SIDE STORY [4]

2.7K 292 16
                                    

"Arsene bisa jelasin ke Ayah sejak kapan?"

Arsene diam, dia tatap Ayah Elang di depannya setengah berani dan setengah sokong diri, dia bukan tidak ingin langsung jelaskan dengan detail namun lidahnya kelu untuk sekedar keluarkan bait kata singkat sekali pun.

"Arsene?"

"Sejak satu tahun yang lalu," Arsene akhirnya menjawab dengan terburu-buru, "Sudah dari 1 tahun yang lalu Arsene sama Elang pacaran. Arsene berani sumpah ini bukan salah Elang, Arsene yang terus-terusan deketin Elang sampe akhirnya ngajak pacaran."

"Jadi kamu manfaatin pertemanan kalian? kamu anggap apa peduli Ayah sama Bunda selama ini ke kamu? Arsene, Ayah tanya ke kamu sekarang, kenapa Ayah sama sekali gak tau perkara ini bahkan sampai 1 tahun, kalian mau bohongin Ayah terus sampe jadi mayat?"

Pertanyaan menggebu yang menyembunyikan seluruh emosi dari Ayah Elang kini buat Arsene hampir ciut, namun dia pilih tegapkan tubuh dan menggeleng.

"Arsene udah mau bilang, tapi Elang ngelarang. Arsene hargai semua permintaan Elang yang di sampein ke Arsene. Ayah, Arsene gak pernah manfaatin pertemanan Arsene sama Elang, juga Arsene selalu terima dengan baik rasa peduli Ayah sama Bunda ke Arsene." Arsene remas tangannya sendiri sampai buku-buku jarinya memutih. "Arsene ucapin banyak terima kasih ke Ayah sama Bunda udah mau peduli ke Arsene, tapi Ayah, Arsene udah gak punya siapa-siapa lagi selain Elang, Arsene mohon jangan minta Arsene buat jauhin Elang."

Pria paruh baya itu tidak sekali pun palingkan pandangan matanya dari pemuda yang bersusah payah jelaskan hal ini dan itu terkait dirinya serta putranya. Dia marah, hubungan semacam ini disembunyikan dari dirinya yang berstatus sebagai Ayah dari putra bungsunya. 

"Dari kapan kamu suka sama Elang?"

"Dari Elang SMP, Ayah."

Kening Ayah Elang itu berkerut, rahangnya mengeras untuk tahan umpat kasar yang mungkin akan keluar secara tidak etis dan bukan seharusnya dia lakukan saat ini.

"Jadi kamu nikahi anak saya untuk apa, Arsene? kamu ikat Rabella untuk waktu yang cukup lama tapi gak ada setitik pun perasaan kamu buat dia? Elang yang kamu suka kenapa kamu libatkan anak perempuan saya yang sudah di surga, Arsene? KENAPA?!"

Tak sanggup tahan oktav suaranya yang meninggi secara spontan, bogem mentah di dapat Arsene tanpa berkutik atau pun mengelak sementara kerahnya masi terus dicengkeram. Wajah Ayah dari kekasihnya itu sudah merah bersungut-sungut akan hantarkan bogem sekali lagi kalau-kalau dia menjawab serampangan.

"Bisa kamu jawab pertanyaan saya, Arsene?"

Bahkan sebut dirinya sebagai 'Ayah' dihadapan Arsene sekarang juga tidak, nyeri ulu hati dirasakan pemuda yang ujung bibirnya sudah pecah akibat tonjokan tanpa hindaran.

"Rabella tau. Dia tau perasaan Arsene ke Elang, dia lebih dulu dukung Arsene, dia kasih seluruh usahanya buat deketin Arsene ke Elang. Arsene ikat Bella dan terpaksa lupain Elang waktu itu murni karena rasa sayang Arsene ke Bella, dia anggap Arsene adeknya. Arsene gak punya alasan buat gak bantu kakak yang bahkan udah nolongin Arsene jutaan kali, Ayah." Wajah Arsene penuh keyakinan tatap manik serupa milik Elang di depannya yang sinarkan luapan emosi kini sembari tak lepas cengkeraman di kerah baju miliknya. "Bahkan sampai Bella udah disurga sekarang, Arsene masih kasih segala rasa hormat Arsene ke Bella. Ayah, seberapa besar salah Arsene buat balik ke Elang lagi sekarang?"

Ayah Elang diam, sejenak tidak menyahut apa-apa dari kalimat yang sudah dia haturkan.

"Kamu tau jenis macam apa hubungan kalian ini?"

"Arsene tau, dan Arsene rasa entah macam apa jenis hubungannya bukan hal yang gak ada rugi dan untungnya. Arsene sekaligus Elang paham konsekuensinya, Arsene siap pasang punggung sekarang, tapi tolong Ayang jangan jauhin Arsene dari Elang."

"Arsene?"

Arsene sekaligus sang Ayah itu menoleh hingga dapati sosok Elang tatap ngeri dengan wajah merah padam saat lihat Ayahnya cengkeram kerah Arsene. Pusing kepalanya dia abaikan sehingga buat Elang sanggup untuk berlari dan lepas secara paksa tangan Ayahnya di kerah Arsene. Diamati pula bibir Arsene yang pecah akibat bogem mentah dari Ayahnya.

Elang beralih tatap sang Ayah, telusuri manik serupa miliknya.

"Ayah marah gara-gara Elang homo? kalo gitu pukul Elang, bukan Arsene."

Ayahnya diam sejenak, perhatikan putranya yang merah padam akibat demam dan manik jelaganya yang tak gentar. Tangannya terangkat sampai Elang spontan menutup mata dan Arsene mencengkeram tangan Elang berniat menarik kekasihnya. Namun sang Ayah justru mendaratkan tangan besarnya di kepala sang putra.

Elang buka matanya, temui sendu pada wajah yang tiap waktunya semakin menua, tiba-tiba rasa sedih gapai pelupuk mata sampai keseluruhannya memanas tahan sang tirta.

"Ayah gak pernah marah Elang jadi homo sekali pun. Sama sekali gak pernah, nak."

Kemudian Ayahnya melenggang pergi setelah bubuhi usapan pada rambutnya, tepat setelah punggung sang Ayah menghilang, Elang menghambur ke pelukan Arsene tumpahkan air mata dan bungkam suara di pundak kekasihnya. Tangan Arsene usap kepala Elang dan sesekali tepuk pelan.

"Aku salah."

Arsene menggeleng. "Aku yang salah. Ayah marah ke aku, bukan kamu."

"Tapi Ayah marah kita pacaran." gumam yang teredam suaranya itu mampu buat Arsene eratkan pelukan.

"Ayah marah karena kita gak kasih tau Ayah kalo kita pacaran, Ayah marah karena ngira aku manfaatin situasi Bella buat keuntunganku, Ayah marah karena takut anaknya jadi bulan-bulanan dunia."

"Kamu tau?"

Kepalanya di angkat untuk tatap wajah Arsene padahal wajah sembabnya buat Arsene nyaris terkekeh, namun yang Arsene lakukan justru mengangguk dan mengusap sisa air mata di ujung mata Elangnya.

"Kamu," Arsene sentuh ujung hidung Elang dengan telunjuknya. "Gak salah. Pilihan seseorang harusnya gabisa dijadiin titik kesalahan yang valid. Orang-orang itu ngeliat pake mata yang berbeda-beda, perspektifnya juga gitu. Orang punya dua mata tapi cuman bisa lihat dari 1 sudut pandang yang sama, kamu gabisa kasih mereka satu mata lagi dan ngorbanin sebelah matamu buat buktiin kalo kamu gak salah menurutmu." Arsene usap telinga Elang perlahan. "Salah benarnya kamu biar dirimu sendiri yang bersaksi. Persoalan Ayah itu tanggung jawabku, aku yang seret kamu duluan. Udah bobo lagi, ya? biarin Ayah tenang dulu baru aku coba ajak ngomong lagi."

Elang tak kuasa untuk menolak, maka dia turuti kehendak Arsene untuk gandeng tangannya menuju bilik kamar miliknya.

TBC

ciri khas kalimat arsene itu cocok sama usia nya ya? mengayomi yang muda, dia nepatin janjinya buat ga cuman jadi pacar elang, tapi jadi kakak, temen, keluarga

Pesawat Kertas [TELAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang