Sub Bab 27 | Dunia Punya Norma

4.5K 438 65
                                    

"Lo mau keripik ga, Sen?"

Arsene menyahut dari ruang televisi, mengiyakan pertanyaan yang terlontar. Tidak lama kemudian Elang datang dengan setoples kripik kentang di tangannya.

Arsene menjulurkan tangan mencekal pinggang yang lebih muda, lantas Elang menarik pinggangnya menjauh untuk singkirkan tangan Arsene yang jahil.

"Lo apa-apa sentuh deh, anjing."

"Kan love language gue physical touch." Sahutnya jumawa, Elang tepuk paha si cokelat madu dan taruh toples keripik di atas paha mereka berdua.

"Love language gue act of service." Sekedar memberitahu, tapi tiba-tiba Arsene bawa toples keripik itu ada pahanya sendiri dan berikan satu persatu keripik kentangnya untuk Elang, sontak buai kebingungan bagi si jelaga di sisinya.

"Udah act of service banget belum gue?" Diam beberapa detik, berikutnya bahak tawa Elang sampai ke telinga Arsene yang nyaris bersendawa karena terkejut namun dia ikut terkekeh berikutnya. "Ditanya malah ketawa."

Toplesnya direbut kembali, kripik di tangan Arsene sudah dijumut Elang untuk dia bawa menuju indera pengecap, menyeringai jahil pada orang yang barusan saja menunjukkan kebolehan. "Paling act of service deh lo. Eh, gue belum kabarin Bunda kalo lagi di rumah lo." Elang kelabakan mencari ponsel, saat ingin beranjak Arsene lebih dulu tahan tangannya.

"Udah aku yang kabarin, Bunda bilang bagus deh kalo udah baikan, gitu katanya." Arsene angkat bahu, lalu tersenyum singkal dan terkekeh saat Elang beri tampang jijik dan dorong bahunya. "Dih, kenapa?"

"Jorok anjir aku-aku."

"Ya gapapa lah, kamu gak suka emang?" Semakin menjahili, dan Elang mengunyah keripik sambil mencibir tindakannya barusan.

"Jorok tolol. Arsene, aaaa?" Elang mengambil beberapa keripik lagi dan mengarahkannya ke depan bibir pemuda yang dengan santai membuka mulut menerima suapan dari anak kecilnya. "Aku kamu gitu biar apa?"

"Biar sopan, kamu 'kan suka gak sopan."

"Dih." Elang mendorong bahu Arsene main-main. "Sopan aku."

"Masa sih sopan? manggil aku aja gapernah pake embel-embel, Arsene doang kayak gak ada beban." Walau sedikit geli, Elang tetap tanggapi permainan aku-kamu ini sampai selesai. Tersirat gumam jahil di dalam otaknya saat wajah Arsene seolah menantang.

"Yaudah." Keripiknya kembali dikunyah, beberapa detik berikutnya dia sengaja mendekatkan wajah sampai hidung mereka nyaris bersentuhan. "Mas Arsene mau dipanggil pake Mas atau Kakak?"

Arsene terkejut, desir dadanya berontak nyaris mencelos. meneguk liur susah payah dia tersenyum kecil. "Pake sayang."

"Yeu, itu sih maunya Mas."

Arsene kalap, panggilan penggetar isi organ tubuh rasanya menjerit merontakan keinginan terkam pemilik nama serupa burung pemangsa di sebelah dirinya, lepas kendali dan turuti akal picik dia tidak biarkan Elang berpaling cuma-cuma dan tahan lehernya sampai bilahnya sentuh ujung bibir Elang cukup lama.

Sukses buat Elang tidak sempat meronta karena keterkejutan, perhatikan pejam mata Arsene di depannya yang nikmati kecup sudut bibir tanpa sentuh intinya. Saat tautannya terlepas Arsene tidak jauhkan wajah justru gesekkan ujung hidung keduannya. "Maaf. Jangan panggil Mas lagi, gue pengen nyium lo terus bawaannya tiap denger."

Elang tenggelamkan manik jelagannya pada cokelat madu yang memelas ke arahnya merasa bersalah, namun dirinya kembali pasang raut jahil seolah tantang yang lebih tua.

"Mas Arsene.."

"Lang, gausah." Suaranya nyaris bergetar, Elang lirik genggam tangan Arsene di paha yang begitu erat menahan diri.

"Mas Arsene gamau cium Elang lagi?"

Nyaris mati. Arsene terima-terima saja saat jantungnya menggedor tulang rusuk.

"Mau."

"Cium yang bener, Mas."

ANJING. Gila beneran begini caranya, dia akan sepenuhnya salahkan usut setan karena pancing raganya melalui Elang dengan panggilan-panggilan biadab tersebut, detik berikutnya dia tidak lagi tarik leher Elang untuk kecup sudut bibir melainkan disapa perlahan kedua bilah merah mudanya itu sampai keduanya sama-sama terpejam.

Arsene diam untuk nikmati kecupan, sesekalis mengelus pipi Elang dengan ibu jari tak disangka adegan yang sudah lama dia khayalkan terjadi sungguhan. Jackpot besar, Arsene nyaris mengumpat.

Elang perlahan rasakan bibir atas dan bawahnya dikecup bergantian, dirinya lakukan hal yang sama dan sedikit bergetar saat balas ciuman Arsene tidak pernah menyangka bahwa dia sampai pada tahap ini. Kepalanya ribut akan kepanikan yang melanda namun dirinya sempurna abaikan saja, justru saat Arsene melepaskan tautan mereka dan kecup dahinya sekilas wajahnya total merah.

Tidak ada percakapan setelahnya, mereka berdiam diri cukup lama hanya bertatapan untuk pahami diri masing-masing sementara tangan Arsene masih mengelus pipi yang lebih muda.

"Lang."

"Iya?"

Arsene tersenyum, rasanya langka dengar sahutan manis dari pemilik nama Elang Adinata ini. Tangannya dia bawa untuk usap dahi Elang dan pijat memutar kening di antara alis.

"Kalaupun akhirnya dunia ini terbagi jadi dua, gue bakal terus cari lo, satu satunya pusat dunia gue sampe kapan pun. Apapun jadinya kita kedepannya gue gak bakal pernah nyerah." Arsene tatap jelaga yang serius kali ini, telunjuknya menyentuh dada Elang. "Ijinin gue buat jadiin lo satu-satunya Elangnya Arsene, punya Arsene, sayangnya Arsene."

Elang belum buka suara, dia masih menyimak apapun perkataan dari teman masa kecilnya kali ini.

"Dunia punya norma, tapi gue cuman punya lo, Lang. Seandainya seluruh dunia pergi buat munggungin lo, gue bakal jadi orang yang tetep berdiri di depan lo tanpa berpaling."

Matanya merah, mati-matian tahan air di pelupuk mata yang nyaris lolos, hatinya mencelos saat bayangkan hari-hari sebelumnya kala dia minta Arsene untuk jauhkan diri darinya. Surai cokelat terkekeh saat Elang akhirnya menangis, dia usap air mata pada pipi si bocah.

"Jadi pacar gue ya, Lang?"

Elang diam, tidak membalas apapun, raut wajah Arsene sudah berubah memaklumi walau gurat sedihnya tidak terelakan dia tetap pada pendirian meski penolakan berulang kali disuguhkan.

"Iya."

Jawaban tidak terduga. Jantungnya berpacu.

"Iya, gue mau." Elang mengangguk, dia angkat telapak tangan untuk tutup mata Arsene yang tidak melepas pandangannya. "Gue mau jadi satu-satunya Elangnya Arsene, punya Arsene, sayangnya Arsene."

Elang membolakan matanya saat dirasa telapak tangannya basah, dia buru-buru melepas dan saksikan merah mata Arsene kini dihiasi air mata, bajingan konyol ini menangis lagi layaknya bocah yang kehilangan arah.

Arsene genggam tangan Elang, dikecupnya telapak tangan sembari sembunyikan isak tangis. "Pacar Arsene."

Elang terkekeh, lalu tertawa setelahnya. Dia ambil inisiatif lebih dulu untuk peluk raga yang masih terkejut atas tindakannya. "Iya, aku pacarnya Arsene."

Pelukannya dibalas, tangisan Arsene makin keras dan pingkal tawa Elang mengalun sesederhana kopi dengan susu.

-o0o-
TBC

Buset to be continued mulu tamat kagak

Pesawat Kertas [TELAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang