Sub Bab 28 | Sudut Pandang

4.3K 429 83
                                    

Rumah, Kampus, Tempat kerja. Siklus hidup Arsene itu cuman berputar di sana dan sekali lagi pusatnya adalah pria yang selalu dia puja-puja, seluruh rekannya tau bahwa Arsene punya teman masa kecil yang merangkap sebagai adik ipar. Mereka tau julukannya Elang, Arsene bilang pribadinya serupa namanya, tapi alih-alih sebutkan kegagahan dari panggilan tersebut Arsene kerap kali sebut eksistensi sebagai "Anak kecil".

Tidak pernah ada yang melihat Arsene keluar dari fase dry dimana pun tempatnya, mereka selalu mengira bahwa dia pria flat dan keren, super keren. Bajingan seperti Arsene saja dapat julukan keren karena acap kali sigap membantu yang membutuhkan. Mereka tidak pernah tau banyak kosa kata yang dapat mendefinisikan pria berperawakan tegap itu, lantaran bibirnya selalu hanya melontarkan nama Elang.

Tapi kini, mereka hampir melongo, decit meja yang dibersihkan serta suara sapu jatuh tidak mengganggu Arsene dari kegiatannya kini -izin menemui anak kecil yang datang berkunjung- mereka pernah melihat bocah SMA itu sekali, tapi terakhir kali Arsene tampak kacau bukan main. Sekarang boro-boro pasang raut masam, saat bocah yang mengaku bernama Elang duduk di depannya sambil menunjuk buku menu dia sigap memperhatikan tanpa lunturkan senyum dari masing-masing sudut bibir.

"Itu yang namanya Elang?"

"Lah iya tadi ijinnya aja mau ketemu anak kecil, dia dong." Yang lain menyahuti, Rio Pratama tertulis jelas di seragam kerja nya. "Gagah emang. Tapi mukanya emang kayak bocil julid, ya?"

"Hush!" Sandra datang sehabis mengelap meja, modus melihat sosok bernama Elang karena penasaran rupa dan raganya. Menengahi pembicaraan antara Rio dan Dio, dua nama berakhiran huruf O itu memang gemar jadi pembisik handal, tapi untung bukan penggosip besar. "Kalo Dika denger nanti marah dianya, liat dryface nya tiap hari aja gue bawaanya pengen sungkem sangking sungkannya."

Dio terkikik geli, melirik Arsene sekali lagi yang kini mulai mencari keberadaan teman kerjanya agar dia bisa memesan apa yang Elang sebutkan.

Tangan Arsene terangkat ke arah meja mereka yang tengah berkumpul, Rio buru-buru mengangkat tangan juga dan menyahut untuk memberi isyarat bahwa dirinya segera tiba.

"Datengin, Yo. lirik-lirik si Elang sekalian, cakep kayaknya dari deket." Sandra berujar jahil, dan Rio mendecak.

"Disuruh sungkem beneran lo sama Dika ntar." Kemudian Rio menggelengkan kepala saat kedua teman berbeda jenis kelamin itu terkekeh kecil sekali lagi sementara dia berlalu untuk menemui Arsene.

"Yo, Dik! mesen apa nih?" Kemudian matanya beralih ke arah Elang dan tersenyum bisnis. "Elang ya? salam kenal."

"Eh?" Elang menaikkan sebelah alisnya, namun kemudian tersenyum ragu-ragu untuk membalas sapaan dari teman kerja Arsene itu. "Iya halo, eee- Kak Rio."

Rio menunduk untuk menatap nametagnya kemudian mengangguk. Tidak disangka, dugaan Sandra kena telak, pemuda bernama Elang jelas bukan kaleng berkarat, ini gucci kualitas import!

Tanpa diduga-duga saat matanya turut menganggumi sosoknya, ada batuk yang disengaja di seberang meja Elang buat Rio terpaksa menoleh sambil nyengir canggung.

"Mesen?"

"Kalo udah selesai kenalannya gue mau mesen."

Buset, serem amat.

Rio mengangguk saja biar makin cepat pekerjaannya tuntas, dia segera ambil kertas untuk mencatat menu yang disebutkan Elang, beberapa kali tersenyum untuk menanggapi antusias dari suara si pemuda.

"Itu aja?" Tanya Rio, Elang mengangguk.

"Tambahin ice cream nya yang varian lemon 1, Yo." Ujar Arsene, dia membolak-balik buku menu kemudian menatap Elang. "Sayang pesen itu aja? mau ditambah yang lain? nanti dicatat sama Rio."

Pesawat Kertas [TELAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang