-iya, Dika."

"Heh."

Elang tertawa, berdiri dan berlari setelahnya belum sampai setengah jalan dia balik lagi untuk berikan kecupan di pipi kanan Arsene yang sedang merapikan CD game. Raut wajah shock yang buat Arsene terdiam cukup lama sampai sadar kemudian ketika telinganya menangkap tawa Elang lebih keras di ujung menuju dapur barulah senyum geli dari si cokelat madu timbul.

Dia menoleh dan lihat bahwa siluet punggung Elang sudah hilang, detik berikutnya Arsene terjatuh dengan pasrah di lantai ruang televisi, kedua tangannya mengacak-acak wajahnya, diraihnya stick game yang barusan dia pakai untuk kemudian digigit geras.

"Bangsaaat, lucu banget bajingaaannn." Gumamnya tak cukup keras, senyum mengambang kian lebar dan Arsene gigit bibir bawah tahan gemas. "Dah ah anjing lah."

Suara derap langkah kaki Elang yang grasak grusuk terdengar sampai Arsene harus cepat-cepat kembali duduk dan pura-pura menyimpun stick game mereka. Kepalanya di tolehkan ke arah Elang yang sudah akan mencapai daun pintu.

"Mau kemana?"

Jempol Elang menunjuk dinding. "Rumah Kak Abimanyu, disuruh Bunda anterin ini kueh." Cara penyebutan 'kue' yang selalu ditambahi huruf 'h' di akhir kata oleh Elang sering kali buat Arsene tersenyum geli, tapi tidak kali ini. Wajahnya berubah masam ketika nama sesosok Abimanyu disebutkan tanpa hambatan oleh Elang.

"Aku ikut."

"Gak usah, mau pergi nganter kueh aja ikut segala." Elang gelengkan kepala, silang tangan di depan dada seolah beri isyarat kepada Arsene yang sudah terlanjur berdiri untuk tidak mendekat, namun ujarannya ditolak mentah-mentah saat dapati Arsene kini berdiri di depan dirinya dengan wajah penuh tekad. Elang menghela napas, "ke sebelah aja, Sen, buset dah."

"Ikut." Kekeuhnya tak ingin di bantah jadi Elang tidak punya pilihan lain selain memutar bola mata dan buka pintu sementara Arsene ikuti gerak kakinya menuju rumah tetangga di sebelah tanpa protes apa-apa.

Arsene sudah siap pasang wajah paling galak saat Elang ketuk pintu sembari serukan nama Abimanyu, tidak sama sekali melunturkan kecemburuan Arsene meski sudah tau bahwa Abi telah berirstri kini. Dia makin tegapkan badan saat pintu terbuka dan wajah heran Abi muncul disana, saat menemui atensi Elang di depan pintu rumahnya senyum Abimanyu merekah otomatis, Arsene menarik ujung baju Elang buat pria itu bergeser lebih dekat ke Arahnya.

Abimanyu baru sadari entitas Arsene di sebelah Elang saat pria itu mulai keluarkan aura-aura mengancam, Abi tersenyum dan melebarkan tangan menyapa Arsene.

"Mahardika." Dia maju untuk berikan pelukan yang sama sekali tidak di inginkan oleh Arsene, ditepuknya punggung kekar milik kekasih Elang itu dan kemudian melepas pelukan, senyum tengil Abimanyu tidak pernah berubah meski wajahnya terlihat tegas dan matang kini. "Apa kabar, anak IPA?"

"Baik-baik aja sebelum tiba-tiba anak IPS pulang dari Jogja ke Jakarta." Elang meringis getir dengar kalimat ketus tersebut, namun tampaknya Abi sama sekali tidak pedulikan sindiran Arsene barusan, bahkan malah menepuk bahunya seolah kawan akrab.

"Ah elu, kayak musuhan aja." Padahal, dulu Abi dan Arsene sempat sekali terlibat perseteruan cukup panjang yang disebabkan oleh manusia di sebelah Arsene kini, dirinya tengah memegang kue tanpa canggung masih perhatikan obrolan Abimanyu dan Arsene. Abimanyu melirik Elang. "Halo kecil, bawa apa nih?"

Elang julurkan tangannya untuk memberikan satu kotak berisi kue basah tersebut. "Buatan Bunda, katanya buat Kak Abi sama Kak Shafa." ungkapnya singkat.

"Baiknyaa." Dia mengangkat tangan untuk mengusap kepala Elang namun suara batuk dari sebelah pemuda itu membuat keduanya melirik ke arah Arsene yang kini seolah buang muka. Abimanyu memang tengil, dia persetankan teguran Arsene barusan justru lancarkan aksi usap kepala Elang setelah tadi tertunda.

Batukan Arsene makin keras. Kini Lengkap dengan mata melotot ke arah Abimanyu.

"Ekhemtangannya." Balutan kata yang disambung dengan dehem menohok sambil menyingkirkan tangan Abimanyu dari Elang itu tuai kekeh geli dari Abi sendiri dan senggolan lengan oleh Elang. "Apa? orang dia pegang-pegang ngapain coba, ayo pulang."

"Diem dulu gak? Tadi maksa ikut sekarang maksa pulang." Omelan Elang tidak Arsene bantah, pria itu diam saja dengan raut wajah masam dan mencibir sembari memicingkan mata kepada Abimanyu.

"Dika kirain udah berubah, ternyata masih sama ya." Tawa kemudian lancar keluar dari selingan kalimat yang diucapkan Abi. "Tapi kayak ada yang berubah, apa ya..."

Meneliti kedua insan di depannya lamat-lamat, seolah berpikir keras untuk menebak yang sudah jelas dia dapati. Elang harap-harap cemas dan Arsene seolah tak pedulikan opininnya, Abimanyu tersenyum mantap. "Hubungannya kayaknya yang berubah, udah pacaran?"

"Kak-"

"Udah."

Elang mendecak, Arsene spontan menjawab dan dia menghela napas pasrah sambil menggaruk belakang kepala, membiarkan Abi mengambil kotak kue itu dari tangannya.

"Kak Abi jangan ngomong ke siapa-siapa ya." Ujarnya

Abi mengangguk. "Gue lakuin hal yang sama kayak yang lo lakuin, pengakuan gue ke lo gapernah lo bocorin kan sampe sekarang? gue bakal tutup mulut kecuali lo sendiri yang bersedia buat buka. Elang, seneng ketemu lo lagi kalo dulu gue seberani Arsene mungkin yang gantiin posisi dia itu gue." Arsene mendelik dan menggeram kesal mendengarnya, Abi melirik dari sudut mata tak kuasa tahan geli diujung pipi. "Tapi gue seneng, penolakan lo bikin gue ketemu sama Shafa, makasih ya. Apapun yang terjadi kedepannya, bisa atau engganya lo harus tetep paripurna, jangan gantung diri tiba-tiba."

Elang mendecak. "Engga lah! Ih yaudah gue balik dulu ya, Kak, nanti ada yang makin rewel." Abimanyu mengangguk sambil menepuk bahu Arsene sebelum keduanya melenggang pergi.

"Keren, Anak IPA."

"Iyalah!"

Saat sudah ingin masuk dan membuka gagang pintu, Arsene menghentikan pergerakannya membuat Elang menoleh dengan bingung.

"Kamu gak pernah cerita apa-apa ke aku soal Abimanyu nembak kamu atau segala macem."

Elang bungkam, baru sadar bahwa dia juga menyembunyikan fakta ini dari Arsene, dia menolak melihat manik tajam itu menggurui dirinya lekas-lekas dibuka daun pintu dan berlari menuju sang ibunda.

"Elang jawab aku dulu!"

"BUNDA, ELANG DIMARAHIN ARSENE, GAJELAS."

Arsene melongo, tuduhan terhadap dirinya tentu dilakukan Elang untuk bersembunyi, sempat geli dan akhirnya terkekeh tak kuasa menahan diri untuk tidak gemas.

Yah terserah lah pengakuan macam apa, yang penting Abimanyu di tolak, itu pikirnya yang paling baik.

TBC

Jujur, aku selalu bayangin karakter Abimanyu itu mukanya kayak mas-mas kraton yang sopan banget, tapi kelakuannya bertolak belajang sama muka nya. Abimanyu kan digambarin sebagai pribadi yang usil dan tengil ya, walau kesannya kayak bercandaan doang suka-suka an ke Elang, yang sebenernya terjadi kalo Abimanyu gak dijodohin waktu itu aku yakin banget dia bakal sama bucinnya kayak Arsene sekarang.

Pesawat Kertas [TELAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang