SIDE STORY [5]

3K 273 23
                                    

"Iya bentar!"

Elang keluar dari dapur dengan pereda demam yang menempel di dahi miliknya berjalan menuju pintu depan dimana bel ditekan oleh orang dibalik sana. Namun, ketika berhasil membuka pintu dan melihat siapa yang barusan menekan bell dia jelas-jelas tercengang mendapati Arsene dengan pakaian rapi juga tak biasa sekali harus menekan bell rumahnya.

"Arsene?"

"Sayang. Halo." Dia celingukan menyembulkan kepalanya ke dalam kemudian kembali menatap sang kekasih yang tampak meneliti pakaian rapi nya, kemeja biru donker dan celana putih rapi. "Ada Ayah?"

Elang mengangguk. "Kamu biar apa pake baju rapi gini." entah kenapa rasa geli tiba-tiba hadir dipikiran Elang, dia memegang kerah baju Arsene dan tertawa kecil, demam serta beban pikirannya sejak kemarin sedikit sirna melihat tingkah kocak prianya.

"Biar direstuin Ayah. Aku masuk ya cari Ayah, kamu istirahat aja di kamar."

"Ayah di dapur lagi bantuin Bunda masak. Aku yang panggilin kamu duduk aja." Tidak lepas sedikit rasa gugup yang tak sanggup Arsene sembunyikan dari Elang, maka dari itu tangannya bergerak meraih jemari Arsene untuk dia remas pelan. "Makasih ya."

Arsene tersenyum mencium pipi Elang cukup cepat. "Salah aku juga, gapapa. Aku duduk sini ya."

"Kayak baru bertamu aja." Lagi-lagi tawa Elang mengalun pelan, dia menepuk pundak Arsene sekilas sebelum pamit untuk memanggil sang Ayah yang tengah berkutat di dapur bersama Bunda nya.

Jujur, Elang lumayan takut menghadapi Ayahnya semenjak insiden kemarin dia belum sama sekali berkomunikasi dengan sang Ayah, Bundanya mengetahui persoalan antara Arsene dan suaminya dari bibir Elang sendiri, putranya bercerita sambil sesegukan di kamar celotehnya ungkapkan bahwa sang Ayah dengan tega pukul kekasihnya sampai lebam.

Elang berdiri di sebelah Bunda yang sedang mencelupkan adonan tepung, dia pura-pura meraih pisau, jarak dia dengan sang Ayah hanyalah Bunda sebagai pemisah.

"Ada Arsene di depan." Basa-basi nya keluar tanpa tatap sedikit pun Ayah nya, kemudian dia memainkan pisau di tangannya untuk memotong sisa ujung sayur yang tidak terpakai. "Katanya mau ngomong sama Ayah."

Saat panggilan itu disebut barulah Ayah Elang melirik, pria paruh baya itu berdehem pelan.

"Ngomong apa?"

"Mana Elang tau. Di datengin aja, kasian udah rapi bajunya."

Bunda yang berada di tengah-tengah antara Ayah dan anak itu melirik bergantian kemudian menggelengkan kepala pelan, lantas berujar sembari mencelupkan adonan ke dalam wajan berisi minyak panas.

"Kalo ngobrol ya diliat lawan bicaranya. Ayah buruan cuci tangan di datengin Arsenenya, Elang juga jangan malah main pisau ambil itu sirup di kulkas yang minggu lalu dibeli Arsene." Berujar demikian pelan-pelan Ayah dan anak itu melakukan tugasnya sempat saling lirik dan kontak mata namun segera dengan salah tingkah berpaling menghindar.

Tak banyak basa basi setelah cuci tangan Ayah Elang bergegas datangi si pemilik urusan yang kepalanya terlihat dari ujung dapur tengah bergerak gelisah menunggu dirinya, sebelum menyapa orang yang sempat terkena bogem mentahnya dia menghela napas sejenak lalu melanjutkan langkah untuk menyapa Arsene yang duduk tegak kembali.

Elang sengaja memukul es batu dengan perlahan agar pekerjaannya tidak lekas selesai, kemudian di sadari oleh si ibunda di sebelahnya.

"Takut?"

"Gugup aja, dikit."

"Kayak yang mau dilamar aja."

Elang mendengu geli, diam-diam mengaminkan walau sisi lain otaknya jela berkata mutahil paling keras. Kepalanya menggeleng singkan kemudian melirik ruang tamu dimana Ayah dan Arsene tengah bersitegang.

Pesawat Kertas [TELAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang