Sub Bab 13 | Pulang Malam

4.6K 514 11
                                    

Tubuhmu seringan kapas,
tutur melayang dengan tangkas
_________________________________________

 
 


"Lo gak dimarahin, Lang, belum pulang jam segini?" Tanya Aura, mereka mengelilingi Mall berlima minus Tania karena dia disuruh pulang jam 6 tadi.

Gelengan Elang tampak mantap, dia merangkul Fito yang berada di sebelah dirinya serta Adit. "Enggak, nyokap paham aja 'kan tadi udah ijin mau beli buku persiapan ujian."

"Ngeboong lo?" Tanya Debi.

"Loh ini." Diangkatnya tas belanja berisi buku-buku yang akan digunakan mereka sebagai alternatif belajar bersama. "Boong darimananya?"

"Ya tetep aja kita kan udah selesai cari buku dari jam 6 tadi abis si Tania pulang." Ujar Adit.

Elang mengibaskan tangan diudara isyarat agar temannya tidak merisaukan dirinya terkena omelan karena ibunya bukan tipe yang akan menceramahinya karena belum pulang pada pukul 8 malam. Mendapat keyakinan dari wajah dan gestur milik Elang mereka memilih untuk abai pada pikiran bahwa temannya akan dimarahi dan melanjutkan sesi mengelilinginya Mall sambil mencari tempat untuk makan.

-o0o-

"Ngomong-ngomong, yang kemarin itu kakak ipar lo, 'kan?" Fito bersuara sambil mengemudi, melirik kaca tengah untuk melirik wajah Elang yang mengangguk.

"Iya, dia emang sering ke rumah buat main bareng gue, atau gue yang main ke rumahnya. Dia baik kok, gausah takut." Jawabannya terdengar sangat meyakinkan, dan sekejap ditolak mentah-mentah oleh Debi beserta temannya yang lain.

"Auranya membunuh."

"Serem banget."

"Apalagi pas duduk di sofa ngawasin kita, anjir lah."

Satu persatu suara bersahutan dan saling mengiyakan, ringis getir sambil menggaruk kepala dilakukan oleh Elang semata-mata karena merasa tidak enak atas perlakuan Arsene pada teman-temannya. Bicara tentang Arsene dia ingat bahwa sore tadi setelah di antar oleh pria itu pulang, Arsene mendapatkan ajakan dari teman-temannya. Mungkin, Arsene sedang makan malam bersama orang yang mengirim pesan teks padanya tadi sore.

"Aslinya gak begitu." Elang menutup matanya, rasanya dia lelah sekali dan mengantuk, diliriknya jam tangan yang menunjukkan pukul sembilan kemudian menyamankan duduknya di mobil milik Fito.

"Jangan tidur anjir, bentar lagi sampe rumah lo." Debi menyahut dari bangku depan membuat Elang berguman tidak jelas untuk membalas ujarannya. "Dit guncang bahunya."

Adit menepuk bahu Elang. "Hmm iyaaa." Matanya sayup-sayup tapi dirinya justru tak sanggup membuka mata dan menanggapi lebih lama, temannya keduluan menyerah ketika Fito bilang untuk membiarkannya saja. Ketika mereka sampai di dekat rumah Elang, Adit dan Debi berusaha membangunkan Elang dengan segala cara namun anak laki-laki itu enggan bangun dari tidurnya.

Debi menoleh ke samping dan melihat seseorang yang tidak asing di sana, dia lantas melebarkan mata serta mengecilkan volume musik di mobil uang digunakan untuk membangunkan Elang. Dia bergerak heboh dan mendesis mampus berkali-kali.

"Bangunin Elang cepet bangunin! Ada kakak iparnya, anjing mampus" Dia menggoyangkan bahu Fito membuat empunya ikut panik menggoyangkan kaki Elang.

Kaca mobil diketuk, mereka diam dalam posisi membangunkan Elang yang benar-benar aneh. Menoleh bersamaan ke arah kaca jendela yang menampilkan wajah datar Arsene, mereka saling pandang dengan panik, mencegah kaca diketuk mekin kencang oleh Arsene, Debi membuka kaca depan sementara yang lain masih berusaha membangunkan Elang yang mengerang.

"Halo kak"

"Dimana Elang?"

Debi berungkali berujar mampus, seram dibuatnya ketika suara Arsenw mengiringi telinga, teman-temannya hampir putus asa menggeret tubuh Elang sampai bangun.

"Di kursi belakang kak, lagi bobo dia kecapekan kayaknya." Debu menunjuk kursi belakang sebagai isyarat, Arsenw melirik lantas menarik kenop pintu belakang dan mendelik pada Debi. "Buka pintunya."

Debi buru-buru menyuruh Fito untuk menbuka kunci pada pintu, membiarkan Elang masuk dan Adit menggeser tubuh sukarela dari kegiatannya membangunkan Elang saat lirikan tajam diberikan oleh Arsene.

"Lang? Elang?" Arsene menepuk-nepuk pipi Elang yang bergumam melantur. "Bangun bocah, jangan senewen." Dia menghela lapas dan segera menaruh kedua tangan Elang di bahunya sementara dia meraih kaki Elang untuk dibawa ke dalam gendongan, sempat kewalahan karena bobot Elang bukan bobot anak kecil.

"Makasih, lain kali jangan pulang ke maleman."

Yang lain mengangguk spontan, tidak sempat berujar sepatah-dua patah kata katena tercengang melihat Elang dalam gendongan.

Dilain sisi Arsene mendegus melihat Elang bergumam sempoyongan tanpa sadar. "Arsene punya pacar."

Gumaman kecilnya membuat Arsene berhenti berjalan, ditatapnya leher pria yang melantur dalam kantuk dipelukan. "Engga." Hanya itu, Arsene melanjutkan berjalan sementara Elang tenang tanpa mendesis atau bergumam.

-o0o-

TBC

Pesawat Kertas [TELAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang